Home / Young Adult / Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku / Terjebak Perjodohan Tak Terduga

Share

Terjebak Perjodohan Tak Terduga

Author: Bibiefenimmm
last update Last Updated: 2024-11-08 12:15:09

Semua orang di ruangan itu terdiam. Arion terkejut, sementara Alina juga terperangah, nggak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.

Arion ngotot, "Kakek, aku nggak mau! Kita bisa lawan ini! Jangan pikirin soal nikah, ya. Kita bakal lewatin semua ini bareng-bareng."

Pak Hadi langsung bangkit dari tidurnya. "Kenapa nggak??!!"

"Kamu dan Alina punya ikatan yang kuat... Kakek lihat cara kalian saling peduli. Aku cuma ingin lihat cucuku nikah sebelum aku pergi. Itu harapanku."

Arion dan Alina saling pandang dengan mata terbelalak. "Apa?! Kakek, itu nggak—" Arion terhenti, bingung banget sama apa yang baru dibilang kakeknya.

"Cukup!" Pak Hadi membentak. "Kalau kamu cinta sama Alina, tunjukin! Nikah sama dia! Lakuin buat kakek. Kakek ingin pergi dengan tenang, aku harus tahu kalau cucuku bakal bahagia..."

Pak Hadi ngomong begitu dengan mata penuh semangat. Alina merasa...

"Pak Hadi," kata Alina pelan, "Saya... saya nggak tahu apa yang bakal terjadi. Semua ini terlalu cepat."

"Saya nggak minta jawaban sekarang. Tapi pikirinlah, Alina. Arion, pikirin apa yang kamu bisa lakukan buat kakekmu."

Keduanya terdiam. Alina merasa terjebak, tapi juga kasihan.

Tiba-tiba, pintu ruang gawat darurat terbuka, dan seorang dokter masuk. "Pak Hadi, kita harus segera pindahkan Anda ke ruang operasi!"

Sebelum pergi, Pak Hadi sempat menatap Arion dan Alina sekali lagi, lalu berkata, "Ingat... cinta itu hal terindah di dunia."

Pak Hadi pun dibawa pergi, dan hilang di balik pintu. Alina dan Arion saling pandang.

"Jangan bilang lo bener-bener mikir kita bisa ngelakuin ini..." Alina ngomong duluan.

Arion tertawa sambil ngelap air matanya yang masih keluar, "Kayaknya kita nggak punya pilihan, deh."

Setelah itu, mereka jalan ke parkiran tanpa ngomong apa-apa, masing-masing tenggelam dalam pikirannya.

Alina merasa nggak bisa ninggalin Arion karena kasihan. Kakek Arion lagi sekarat dan tiba-tiba minta sesuatu yang nggak mungkin: menikahi cucunya, Arion.

Arion nyetir mobil dengan rahang yang keras. Alina menoleh ke dia, melihat wajah Arion yang terdiam. Dia mendesah, kesal banget sama situasi konyol yang baru aja terjadi.

"Lo serius?"

"Lo bener-bener mikir kalau gue bakal setuju sama ini? Gila aja!"

Kata-kata "Nikah" nyangkut di tenggorokan Alina, tapi dia sadar kalau Arion nggak pantas nikahin dia. Amarahnya mulai menyala.

Alina tertawa pahit. Tawa yang terasa aneh dan penuh kesakitan. Semua ketakutannya tentang kematian ibunya datang lagi... Disini, di samping Arion.

"Ini semua konyol tahu nggak..." gumamnya.

"Ini pasti rencana licik lo, kan? Lo pikir gue bodoh? Lo cuma tertarik sama badan gue. Dasar lo cowok mesum!" teriak Alina penuh amarah.

BRAKK!

Arion tiba-tiba menghentak setirnya sangat keras, dan mobil menabrak tempat sampah di pinggir jalan.

KLONTANGGG

Tempat sampah itu terguling, dan suara kerasnya ngegema di jalan sepi. Untungnya udah larut malam, nggak ada orang yang lewat.

"Apa-apaan lo!" teriak Alina, kaget dan langsung mencengkeram kursinya.

Arion balik menatap Alina, matanya merah—entah karena air mata cabai atau karena marah.

"Mesum? Lo pikir gue ngelakuin ini cuma karena tertarik sama lo? Lo salah besar! Gue nggak peduli soal badan lo, Alina! Gue cuma... gue cuma..."

Kalimatnya terhenti, napasnya berat dan frustrasi. Keheningan melanda mereka, tapi kali ini rasanya lebih intens.

Arion terus ngusap matanya dengan panik, berusaha ngurangin rasa perih yang membakar.

"Gue janji... gue bakal kasih apa aja yang lo mau. Apa pun itu... asal lo setuju sama permintaan kakek gue," katanya dengan suara serak.

"Dan gue tahu lo lagi kesulitan soal keuangan. Jadi, ya, tawaran gue menarik. Lo cuma perlu setuju."

Alina ngeliatin Arion dengan penuh curiga. Harga dirinya merasa diinjak-injak. Amarahnya makin besar.

"Jadi, lo pikir gue bakal nikah sama lo cuma karena lo bisa nolong gue secara finansial?" tanya Alina dengan dingin.

"Jangan harap! Gue nggak akan pernah nikah sama lo, Arion. Gak peduli berapa banyak uang yang lo tawarin!"

"Gue tahu ini kedengerannya gila... Tapi, kakek adalah satu-satunya keluarga yang peduli sama gue. Di rumah...," dia berhenti sebentar, wajahnya tiba-tiba muram, "Ortu gue... mereka nggak pernah peduli."

Alina liatin Arion, kali ini nggak ngomong apa-apa. Dia bisa ngerasain betapa dalamnya hubungan Arion sama kakeknya, dan itu mulai ngerubah pandangannya.

"Kakek satu-satunya yang peduli sama gue sejak kecil. Kalau nikah sama lo bisa bikin dia tenang... gue bakal lakuin."

Tiba-tiba Arion terus mengelap matanya lagi.

"Sialan! Kalau gue buta karena ini, gue nggak akan pernah maafin lo, Alina. Gue bakal buat lo nyesel!"

Alina mendesah panjang. Baru aja dia ngerasa simpati, Arion malah marah-marah lagi.

Tapi Alina mulai sadar, dan dia menelan ludah. Perasaan tanggung jawab mulai menghantuinya, apalagi pas liat Arion terpejam, wajahnya basah karena air mata.

Dan semuanya makin parah. Kayaknya Arion nggak bisa lanjut perjalanan ini.

"Di mana ponsel lo? Gue bakal telepon teman lo buat jemput," kata Alina, suara tegas tapi masih ngotot.

"Sialan, nggak!" Arion mukul setir. "Gue nggak mau mereka tahu tentang ini."

Dia bayangin temannya tahu dia disemprot cabai sama Alina. Pasti bakal jadi bahan ketawaan.

Alina ngeluarin napas panjang, lalu berbisik, "Nyusahin banget sih..."

Arion denger dan nengok. "Apa lo bilang?"

"Ah, nggak... nggak ada," jawab Alina cepat, menghindari konfrontasi lebih lanjut.

Arion meringis kesakitan. "Kita bisa balik ke rumah sakit buat bilas mata lo dengan air. Kalau lo gosok terus, bakalan makin parah."

"Nggak... di sana ada pelayan kakek."

Alina tepuk jidatnya. Benar juga. Dia nggak mau balik ke sana. Sekarang, satu-satunya yang dia harapin saat ini adalah lebih baik ninggalin Arion sendirian di sini.

"Lo bisa nyetir?"

"Enggak. Eh, maksudnya... gue pernah nyetir beberapa kali waktu kelas satu, pake mobil temen. Tapi nggak terlalu lancar."

"Bagus," kata Arion, dia memencet tombol hingga kursinya mundur sedikit untuk kasih ruang. "Kita bisa kerjasama."

"Gue masih sanggup injek gas, jadi lo yang putar setir, dan kita pulang ke rumah gue."

Alina bengong. Matanya ngeliatin Arion. Apa dia udah gila, nyuruh dirinya duduk di pangkuannya sambil nyetir?

"Lo yakin nggak mau gue bantu buat teleponin salah satu temen lo, anggota tim futsal, atau..."

Tenggorokan Alina tercekat, tapi dia maksa nama berikutnya keluar. "Clarissa?"

"Gue tahu. Lo pasti pengen banget telepon Darren," Arion senyum, ngejek, keliatan mengintimidasi.

"Tapi, nggak, Alina. Lo yang bikin gue kaya gini. Lo sendiri yang harus beresin kekacauan ini..."

Alina tarik napas panjang, dan akhirnya dia pindah duduk di pangkuan Arion.

"Oke. Tapi jangan coba-coba ngelakuin hal aneh-aneh sama gue ya."

Related chapters

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Ruangan Rahasia Arion

    "Nggak, gue nggak bisa kayak gitu dengan mata gue yang sakit. Lu emang bego banget... nggak bisa mikir panjang." Alina mendelik tajam. "Ya, maaf deh gue nggak sepinter lo! Tapi kalau lo emang nggak bisa mikir jernih, jangan nyalahin gue juga dong! Mata lo sakit, tapi mulut lo lancar banget ya buat ngata-ngatain orang!" Arion menghela napas panjang, suaranya mulai melembut, "Oke, gue salah ngomong. Gue nggak mau ribut. Tapi mata gue beneran nggak bisa lihat jelas sekarang." Dia lalu melirik setir sambil mengusap matanya yang masih perih. "Pokoknya sekarang lo harus tanggung jawab. Gue nggak mau mobil ini malah nyemplung ke got gara-gara kita ribut terus." Nada bicaranya terdengar serius, tapi wajahnya sedikit memerah saat mengatakan itu. "Jangan mikir macem-macem. Gue cuma mau kita selamat sampai rumah." "Hmm yaudah, gue lakuin ini cuma biar lo sampai rumah dengan selamat aja ya, habis mata lo sembuh gue pulang?" Arion menyeringai tipis, menatap Alina dengan tatapan isen

    Last Updated : 2024-11-08
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Dituduh Jalang Karena Kesalahpahaman

    "Ah ya… gue bakal ngompres mata lo, terus nyiapin air hangatnya," gumam Alina pelan, mencoba menahan detak jantung yang makin kencang. Alina keluar dari dapur dengan napkin dan mangkuk berisi air hangat. "Sial, pelan-pelan.." Arion mengerang. Alina menggeleng pelan sambil mulai mengusap mata Arion. "Yah, mata lo tertutup. Lo harus buka kalau mau gue bersihin." "Lo ngomong gampang. Coba deh rasain sendiri sakitnya," balas Arion dengan suara tertahan. Dia akhirnya membuka matanya perlahan. Rahangnya mengeras. "Sial. Sakit banget." Alina mengambil beberapa tisu dari tas kecilnya. "Harusnya ini cepat membaik... atau ya, semoga aja." Tatapan Arion tiba-tiba jatuh ke mulut Alina. Dia menjilat bibir bawahnya perlahan. Kepalanya sedikit menunduk, sementara Alina mendekat tanpa sadar. Tangan Alina sempat menyentuh dada Arion. Hangat. Otot dadanya terasa jelas di bawah telapak tangannya. Tapi begitu pandangannya jatuh ke leher Arion yang sedikit basah, dia langsung ter

    Last Updated : 2024-11-09
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Alina : Jaga Harga Diri dan Nggak Mengejar Harta

    Arion duduk di samping Alina, matanya membulat, keningnya berkerut dalam. Dia kelihatan beneran kaget. Tanpa bilang apa-apa, dia langsung menarik Alina ke dalam pelukannya. Tangannya yang kuat m membungkus tubuh Alina, sementara satu tangannya lagi lembut mengusap punggung Alina. "Alina... maafin gue. Gue bener-bener nggak tahu," suaranya bergetar. Pelukan Arion memang hangat, tapi kata-katanya malah makin bikin hati Alina remuk. Rasanya seperti Arion nambahin luka di tempat yang sudah perih. "Direktur Eric... dia nggak pernah kasih beasiswa gitu aja ke orang asing, tanpa alasan. Dan lo datang tiba-tiba, semuanya terasa mencurigakan," lanjut dia pelan. "Clarissa yang pertama kali nyebarin fitnah itu." Alina terdiam. Begitu dengar nama itu, Alina langsung mengangkat kepala sambil mengigit bibirnya sendiri, berusaha menahan air mata yang sudah mengalir. “Clarissa?” gumamnya penuh emosi. “Oh, nggak heran sih. Selalu aja dia...” Alina menyesal banget nangis gara-gara hal konyol kay

    Last Updated : 2024-11-10
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Satu Hari Sebelum Pernikahan

    "Gue ngerti, kita nikah ini cuma formalitas buat kakek gue. Tapi gue gak akan tinggal diam kalau lo dalam masalah." Alina mengerutkan kening. "Gue gak minta lo jagain gue. Gue bisa urus diri gue sendiri." "Gue tahu lo bisa," Arion menjawab cepat, nadanya tegas. "Tapi gue gak akan diem aja kalau lo kesusahan. Itu bukan soal minta atau gak minta. Itu tanggung jawab gue." Arion memandang Alina dengan intensitas yang membuatnya sulit berpaling. Mata gelap cowok itu memancarkan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata—sesuatu yang mendesak, hampir mendominasi. "Lo bisa bilang apa pun sekarang, Lin. Tapi gue gak akan biarin lo jalan sendirian, apalagi setelah kita nikah. Kita ini tim. Suka atau gak suka, lo harus terima itu." "Lo selalu ngomong kayak gitu. Tapi kenyataannya, lo cuma mau ngontrol gue. Gue gak butuh penjaga. Gue gak butuh siapapun buat nyelamatin gue." "Terserah lo mau mikir apa," balas Arion, nadanya dingin namun tegas. "Tapi gue gak akan biarin lo hil

    Last Updated : 2024-11-10
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Fitting Gaun Pengantin

    Di depan mereka berdiri sebuah butik pengantin mewah dengan logo mengilap. Hiasan di etalase toko terlihat mahal, seperti sengaja memamerkan gaun-gaun pengantin yang pasti harganya bikin dompet Alina nangis. 'Ini toko baju doang. Tapi kenapa rasanya kayak mau masuk istana? Gue bahkan nggak tahu harus mulai ngomong apa di depan mbak-mbak SPG-nya. 'Halo, gue calon pengantin nggak niat, tolong kasih gue diskon.' Ya nggak mungkin kan?' "Lo serius ngajak gue masuk ke situ?" Alina akhirnya buka suara. Arion cuma tersenyum tipis sambil melempar pandangan ke arah butik. "Ya emang. Kenapa? Lo takut sama manekin?" "Bukan takut. Gue cuma nggak yakin gue cocok di tempat kayak gitu. Lo lihat nggak itu? Tempatnya terlalu... mahal." Arion mengangkat alis, berusaha menahan tawa. "Ya iyalah mahal. Gue nggak mungkin bawa lo ke toko pinggir jalan buat beli gaun pengantin." "Gue cuma mau bilang..." Alina menggantung kalimatnya, gengsinya jelas terlihat. "Gue nggak yakin gue pantes di situ." Arion

    Last Updated : 2024-11-10
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Tidak Sengaja Bertemu Sosok Daniel

    Arion masih memperhatikan Alina dari ujung kaki sampai ujung kepala, sambil tersenyum licik. Alina langsung geleng-geleng kepala, sambil melipat bibir. "Susah banget sih lo? Gue cuma coba gaun, nggak ada yang perlu lo olok-olok gitu." Arion ketawa kecil, "Nggak ada yang lebih lucu daripada ngeliat lo pake gaun pengantin, serius deh." Alina cuma bisa menggerutu dalam hati, sambil berbalik masuk ke ruang ganti lagi. "Pantesan aja lo nggak pernah romantis. Lo selalu aja pengen ngejek gue." "Romantis? Gue lebih suka jujur. Dan jujur aja, lo bakal lebih cocok jadi ratu balap daripada pengantin." Alina menghela napas berat, "Sumpah, lo bikin gue kesel." Tapi di balik semuanya, dia masih nggak bisa nahan senyum kegelian. Entah kenapa, olokan Arion yang aneh itu malah bikin suasana jadi lebih ringan, meskipun tetep aja... bikin kesel. Alina merasa gugup ketika pakai gaun terakhir. Gaun itu nggak kayak yang sebelumnya, ini agak sedikit terbuka, dengan potongan V di dada yang sedikit l

    Last Updated : 2024-11-11
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Menuju Pernikahan Arion dan Alina

    Alina langsung mendongak, kaget banget sama jawabannya. Tapi dia buru-buru menutup ekspresinya. Senyum yang dipaksakan muncul, meski dalam hati dia udah pengen ngedumel. Cewek itu malah ketawa. “Oh, gue kira pacar baru lo! Tapi gue ngerti kok. Pokoknya sukses buat lo di tim nasional nanti!” Arion cuma senyum kecil dan angguk sopan. “Makasih atas dukungannya.” Alina diam aja sepanjang mereka jalan menuju boarding. Tapi dalam hati, dia nyumpahin Arion, 'Lo bakal gue labrak abis ini, dasar pangeran palsu!' Setelah masuk ke area boarding dan duduk di ruang tunggu, Alina akhirnya nggak bisa nahan diri lagi. Dia melirik ke arah Arion yang lagi asyik scrolling HP-nya dengan ekspresi santai, seolah nggak ada yang terjadi. “Gue nggak habis pikir, kenapa lo harus bilang gue pembantu?” Alina mulai dengan emosi. Arion berhenti main HP dan melirik Alina sekilas. “Ya emang bener kan?” jawabnya enteng, tanpa rasa bersalah sedikit pun. Alina langsung ngekerutkan alis. “Maksud lo apa?” Arion

    Last Updated : 2024-11-11
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Cincin, Janji, dan Drama Seumur Hidup

    Upacara pernikahan itu sederhana banget, cuma dihadiri sama kakeknya Arion, Pak Hadi, dan beberapa orang terdekat. Walaupun sederhana, suasananya nggak ada sakral-sakralnya—lebih kayak dua orang yang sama-sama gengsi, saling melontarkan lirikan tajam. Waktu gilirannya, Arion langsung menggenggam tangan Alina. “Gue bakal pegang kendali di sini,” katanya sambil senyum kecil yang bikin Alina mau menginjak kakinya. Tangannya sih lembut, tapi sikapnya? Nyebelin banget. Arion menunduk sedikit dan berbisik sambil nahan senyum. “Siap-siap jadi Nyonya Kwon yang selalu nurut sama suaminya.” Alina balas pelan, sengaja dengan nada sinis, “Lo mimpi kali, Arion. Nyonya Kwon nggak bakal ‘tunduk’ segampang itu.” Pemimpin upacara melirik mereka berdua dengan tatapan setengah kesal waktu Arion akhirnya diminta mengucap janji. Dia tatap Alina dengan senyum yang—jujur aja—bikin Alina kepengen melempar bunga dari tangannya. “Mulai hari ini, lo resmi jadi milik gue. Siap-siap, jangan nangis kalau gue

    Last Updated : 2024-11-12

Latest chapter

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Arion & Alina: Cinta dalam Sembunyi

    Alina menegang. Dia bisa merasakan suasana di ruangan ini berubah drastis—udara jadi lebih berat, dan tatapan Arion menggelap, penuh amarah. "Mulut lo itu," Arion mendekat selangkah, bahunya menegang. "Mau gue bikin diem?" Pria itu hanya menyeringai kecil, ekspresinya sama sekali nggak terpengaruh oleh nada tajam yang keluar dari mulut Arion. "Santai aja kali. Lagian Alina juga kayaknya seneng gue disini... By the way, kok lo balik sama Alina?" "Tch," Arion mendecakkan lidahnya, melepaskan genggaman tangannya dari Alina. "Suka-suka gue mau bawa dia kemana aja." Daniel menyipitkan mata, senyumnya tipis tapi penuh arti. "Kenapa lo bawa dia ke sini?" Dia melipat tangan di dada, menatap Arion dengan penuh minat. "Bukannya dia tinggal bareng Clarissa di villa Direktur Eric?" Alina menahan napas, berharap bisa menghilang saat itu juga. Arion melipat tangan di dada, wajahnya tanpa ekspresi. "Emangnya nggak boleh?" Daniel terkekeh, mengangkat bahu santai. "Boleh-boleh aj

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pertama Kali Masuk ke Vila Mertua

    Saat Arion menarik dirinya dari Alina, dia hanya melemparkan pandangan tajam ke Clarissa. "Ini cuma awal, Clar. Jangan ganggu hidup kami lagi." Alina, masih terengah-engah, menatap Arion—antara cemas dan bingung, belum sepenuhnya siap untuk apa yang baru saja terjadi. Tapi satu hal yang jelas, dia tahu ini bukanlah akhir dari cerita mereka. Clarissa tertawa sinis, matanya berkilat penuh amarah. "Gila. Ini semua nggak beneran kan?" "Gue nggak peduli apa yang lo pikirin." Arion menghela napas sambil menutup ritsleting koper Alina dengan gerakan cepat, lalu menarik koper itu dan menggulirkannya ke arah pintu. Clarissa masih berdiri di sana, menghalangi jalan. "Apa yang lo pikir lo lakuin?!" "Dia datang ke sini sama gue," lanjut Clarissa, nadanya penuh klaim kepemilikan. Arion menyeringai sinis. "Oh, iya? Kedengerannya lebih kayak lo bawa dia ke sini buat jadi samsak tinju lo." Dia melipat tangan di dada, menatap Clarissa dengan penuh penghinaan. "Dia bakal lebih aman d

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pernikahan Rahasia yang Harus Clarissa Percaya

    “Jangan bandingin Alina sama nyokap gue.” Arion mendengus, ekspresinya penuh rasa muak. “Lo nggak tahu apa-apa tentang dia, jadi stop ngomong asal.” Alina meletakkan tangannya di punggung Arion, berusaha menenangkannya. Tapi tubuh Arion justru makin tegang, jelas dia sedang berusaha menahan amarahnya. Clarissa melipat tangan dan memutar matanya. “Ya ampun, lo bisa yakin dari mana? Gara-gara dia pura-pura kena serangan panik di pesawat? Jangan bego, deh. Itu cuma otak bawah lo yang ngomong. Atau lebih tepatnya, kelamin lo.” Ruangan langsung terasa lebih sunyi. Napas Arion terdengar berat, dan Alina merasa seperti ada sesuatu yang akan meledak kapan saja. "Lo tahu nggak sih kalau Alina tiap hari jalan kaki ke sekolah?" "Terus kenapa?" Clarissa menatap malas sambil menghentakkan kakinya. "Lo juga tahu nggak kalau dia pulang kerja malem-malem, sendirian, pas keadaan udah nggak aman?" Clarissa mengangkat bahu santai. "Tapi nyatanya dia baik-baik aja, kan?" "Terus k

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pengakuan Arion

    Loly ketawa di ujung telepon. “Gue ngerti lo pengen banget sampai dia... you know, keluar di dalem. Tapi please, jangan lakuin itu—” “Apa sih? Nggak bakal lah,” Alina memotong cepat sebelum menutup telepon. Dia mendengus. Hamil di saat hidupnya masih berantakan? Itu hal terakhir yang Alina butuhkan. Dan dia juga nggak bakal pernah ngelakuin itu sama Arion. Rasa penasaran menggelitik dirinya saat dia berjalan cepat ke pintu belakang. Begitu dibuka, seorang cowok berdiri di ambang pintu, posturnya memenuhi kusen pintu. Celana jins dan kemeja polo warna sage yang dia pakai begitu pas di badannya. Mata cokelatnya berkilat jahil. “Hei. Lo pasti kangen sama gue.” Alina mendengus, melipat tangan di dada. “Gue kira lo tukang service mesin cuci.” Arion terkekeh pendek sebelum menariknya dalam ciuman. Alina nggak ragu buat membalas. Tangannya mencengkeram kerah bajunya, menariknya lebih dekat. Lidah mereka beradu, napas saling berburu. Arion menggeram rendah, memeluknya erat

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Loly : Jaga Arion Sebelum Kehilangan

    Dengan langkah cepat, Alina keluar dari toko dan berdiri di luar. Udara segar sedikit membantunya bernapas lebih lega. Rasa sepi tiba-tiba menyerangnya. Dia rela ngelakuin apa aja buat bisa menelepon orang tuanya. Untuk sekadar denger suara mereka lagi. Tapi sayangnya itu cuma angan-angan. Nggak ada yang bakal nyariin dia lagi. *** Beberapa jam kemudian, Alina menemukan sedikit penghiburan di kamar sementaranya... kalau bisa dibilang begitu. Kamar itu gede banget, dua kali lipat ukuran ruang tamu rumah yang pernah dia tinggali sama orang tuanya dulu. Dia rebahan di atas tempat tidur king-size dengan headboard berbulu warna krem, matanya menatap kosong ke dinding putih pucat. Bahkan seprai di kasur itu putih dan krem, seakan-akan orang yang mendekorasi ruangan ini benci warna-warna cerah. Tapi jendelanya rapi, bagian atasnya melengkung, dan langsung menghadap halaman belakang. Sebuah TV besar tergantung di dinding, dan tanpa banyak berpikir, dia menyalakannya. Ponselnya b

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Musuh dalam Selimut

    "Iya, Pak. Ini kamar pasiennya," jawab suara perempuan, mungkin perawat yang berjaga. "Kami sudah usir wartawan, dan kami bakal pastikan nggak ada orang luar yang masuk sembarangan." "Bagus," kata suara laki-laki itu. "Anak ini udah cukup menderita. Dia nggak perlu media sok tahu ganggu hidupnya. Yang terpenting adalah dia bisa sembuh dan melanjutkan hidup. Itulah alasan saya ada di sini." Dia berhenti sebentar. "Ini, ambil kartu nama saya. Semua biaya rumah sakit yang nggak ditanggung asuransi, saya yang bayar." "Baik, Pak!" "Oh iya, satu lagi." Suaranya jadi lebih rendah, tapi tetep tegas. "Nggak ada yang boleh ngomong sama dia tanpa seizin saya. Ngerti?" Alina duduk tegak di tempat tidurnya, jantungnya mulai deg-degan. Itu suara yang dia kenal. Suara yang biasa dia dengar di TV atau berita politik. Orang itu… Eric Clapton Wijaya. Direktur Horizon International Academy. Kenapa dia ada di sini? Dia nggak perlu nunggu lama buat dapat jawaban. Pintu kamar

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Flashback: Setelah Kecelakaan yang Merenggut Nyawa Ibu Alina

    Alina menelan ludah. Tawanya hampir pecah cuma karena mendengar angka itu. "Bajunya bagus, tapi makasih." "Lo gak seru," Tasha mendengus lalu kembali membolak-balik pakaian. Sementara itu, Clarissa dan Tasha terus memilih baju satu per satu, menyerahkannya pada pramuniaga untuk ditaruh di ruang ganti. Setelah sekitar empat puluh lima menit, Tasha akhirnya berkata, "Gue mau coba beberapa baju." "Gue nyusul," sahut Clarissa tanpa mengalihkan pandangan dari rak pakaian. "Jangan mutusin apa pun sebelum gue lihat itu di badan lo." Saat Tasha bergegas pergi, Clarissa melangkah cepat ke arah Alina, membawa gaun ungu yang tadi sempat ia tunjukkan. Alina tahu ada sesuatu yang direncanakan Clarissa. Kepalanya berteriak ingin kabur, tapi nggak ada tempat untuk lari. "Inget ya," desis Clarissa. "Apa?" Clarissa menusukkan jarinya ke dada Alina, senyumnya menghilang. "Lo tuh nggak cocok ada di sini." Alina cuma terkekeh sinis. "Lo yang ngajak gue ke sini, inget? Atau lo udah

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Dijebak di Sarang Sosialita

    Arion baru aja buka mulut, "Tasha, udah tiga bulan sejak terakhir kali gue ketemu lo—" Tapi sebelum dia bisa lanjut, Tasha buru-buru menjatuhkan ponselnya ke meja. "Ayah! Please deh! Aku kan juga mau shopping!" Arion cuma diam, cahaya emas di matanya meredup. Awalnya, dia emang mau ngobrol sama adik tirinya, tapi jelas-jelas belanja lebih menarik buat Tasha daripada kakaknya sendiri. Pak Remi Mahendra melirik putrinya, alisnya berkerut. "Tapi Arion baru sampai, kan?" "Biarin aja, Yah. Lebih baik Tasha ikut jalan-jalan dengan Clarissa daripada dia sibuk main hp terus," kata Nyonya Mahendra sambil mengusap lengan suaminya. Pak Remi menghela napas pelan. Dengan ekspresi datar Arion mengibaskan tangannya. "Udahlah, biarin aja dia. Aku juga butuh istirahat." Suasana makin canggung. Arion berharap bisa punya waktu bareng keluarganya, tapi yang dia dapet malah ini. Tasha bahkan lebih milih jalan sama Clarissa daripada ngobrol sama kakaknya sendiri. Akhirnya, Pak Remi nge

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Perkumpulan Keluarga Wijaya dan Mahendra

    "Jangan bikin malu ya, Nak. Kamu tahu sendiri dunia olahraga ini kayak apa. Nggak cukup cuma jadi pemain bagus. Kamu harus jadi yang terbaik! Kita udah usaha keras buat sampai di titik ini, jangan sampai sia-sia. Ayah yakin kamu bisa!" Pak Remi menepuk bahu Arion lagi, kali ini lebih keras. Arion mengangguk kecil, tapi ekspresi kosong masih menghiasi wajahnya. Nyonya Mahendra mengangguk singkat ke arah Arion, tapi tetap berdiri di samping putrinya, yang namanya—dari yang Arion pernah bilang—adalah Tasha Mahendra. Keduanya sama-sama berambut ikal, tapi mata Tasha lebih tajam dan dalam seperti ayahnya, bukan mata bulat lebar seperti ibunya. Tasha kelihatan keren dengan crop top hitam branded, rok mini denim, dan sneakers putih. Sementara Nyonya Mahendra mengenakan setelan celana panjang warna putih yang pas di tubuhnya. Tasha bahkan nggak repot-repot buat menoleh atau sekadar menyapa kakaknya. Pandangannya tetap terkunci di layar ponselnya, jarinya lincah mengetik entah apa.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status