Home / Young Adult / Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku / Bertemu Dengan Clarissa Si Ratu Drama

Share

Bertemu Dengan Clarissa Si Ratu Drama

Author: Bibiefenimmm
last update Last Updated: 2024-10-10 22:59:16

Mulut Alina ternganga lebar. Jalanan di depan mereka dipenuhi mobil-mobil media dan wartawan yang sibuk banget, siap dengan kamera dan mikrofon. Sepertinya, semua berita lokal sampai nasional lagi ada di sini.

Alina langsung ngerasa gugup. Dia gak bisa berhenti memperhatikan sobekan di celananya yang makin gede aja, dan ia buru-buru mengambil jaket Arion buat menutupi pahanya supaya lebih tertutup.

“Makasi, ya… Gue gak bakal bisa tenang kalau lo gak ada di sini,” kata Alina pelan, merasa malu tapi juga lega.

Di teras kantor sekolah, Direktur Eric udah berdiri bareng istri dan putrinya. Mereka semua senyum-senyum manis dan melambaikan tangan ke kamera. Arion yang mulai gandeng tangan Alina menuntun Alina menaiki tangga. Mereka langsung disambut hangat oleh Direktur Eric.

Salah satu wartawan yang lagi sibuk dengan kamera, tiba-tiba melihat mereka berdua dan mengikuti langkah mereka ke tangga.

"Nona Alina, apa betul ini Anda? Gadis yang sangat beruntung bisa masuk Horizon International Academy lewat jalur khusus?" tanya wartawan itu.

"Y-ya, benar," jawab Alina dengan suara pelan, merasa dadanya sesak banget.

Sebelum wartawan itu nanya yang lain, Alina udah lebih dulu bareng Direktur Eric yang lagi melirik Arion dengan tatapan penuh arti, kayaknya dia menyadari sesuatu.

Mata Direktur Eric langsung tertuju ke Alina, mukanya kelihatan kaget. “Alina? Saya kira kamu akan datang pakai kendaraan pribadi dan lewat pintu belakang seperti yang saya sarankan,” gumamnya bingung.

Alina langsung menahan napas, merasa kayak ada yang salah. Dia sebenarnya bohong soal punya kendaraan. Dan lewat pintu belakang, itu artinya dia harus jalan lebih jauh dua kali lipat, yang dimana bikin dia tambah capek.

Direktur Eric sendiri sudah menawarkan Alina untuk tinggal di asrama sekolah, plus uang saku yang cukup besar, tapi Alina tolak karena gak mau tinggal satu kamar sama orang-orang yang gak se-level sama dia.

Alina juga merasa cukup berutang budi sama Direktur Eric, jadi dia gak mau bikin repot lagi sama masalah lain.

“Maaf, Pak. Ada sedikit perubahan rencana,” kata Alina dengan suara rendah. “Saya cuma... mau ngerasain pengalaman baru aja.”

Direktur Eric masih keliatan terkejut, tapi dia cuma balas, “Oh gitu ya, Alina. Baiklah, selamat datang, Arion. Kami senang sekali melihat kamu bawa teman baru.”

Arion cuma senyum, tapi Alina sendiri sudah merasa pengin buru-buru kabur dari kerumunan itu. Makanya dia berharap banget Direktur Eric nggak nanya banyak soal dirinya.

Direktur Eric melanjutkan sambil merangkul istrinya, Suzenne, “Saya, istri saya, Suzenne, serta rekan saya yang terhormat, Pak Remi Mahendra Kwon yang tidak bisa hadir hari ini, kami telah memilih siswi ini jadi penerima beasiswa kami di HIA. Kami akan tanggung biaya sekolahnya, dan mendukung masa depannya. Ketika kami tahu dia bukan hanya kehilangan kedua orang tuanya, tapi juga memiliki cita-cita mulia menjadi seorang dokter, kami merasa terpanggil untuk membantu.”

Suzenne yang senyum terus, langsung bilang, “Itu luar biasa, sayang,” sambil menoleh ke suaminya.

Alina cuma bisa diam, merasa malu banget. Dia langsung menyesal karena menoleh ke arah Clarissa, yang berdiri di sisi Arion. Clarissa Clapton Wijaya adalah putri dari Direktur Eric. Dia sudah lama jadi model terkenal dan kelihatan jauh lebih cantik secara langsung dibandingkan di media sosialnya.

Alina terlihat lusuh jika dibandingkan sama Clarissa yang cantik, mirip seperti dewi. Clarissa pake gaun mini merah muda yang anggun, dan sepatu hak tinggi yang warnanya serasi dengan gaunnya.

Saat itu, tiba-tiba reporter tinggi paruh baya memanggilnya, “Eh... Nona.”

Alina langsung kaget saat mendengar ada yang memanggil, sementara Direktur Eric menambahkan, “Namanya Nona Alina.”

“Ah, ya. Terima kasih,” kata reporter itu sambil mengangguk sedikit.

“Eh, Nona.. Alina, gimana rasanya bisa mendapatkan kesempatan luar biasa yang jadi impian seluruh siswa-siswi se-Indonesia?” tanya wartawan itu.

Pertanyaan itu langsung bikin Alina merasa kayak ditinju di perut. Dia narik napas panjang, mencoba untuk tetep tenang meskipun makin banyak perhatian yang fokus ke dia.

Dengan suara sedikit serak, Alina jawab, “Sebenarnya... ini seperti mimpi. Sejujurnya, saya gak pernah nyangka bisa lanjut sekolah setelah orang tua saya... meninggal.”

Suaranya masih bergetar, meskipun dia berusaha tetap keliatan kuat, tapi rasa sakit itu nggak bisa ditutupi.

Reporter itu langsung minta maaf, “Maaf, Nona Alina, saya tidak bermaksud menyakiti perasaan Anda.”

“Gak apa-apa,” jawab Alina pelan. “Saya tahu Anda hanya melakukan pekerjaan Anda.”

Direktur Eric menyentuh bahunya dengan lembut, “Alina sudah melewati banyak hal yang sulit. Tapi saya yakin dia tidak mau orang lain tahu. Orang tua dia pasti akan sangat bangga sama dia, kalau mereka masih hidup. Saya pun sangat mengerti rasanya kehilangan, dan proses menyembuhkan luka seperti itu pasti butuh waktu.”

Air mata Alina mulai menetes, tapi dia langsung buru-buru menyeka dengan cepat. “Tapi... saya berterima kasih sekali sama Direktur Eric yang sudah memberikan kesempatan ini. Dan juga pada Pak Remi yang sudah mendukung saya,” ucapnya pelan.

Semua orang di sekitar mereka langsung diam, fokus pada Alina.

“Ya ampun itu sangat memilukan,” kata seorang reporter sambil memperhatikan Alina.

Dan kemudian, wartawan lain langsung nanya lagi, “Arion, gimana perasaanmu tentang keputusan ayahmu dan keluarga Wijaya?”

Arion yang dari tadi diam aja langsung tersenyum, dan melihatnya langsung bikin hati Alina berdebar.

“Menurut saya itu luar biasa,” jawab Arion.

“Sayangnya, Ayah gak bisa hadir. Makanya saya di sini sebagai pengganti dia. Saya harap dia nonton, supaya dia tau betapa bangganya saya karena dia bisa bantu Direktur Eric melakukan ini.”

Alina merasa terharu banget, apalagi dengan kata-kata Arion dan dukungan dari Direktur Eric. Rasanya dada Alina kayak mau meledak.

“Dan saya pengen Alina tahu, dia gak sendirian,” lanjut Arion sambil meraba punggung Alina dengan lembut. Alina langsung bergidik.

“Oh, Alina,” Clarissa tiba-tiba ngomong juga. Nada suaranya manis banget, tapi terasa berlebihan. “Menurut saya, Alina sudah mengalami hari yang berat. Pasti luar biasa bisa saling bantu di tengah situasi sulit seperti ini.”

Tatapannya penuh simpati, tapi ada kesan sinis di balik senyumnya. Clarissa juga mengedipkan matanya, kayaknya dia senang melihat orang-orang kasihan sama Alina.

Alina langsung menarik napas panjang, berusaha sabar. Sementara Clarissa terus nempel manja pada Arion. “Kenapa kita gak jalan-jalan aja?” tanya Clarissa.

“Mungkin kita bisa bantuin dia cari seragam sama buku-buku. Biar dia siap-siap buat hari pertamanya di sekolah, kan?” lanjut Clarissa lagi.

Alina sempet melirik Direktur Eric, berharap dia mengerti dan kasih izin. Kebetulan juga, Alina pengin segera keluar dari kerumunan itu.

“Kedengarannya ide yang bagus, sayang,” jawab Suzenne sambil memperhatikan Arion dan Clarissa. “Kalian bantuin dia, sementara aku dan ayah mu tunggu di sana.”

Alina merasa lega banget, 'Yah, setidaknya sekarang gue bisa nafas dengan tenang,' pikirnya.

Saat Arion menarik tangannya, Alina mulai tenang. Tapi tiba-tiba Clarissa menyalipnya dengan cepat, menyambar tangan Arion dan melewati Alina.

Alina mengangkat alis, nggak terkejut dengan kelakuan Clarissa. Tapi cuaca yang makin panas mulai mengganggu. Dia mulai berkeringat dan kepalanya pusing.

“Hei, cewek baru. Lo gak apa-apa?” tanya Arion.

“Huh.. Dia baik-baik aja, Arion!” Clarissa langsung menarik lengan Arion lagi dan bilang, “Dia bukan satu-satunya cewek di sini kok.”

“Gue cuma ngelakuin apa yang ayah kita suruh,” jawab Arion sambil menepis tangan Clarissa.

Related chapters

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Tuduhan Clarissa dan Murid Beasiswa Tampan

    Alina tersentak, merasa bingung dan sedikit terluka. "Maksud lo apa? Apa yang dilakukan ayah lo?" Arion menatapnya sejenak, lalu mengalihkan pandangannya. "Duh, Alina, jangan terlalu dipikirin deh," Clarissa memutar bola matanya dengan angkuh. "Dan tolong... jangan ganggu Arion gue lagi." Arion mendesah, memandang Clarissa frustrasi. "Gue benci banget denger lo nyebut gitu, Clarissa. Telinga gue rasanya pengen pecah! Semua ini cuma akting demi nyenengin ayah kita!" Clarissa cuma mendengus. "Lo pergi dulu deh ke kantor. Gue pengen ngomong berdua sama cewek ini." Alina penasaran dan sedikit khawatir, "Apa ya yang bakal dia bilang? Kenapa dia bisa begitu marah sama gue?" Clarissa menghentakkan kakinya ke tanah, tapi entah kenapa, dia tetap bisa menjaga penampilannya. Kuku panjang berwarna pink tua miliknya menusuk-nusuk dada Alina. "Gue nggak tau lo mau ngapain," katanya dingin, "Tapi jangan harap lo bisa main-main sama ayah gue. Gue nggak akan biarin cewek pemeras kayak l

    Last Updated : 2024-10-10
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pertikaian Arion dan Darren

    "Nama gue Darren. Dan lo... Alina, kan?” Alina mengangguk, merasa sedikit lebih nyaman. “Iya, makasih banget, Darren.” Beberapa saat kemudian, mereka udah keluar dari sana sambil bawa kantung buku. Keduanya nggak ngobrol sambil jalan, tapi Darren sesekali ngecek daftar yang ada di pintu-pintu kelas. Bel berbunyi. "Eh, ternyata kelas lo di sini," kata Darren sambil tiba-tiba menarik lengan Alina dan mereka udah sampai di ruang kelas. Clarissa, Arion, dan beberapa cowok lainnya berdiri di depan. Dua cowok lainnya kelihatan kekar dan berotot. Ketiganya bisa jadi maskot dari brosur sekolah. Tapi ketika Alina lihat Arion lagi fokus ngeliatin dia, jantungnya langsung berdebar kencang. “Setidaknya dua murid pindahan udah kenalan,” kata Arion, rahangnya yang kaku bikin wajahnya yang tegas jadi keliatan makin garang. Dari tiga cowok di sekitarnya, dia yang paling ganteng sejauh ini. “Iya, kami ketemu dan sama-sama butuh buku buat kelas hari ini,” jawab Darren dengan senyum malas

    Last Updated : 2024-10-10
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Kebaikan Alina Menolong Kakek Tua

    "Terima kasih, Nak. Mata ini sudah tak sejelas dulu... rasanya sulit mengurus semuanya sendirian.” Ia berhenti sejenak, tangannya gemetar saat mencoba menyeimbangkan dokumen di pangkuannya. “Sepertinya tangan tua ini sudah tidak sanggup lagi.” Alina menatapnya dengan lembut. Alina biasa memanggilnya Pak Hadi. Ia duduk di sebelahnya sambil mengambil dokumen dari tangannya. “Biar saya yang pegang, Pak Hadi. Anda tidak perlu khawatir, saya akan bantu.” Pak Hadi menatap Alina dengan penuh terima kasih. “Kamu selalu baik, Nak. Padahal kita nggak ada hubungan apa-apa... namun kamu seperti cucu sendiri.” Alina tersenyum kecil, menatap kakek itu dengan mata penuh kasih. “Pak Hadi, Anda nggak perlu mengatakan itu. Saya senang bisa membantu.” “Bagaimana kabar Anda hari ini?” “Sejujurnya, tidak terlalu baik,” kata Pak Hadi dengan suara pelan. “Setiap kali saya menjalani perawatan, rasanya semakin berat. Kadang, saya merasa sendirian di sini.” Alina menatapnya dengan empati. “Saya m

    Last Updated : 2024-10-10
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Terjebak Perjodohan Tak Terduga

    Semua orang di ruangan itu terdiam. Arion terkejut, sementara Alina juga terperangah, nggak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Arion ngotot, "Kakek, aku nggak mau! Kita bisa lawan ini! Jangan pikirin soal nikah, ya. Kita bakal lewatin semua ini bareng-bareng." Pak Hadi langsung bangkit dari tidurnya. "Kenapa nggak??!!" "Kamu dan Alina punya ikatan yang kuat... Kakek lihat cara kalian saling peduli. Aku cuma ingin lihat cucuku nikah sebelum aku pergi. Itu harapanku." Arion dan Alina saling pandang dengan mata terbelalak. "Apa?! Kakek, itu nggak—" Arion terhenti, bingung banget sama apa yang baru dibilang kakeknya. "Cukup!" Pak Hadi membentak. "Kalau kamu cinta sama Alina, tunjukin! Nikah sama dia! Lakuin buat kakek. Kakek ingin pergi dengan tenang, aku harus tahu kalau cucuku bakal bahagia..." Pak Hadi ngomong begitu dengan mata penuh semangat. Alina merasa... "Pak Hadi," kata Alina pelan, "Saya... saya nggak tahu apa yang bakal terjadi. Semua ini terlalu cep

    Last Updated : 2024-11-08
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Ruangan Rahasia Arion

    "Nggak, gue nggak bisa kayak gitu dengan mata gue yang sakit. Lu emang bego banget... nggak bisa mikir panjang." Alina mendelik tajam. "Ya, maaf deh gue nggak sepinter lo! Tapi kalau lo emang nggak bisa mikir jernih, jangan nyalahin gue juga dong! Mata lo sakit, tapi mulut lo lancar banget ya buat ngata-ngatain orang!" Arion menghela napas panjang, suaranya mulai melembut, "Oke, gue salah ngomong. Gue nggak mau ribut. Tapi mata gue beneran nggak bisa lihat jelas sekarang." Dia lalu melirik setir sambil mengusap matanya yang masih perih. "Pokoknya sekarang lo harus tanggung jawab. Gue nggak mau mobil ini malah nyemplung ke got gara-gara kita ribut terus." Nada bicaranya terdengar serius, tapi wajahnya sedikit memerah saat mengatakan itu. "Jangan mikir macem-macem. Gue cuma mau kita selamat sampai rumah." "Hmm yaudah, gue lakuin ini cuma biar lo sampai rumah dengan selamat aja ya, habis mata lo sembuh gue pulang?" Arion menyeringai tipis, menatap Alina dengan tatapan isen

    Last Updated : 2024-11-08
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Dituduh Jalang Karena Kesalahpahaman

    "Ah ya… gue bakal ngompres mata lo, terus nyiapin air hangatnya," gumam Alina pelan, mencoba menahan detak jantung yang makin kencang. Alina keluar dari dapur dengan napkin dan mangkuk berisi air hangat. "Sial, pelan-pelan.." Arion mengerang. Alina menggeleng pelan sambil mulai mengusap mata Arion. "Yah, mata lo tertutup. Lo harus buka kalau mau gue bersihin." "Lo ngomong gampang. Coba deh rasain sendiri sakitnya," balas Arion dengan suara tertahan. Dia akhirnya membuka matanya perlahan. Rahangnya mengeras. "Sial. Sakit banget." Alina mengambil beberapa tisu dari tas kecilnya. "Harusnya ini cepat membaik... atau ya, semoga aja." Tatapan Arion tiba-tiba jatuh ke mulut Alina. Dia menjilat bibir bawahnya perlahan. Kepalanya sedikit menunduk, sementara Alina mendekat tanpa sadar. Tangan Alina sempat menyentuh dada Arion. Hangat. Otot dadanya terasa jelas di bawah telapak tangannya. Tapi begitu pandangannya jatuh ke leher Arion yang sedikit basah, dia langsung ter

    Last Updated : 2024-11-09
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Alina : Jaga Harga Diri dan Nggak Mengejar Harta

    Arion duduk di samping Alina, matanya membulat, keningnya berkerut dalam. Dia kelihatan beneran kaget. Tanpa bilang apa-apa, dia langsung menarik Alina ke dalam pelukannya. Tangannya yang kuat m membungkus tubuh Alina, sementara satu tangannya lagi lembut mengusap punggung Alina. "Alina... maafin gue. Gue bener-bener nggak tahu," suaranya bergetar. Pelukan Arion memang hangat, tapi kata-katanya malah makin bikin hati Alina remuk. Rasanya seperti Arion nambahin luka di tempat yang sudah perih. "Direktur Eric... dia nggak pernah kasih beasiswa gitu aja ke orang asing, tanpa alasan. Dan lo datang tiba-tiba, semuanya terasa mencurigakan," lanjut dia pelan. "Clarissa yang pertama kali nyebarin fitnah itu." Alina terdiam. Begitu dengar nama itu, Alina langsung mengangkat kepala sambil mengigit bibirnya sendiri, berusaha menahan air mata yang sudah mengalir. “Clarissa?” gumamnya penuh emosi. “Oh, nggak heran sih. Selalu aja dia...” Alina menyesal banget nangis gara-gara hal konyol kay

    Last Updated : 2024-11-10
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Satu Hari Sebelum Pernikahan

    "Gue ngerti, kita nikah ini cuma formalitas buat kakek gue. Tapi gue gak akan tinggal diam kalau lo dalam masalah." Alina mengerutkan kening. "Gue gak minta lo jagain gue. Gue bisa urus diri gue sendiri." "Gue tahu lo bisa," Arion menjawab cepat, nadanya tegas. "Tapi gue gak akan diem aja kalau lo kesusahan. Itu bukan soal minta atau gak minta. Itu tanggung jawab gue." Arion memandang Alina dengan intensitas yang membuatnya sulit berpaling. Mata gelap cowok itu memancarkan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata—sesuatu yang mendesak, hampir mendominasi. "Lo bisa bilang apa pun sekarang, Lin. Tapi gue gak akan biarin lo jalan sendirian, apalagi setelah kita nikah. Kita ini tim. Suka atau gak suka, lo harus terima itu." "Lo selalu ngomong kayak gitu. Tapi kenyataannya, lo cuma mau ngontrol gue. Gue gak butuh penjaga. Gue gak butuh siapapun buat nyelamatin gue." "Terserah lo mau mikir apa," balas Arion, nadanya dingin namun tegas. "Tapi gue gak akan biarin lo hil

    Last Updated : 2024-11-10

Latest chapter

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Arion & Alina: Cinta dalam Sembunyi

    Alina menegang. Dia bisa merasakan suasana di ruangan ini berubah drastis—udara jadi lebih berat, dan tatapan Arion menggelap, penuh amarah. "Mulut lo itu," Arion mendekat selangkah, bahunya menegang. "Mau gue bikin diem?" Pria itu hanya menyeringai kecil, ekspresinya sama sekali nggak terpengaruh oleh nada tajam yang keluar dari mulut Arion. "Santai aja kali. Lagian Alina juga kayaknya seneng gue disini... By the way, kok lo balik sama Alina?" "Tch," Arion mendecakkan lidahnya, melepaskan genggaman tangannya dari Alina. "Suka-suka gue mau bawa dia kemana aja." Daniel menyipitkan mata, senyumnya tipis tapi penuh arti. "Kenapa lo bawa dia ke sini?" Dia melipat tangan di dada, menatap Arion dengan penuh minat. "Bukannya dia tinggal bareng Clarissa di villa Direktur Eric?" Alina menahan napas, berharap bisa menghilang saat itu juga. Arion melipat tangan di dada, wajahnya tanpa ekspresi. "Emangnya nggak boleh?" Daniel terkekeh, mengangkat bahu santai. "Boleh-boleh aj

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pertama Kali Masuk ke Vila Mertua

    Saat Arion menarik dirinya dari Alina, dia hanya melemparkan pandangan tajam ke Clarissa. "Ini cuma awal, Clar. Jangan ganggu hidup kami lagi." Alina, masih terengah-engah, menatap Arion—antara cemas dan bingung, belum sepenuhnya siap untuk apa yang baru saja terjadi. Tapi satu hal yang jelas, dia tahu ini bukanlah akhir dari cerita mereka. Clarissa tertawa sinis, matanya berkilat penuh amarah. "Gila. Ini semua nggak beneran kan?" "Gue nggak peduli apa yang lo pikirin." Arion menghela napas sambil menutup ritsleting koper Alina dengan gerakan cepat, lalu menarik koper itu dan menggulirkannya ke arah pintu. Clarissa masih berdiri di sana, menghalangi jalan. "Apa yang lo pikir lo lakuin?!" "Dia datang ke sini sama gue," lanjut Clarissa, nadanya penuh klaim kepemilikan. Arion menyeringai sinis. "Oh, iya? Kedengerannya lebih kayak lo bawa dia ke sini buat jadi samsak tinju lo." Dia melipat tangan di dada, menatap Clarissa dengan penuh penghinaan. "Dia bakal lebih aman d

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pernikahan Rahasia yang Harus Clarissa Percaya

    “Jangan bandingin Alina sama nyokap gue.” Arion mendengus, ekspresinya penuh rasa muak. “Lo nggak tahu apa-apa tentang dia, jadi stop ngomong asal.” Alina meletakkan tangannya di punggung Arion, berusaha menenangkannya. Tapi tubuh Arion justru makin tegang, jelas dia sedang berusaha menahan amarahnya. Clarissa melipat tangan dan memutar matanya. “Ya ampun, lo bisa yakin dari mana? Gara-gara dia pura-pura kena serangan panik di pesawat? Jangan bego, deh. Itu cuma otak bawah lo yang ngomong. Atau lebih tepatnya, kelamin lo.” Ruangan langsung terasa lebih sunyi. Napas Arion terdengar berat, dan Alina merasa seperti ada sesuatu yang akan meledak kapan saja. "Lo tahu nggak sih kalau Alina tiap hari jalan kaki ke sekolah?" "Terus kenapa?" Clarissa menatap malas sambil menghentakkan kakinya. "Lo juga tahu nggak kalau dia pulang kerja malem-malem, sendirian, pas keadaan udah nggak aman?" Clarissa mengangkat bahu santai. "Tapi nyatanya dia baik-baik aja, kan?" "Terus k

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pengakuan Arion

    Loly ketawa di ujung telepon. “Gue ngerti lo pengen banget sampai dia... you know, keluar di dalem. Tapi please, jangan lakuin itu—” “Apa sih? Nggak bakal lah,” Alina memotong cepat sebelum menutup telepon. Dia mendengus. Hamil di saat hidupnya masih berantakan? Itu hal terakhir yang Alina butuhkan. Dan dia juga nggak bakal pernah ngelakuin itu sama Arion. Rasa penasaran menggelitik dirinya saat dia berjalan cepat ke pintu belakang. Begitu dibuka, seorang cowok berdiri di ambang pintu, posturnya memenuhi kusen pintu. Celana jins dan kemeja polo warna sage yang dia pakai begitu pas di badannya. Mata cokelatnya berkilat jahil. “Hei. Lo pasti kangen sama gue.” Alina mendengus, melipat tangan di dada. “Gue kira lo tukang service mesin cuci.” Arion terkekeh pendek sebelum menariknya dalam ciuman. Alina nggak ragu buat membalas. Tangannya mencengkeram kerah bajunya, menariknya lebih dekat. Lidah mereka beradu, napas saling berburu. Arion menggeram rendah, memeluknya erat

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Loly : Jaga Arion Sebelum Kehilangan

    Dengan langkah cepat, Alina keluar dari toko dan berdiri di luar. Udara segar sedikit membantunya bernapas lebih lega. Rasa sepi tiba-tiba menyerangnya. Dia rela ngelakuin apa aja buat bisa menelepon orang tuanya. Untuk sekadar denger suara mereka lagi. Tapi sayangnya itu cuma angan-angan. Nggak ada yang bakal nyariin dia lagi. *** Beberapa jam kemudian, Alina menemukan sedikit penghiburan di kamar sementaranya... kalau bisa dibilang begitu. Kamar itu gede banget, dua kali lipat ukuran ruang tamu rumah yang pernah dia tinggali sama orang tuanya dulu. Dia rebahan di atas tempat tidur king-size dengan headboard berbulu warna krem, matanya menatap kosong ke dinding putih pucat. Bahkan seprai di kasur itu putih dan krem, seakan-akan orang yang mendekorasi ruangan ini benci warna-warna cerah. Tapi jendelanya rapi, bagian atasnya melengkung, dan langsung menghadap halaman belakang. Sebuah TV besar tergantung di dinding, dan tanpa banyak berpikir, dia menyalakannya. Ponselnya b

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Musuh dalam Selimut

    "Iya, Pak. Ini kamar pasiennya," jawab suara perempuan, mungkin perawat yang berjaga. "Kami sudah usir wartawan, dan kami bakal pastikan nggak ada orang luar yang masuk sembarangan." "Bagus," kata suara laki-laki itu. "Anak ini udah cukup menderita. Dia nggak perlu media sok tahu ganggu hidupnya. Yang terpenting adalah dia bisa sembuh dan melanjutkan hidup. Itulah alasan saya ada di sini." Dia berhenti sebentar. "Ini, ambil kartu nama saya. Semua biaya rumah sakit yang nggak ditanggung asuransi, saya yang bayar." "Baik, Pak!" "Oh iya, satu lagi." Suaranya jadi lebih rendah, tapi tetep tegas. "Nggak ada yang boleh ngomong sama dia tanpa seizin saya. Ngerti?" Alina duduk tegak di tempat tidurnya, jantungnya mulai deg-degan. Itu suara yang dia kenal. Suara yang biasa dia dengar di TV atau berita politik. Orang itu… Eric Clapton Wijaya. Direktur Horizon International Academy. Kenapa dia ada di sini? Dia nggak perlu nunggu lama buat dapat jawaban. Pintu kamar

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Flashback: Setelah Kecelakaan yang Merenggut Nyawa Ibu Alina

    Alina menelan ludah. Tawanya hampir pecah cuma karena mendengar angka itu. "Bajunya bagus, tapi makasih." "Lo gak seru," Tasha mendengus lalu kembali membolak-balik pakaian. Sementara itu, Clarissa dan Tasha terus memilih baju satu per satu, menyerahkannya pada pramuniaga untuk ditaruh di ruang ganti. Setelah sekitar empat puluh lima menit, Tasha akhirnya berkata, "Gue mau coba beberapa baju." "Gue nyusul," sahut Clarissa tanpa mengalihkan pandangan dari rak pakaian. "Jangan mutusin apa pun sebelum gue lihat itu di badan lo." Saat Tasha bergegas pergi, Clarissa melangkah cepat ke arah Alina, membawa gaun ungu yang tadi sempat ia tunjukkan. Alina tahu ada sesuatu yang direncanakan Clarissa. Kepalanya berteriak ingin kabur, tapi nggak ada tempat untuk lari. "Inget ya," desis Clarissa. "Apa?" Clarissa menusukkan jarinya ke dada Alina, senyumnya menghilang. "Lo tuh nggak cocok ada di sini." Alina cuma terkekeh sinis. "Lo yang ngajak gue ke sini, inget? Atau lo udah

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Dijebak di Sarang Sosialita

    Arion baru aja buka mulut, "Tasha, udah tiga bulan sejak terakhir kali gue ketemu lo—" Tapi sebelum dia bisa lanjut, Tasha buru-buru menjatuhkan ponselnya ke meja. "Ayah! Please deh! Aku kan juga mau shopping!" Arion cuma diam, cahaya emas di matanya meredup. Awalnya, dia emang mau ngobrol sama adik tirinya, tapi jelas-jelas belanja lebih menarik buat Tasha daripada kakaknya sendiri. Pak Remi Mahendra melirik putrinya, alisnya berkerut. "Tapi Arion baru sampai, kan?" "Biarin aja, Yah. Lebih baik Tasha ikut jalan-jalan dengan Clarissa daripada dia sibuk main hp terus," kata Nyonya Mahendra sambil mengusap lengan suaminya. Pak Remi menghela napas pelan. Dengan ekspresi datar Arion mengibaskan tangannya. "Udahlah, biarin aja dia. Aku juga butuh istirahat." Suasana makin canggung. Arion berharap bisa punya waktu bareng keluarganya, tapi yang dia dapet malah ini. Tasha bahkan lebih milih jalan sama Clarissa daripada ngobrol sama kakaknya sendiri. Akhirnya, Pak Remi nge

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Perkumpulan Keluarga Wijaya dan Mahendra

    "Jangan bikin malu ya, Nak. Kamu tahu sendiri dunia olahraga ini kayak apa. Nggak cukup cuma jadi pemain bagus. Kamu harus jadi yang terbaik! Kita udah usaha keras buat sampai di titik ini, jangan sampai sia-sia. Ayah yakin kamu bisa!" Pak Remi menepuk bahu Arion lagi, kali ini lebih keras. Arion mengangguk kecil, tapi ekspresi kosong masih menghiasi wajahnya. Nyonya Mahendra mengangguk singkat ke arah Arion, tapi tetap berdiri di samping putrinya, yang namanya—dari yang Arion pernah bilang—adalah Tasha Mahendra. Keduanya sama-sama berambut ikal, tapi mata Tasha lebih tajam dan dalam seperti ayahnya, bukan mata bulat lebar seperti ibunya. Tasha kelihatan keren dengan crop top hitam branded, rok mini denim, dan sneakers putih. Sementara Nyonya Mahendra mengenakan setelan celana panjang warna putih yang pas di tubuhnya. Tasha bahkan nggak repot-repot buat menoleh atau sekadar menyapa kakaknya. Pandangannya tetap terkunci di layar ponselnya, jarinya lincah mengetik entah apa.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status