Beranda / Fiksi Remaja / Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku / Arion, Pria Paling Heroik Sekaligus Paling Menyebalkan 

Share

Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku
Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku
Penulis: Bibiefenimmm

Arion, Pria Paling Heroik Sekaligus Paling Menyebalkan 

Penulis: Bibiefenimmm
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-11 08:51:46

"Dua jam lagi..." gumam Alina sambil memandangi jam dinding.

"ASTAGA...! ALINA!"

Dia hampir lupa. Dua jam lagi dia harus berada di sekolah. Alina langsung menyambar handuk dan bergegas ke kamar mandi.

Alina terburu-buru berdiri di depan cermin dan merias wajahnya dengan riasan tipis. Ia memilih liptint merah muda dan sedikit maskara, memberikan tampilan yang segar namun tetap natural.

Setelah puas dengan penampilannya, Alina berbalik dan mengunci pintu depan di belakangnya.

Alina membuka aplikasi peta di ponselnya untuk mengecek rute ke sekolah. Saat melihat jarak tempuh, keningnya berkerut.

Dia harus berjalan sejauh satu kilometer, yang biasanya tidak menjadi masalah baginya. Namun, mengingat cuaca yang panas dan terik saat ini, dia sedikit cemas.

"Dua puluh menit di bawah sinar terik seperti ini? Ini akan jadi tantangan baru," pikirnya sambil menghela napas dan bersiap untuk berangkat.

Alina menyusuri jalan sambil menatap aplikasi maps, menyesuaikan gambar dengan realitas di depannya. Matanya menyipit saat melihat tembok tinggi yang mengelilingi seluruh kompleks. Tembok itu tidak seperti pagar sekolah biasa, lebih mirip pagar privasi mewah.

Dari luar, tampak jelas bahwa apa yang dikatakan situs web benar..

Horizon International Academy memiliki luas sekitar tiga puluh hektar, ukuran yang luar biasa untuk kebanyakan sekolah, tapi mengingat muridnya yang sedikit, lahan itu dialokasikan untuk lebih dari sekadar pembelajaran di dalam ruangan.

Tak lama kemudian, atap kerucut biru tua dari gedung utama terlihat. Batu bata merah, yang tampak menyatu dengan tembok.

Alina akhirnya mencapai jalan yang menuju gerbang utama, besi yang ditempa terukir huruf HIA ditengahnya. Pintu yang benar-benar tidak mungkin ia lewatkan.

Bendera warna biru dan merah, simbol kebanggaan akademi. Berkibar diatasnya, bertuliskan:

"SELAMAT DATANG SISWA DAN SISWI BARU".

Suasananya formal dan mewah, mempertegas status institusi ini. Untungnya, gerbang sudah terbuka lebar, dan tidak ada satupun penjaga yang berjaga di pos, mungkin karena ini adalah akhir pekan pindahan untuk murid baru dan lama.

Alina mempercepat langkah, berusaha tiba tanpa terlalu mencolok. Ia tidak ingin Direktur atau staf lain melihatnya datang tanpa kendaraan, karena biasanya sebagian besar murid datang dengan mobil-mobil mewah.

Kemudian,

CEKREKK

..

CEKREKKKK!!!!

Cahaya terang menyilaukan matanya. Dia tersentak mundur. Kamera mulai bermunculan. Suara dan teriakan tak terduga menyertainya.

Alina terhuyung, bingung, jantungnya berdegup kencang. Ia mendongak, berusaha menemukan jalan keluar, tetapi tubuhnya terasa terjepit di antara wartawan yang terus memanggil namanya.

“Apa perasaanmu sekarang?”

“Bagaimana rasanya kembali?”

“Apakah benar kau.."

Ia hampir tidak bisa menangkap satu kata pun. Tiba-tiba, sebuah kehadiran mendominasi kerumunan. Seorang laki-laki paling tampan yang pernah Alina lihat, dengan kacamata hitam dan topi yang menutupi sebagian wajahnya, muncul entah dari mana.

Matanya tidak dapat menangkapnya dengan jelas karena kilatan kamera masih terus menyala, tapi sosok itu langsung berada di sampingnya. Tanpa bicara, lengannya melingkar lembut di pinggul Alina, menariknya dekat dengan kepercayaan diri yang terasa alami.

Sementara lengan yang satunya lagi menghalau kerumunan dengan tegas, seakan sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini. Alina samar-samar mendengar suara rendah dan tenang, berkata,

"Hei, beri dia jalan.."

Alina merasakan tubuhnya digerakkan dengan lancar, hampir tanpa sadar, menuju mobil mewah yang entah bagaimana telah diparkir sangat dekat. Sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, dia sudah berada di dalam mobil, duduk di kursi penumpang, sementara laki-laki itu menutup pintu di sampingnya.

Dia memegang kedua pundak Alina dan tubuh mereka menjadi sangat dekat.

"Kamu baik-baik saja, kan?" Tanyanya, Alina berani bersumpah jika jantungnya berhenti berdetak.

"Eh... Ya, aku.. Aku baik-baik saja."

"Kamu seharusnya tidak berjalan sendirian di tempat seperti ini."

Dia bergumam pelan sambil menyalakan mobilnya. Alina akhirnya mulai bernapas lagi.

"Wartawan di luar gerbang itu bukan dari media resmi."

Alina menoleh, sedikit bingung oleh pernyataannya. "Bukan wartawan resmi?"

Laki-laki itu mengangguk pelan, tanpa mengalihkan pandangan dari kemudi.

"Mereka suka menyelinap untuk mendapatkan foto eksklusif atau gosip terbaru. Sekolah ini sering jadi sasaran karena banyak keluarga penting yang mengirim anak-anak mereka ke sini," lanjutnya.

Benar. Siapa dirinya? Hanya setitik debu dibandingkan dengan orang-orang kaya itu, pikir Alina.

Pantulan dirinya di kaca samping mobil membuatnya semakin sadar betapa salah tingkahnya. Wajahnya memerah. Alina berharap pria itu hanya menganggap akibat cuaca panas.

Dengan gugup, ia mengalihkan pandangannya, dan tanpa sengaja melihat sebuah logo kecil di bagian lengan kaus polo laki-laki itu.

Logo itu menampilkan nama "ARION," diakhiri dengan huruf Korea "권" (Kwon) dalam font tegas dan elegan dikelilingi oleh bintang kecil berwarna emas, tanda prestise yang sulit diabaikan.

Saat itulah Alina tersadar sepenuhnya. Dia sedang duduk di sebelah Arion Mahendra Kwon, putra komisaris ternama dan salah satu bintang tim sepak bola Horizon International Academy yang sangat populer, Horizon Tigers.

Arion bukan pemain biasa; dia adalah kapten. Dengan reputasi tim yang tangguh dan sebutan mereka sebagai "The Tigers," Arion dikenal sebagai pemimpin yang karismatik di lapangan dan selebriti kecil di akademi.

Jantung Alina berdetak kencang. Tentu saja, sekarang masuk akal mengapa dia begitu tenang menghadapi wartawan tadi. Arion sudah terbiasa menghadapi sorotan publik, dan sekarang, entah bagaimana, Alina terjebak dalam orbit kehidupannya yang serba glamor..

Alina tersadar dari lamunannya dengan ragu, bertanya, "Ini... ini nggak akan jadi masalah, kan? Maksudku, untuk kita berdua? Ya, eh.. untukmu maksudnya."

Suaranya terdengar kecil, hampir tidak terdengar di dalam mobil yang begitu mewah.

Arion menoleh sejenak, lalu tersenyum tipis.

"Masalah? Jangan khawatir, mereka tidak akan berani menyentuhmu. Selama kamu tidak tampil seperti itu," Arion melanjutkan dengan nada mengejek, matanya menyapu penampilan Alina.

“Maksudku, blouse yang terlalu besar dan celana jeans robek ini… terlihat seperti kamu baru bangun tidur.”

Alina melengkungkan bibirnya ke bawah dan menutup wajahnya dengan tangan.

Dia baru ingat bahwa dia salah mengambil blouse milik Vera, ketika tergesa-gesa berangkat tadi pagi. Dan celana jeans dengan sobekan mengaga ini? Itu adalah kesalahan lain. Dia menghindari anjing yang mengejarnya di jalan, dan celananya tersangkut di pagar.

“Sangat kreatif,” katanya, sambil membelokkan stir dengan santai. “Tapi sepertinya kamu butuh perlindungan ekstra.”

Arion memberhentikan mobil, dan mengambil sebuah jaket dari kursi belakang dan menyodorkannya kepada Alina.

“Pakai ini. Tutuplah sobekan itu, atau aku... akan merobeknya menjadi lebih lebar..."

Mata Arion, meski tersembunyi di balik kacamata hitam, jelas-jelas tertuju pada paha Alina. Senyuman nakalnya membuat darah Alina berdesir, sementara wajahnya memerah. Meskipun mereka baru saja kenal, pria itu memiliki pesona yang sulit ditolak.

"Itu tidak lucu!" sergah Alina, wajahnya semakin panas. "Dasar mesum! Kamu tidak sopan melihatku seperti itu."

Arion hanya mengangkat bahu dengan santai. “Aku hanya memberi solusi,” ujarnya dengan nada santai. “Kamu pasti tidak mau dianggap seperti binatang saat disambut oleh mereka.”

Agak sedikit ditekan ketika menyebut kata terakhir. Dia menunjuk ke luar jendela mobil, dan pandangan Alina pun mengikuti arah telunjuknya...

"HAHHHH?!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
B 24. عملية ماستورينا
penasaran bgt gmn kelanjutan nya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Bertemu Dengan Clarissa Si Ratu Drama

    Mulutnya terbuka lebar. Jalanan itu penuh dengan mobil media, dan para wartawan. Mikrofon dan perekam kamera berjejer siap sedia. Sepertinya berita lokal dan nasional ada di sini. Alina mendadak gugup. Dia kembali menatap sobekan di celananya yang lebih besar dari perkiraannya, dan dengan cepat meraih jaket dari tangan Arion, membungkus pahanya agar lebih tertutup. “Terima kasih… aku tidak akan pernah hidup tenang kalau kamu tidak ada disini.” Direktur Eric sudah berdiri di teras kantor sekolah, dan Alina melihat dia bersanding dengan istri dan putrinya. Mereka tersenyum dan melambaikan tangan ke kamera. Saat Arion menggandeng tangan Alina dan mulai menaiki tangga, direktur Eric menyambut dengan ramah. Salah satu wartawan menoleh ke arah mereka berdua, kemudian mengikuti langkah mereka hingga ke tangga untuk bergabung dengan direktur dan keluarganya. "Apakah Anda adalah Alina Sari Mentari? Gadis penuh keberuntungan yang masuk ke Horizon International Academy secara eksklusi

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Tuduhan Clarissa dan Murid Beasiswa Tampan

    Alina tersentak, merasa bingung dan sedikit terluka. "Apa maksudmu? Apa yang ayahmu lakukan?" Arion menatapnya sejenak, lalu mengalihkan pandangannya. "Ya ampun, Alina, jangan terlalu memikirkannya," Clarissa memutar bola matanya dengan angkuh. "Dan, tolong... jangan ganggu Arion-ku lagi." Arion mendesah, memandang Clarissa frustrasi. "Aku benci panggilan itu, Clarissa. Setiap kali kau menyebutnya, telingaku rasanya sakit! Semua ini hanya akting demi menyenangkan ayah kita!" Clarissa hanya mendengus. "Kau pergilah dulu ke kantor. Aku perlu berbicara empat mata dengan gadis ini." Alina penasaran dan sedikit khawatir, apa yang akan dikatakan Clarissa? Apa yang membuat gadis ini begitu geram padanya? Clarissa menghentak-hentakkan kakinya ke tanah, tapi entah bagaimana, dia tetap bisa menjaga penampilannya. Kuku panjang berwarna pink tua miliknya menusuk-nusuk dada Alina. "Aku tidak tahu apa tujuan akhirmu," katanya dingin, "Tapi jangan pikir kau bisa bermain-main dengan ayahku.

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pertikaian Arion dan Darren

    "Namaku Darren. Dan kamu... Alina, kan?” Alina mengangguk, merasa sedikit lebih nyaman. “Ya. Terima kasih sekali lagi, Darren.” Sesaat kemudian, mereka sudah keluar dari sana dan menenteng kantung buku. Keduanya tidak berbicara sambil melanjutkan perjalanan. Darren sesekali memeriksa daftar yang ada di pintu-pintu kelas. Tak lama bel berbunyi. "Hei, ternyata kelasmu disini." lengan Alina ditarik tiba-tiba oleh Darren dan mereka sudah berada di ruang kelas. Clarissa, Arion dan beberapa pria lain berdiri di depannya. Dua lelaki lainnya memiliki rahang dan otot yang kuat. Ketiganya bisa saja merupakan maskot dari brosur sekolah. Tapi saat Arion memusatkan perhatian pada Alina, jantungnya berdetak kencang. "Setidaknya dua murid pindahan sudah berkenalan," kata Arion, rahangnya yang tegang membuat wajahnya yang terpahat semakin kasar. Dari tiga pria di sekitarnya, dialah yang paling tampan sejauh ini. "Ya, kami bertemu dan mengetahui bahwa kami berdua membutuhkan buku untuk

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Kebaikan Alina Menolong Kakek Tua

    "Terima kasih, Nak. Mata ini sudah tak sejelas dulu... rasanya sulit mengurus semuanya sendirian.” Ia berhenti sejenak, tangannya gemetar saat mencoba menyeimbangkan dokumen di pangkuannya. “Sepertinya tangan tua ini sudah tidak sanggup lagi.” Alina menatapnya dengan lembut. Alina biasa memanggilnya Pak Hadi. Ia duduk di sebelahnya sambil mengambil dokumen dari tangannya. “Biar saya yang pegang, Pak Hadi. Anda tidak perlu khawatir, saya akan bantu.” Pak Hadi menatap Alina dengan penuh terima kasih. “Kamu selalu baik, Nak. Padahal kita nggak ada hubungan apa-apa... namun kamu seperti cucu sendiri.” Alina tersenyum kecil, menatap kakek itu dengan mata penuh kasih. “Pak Hadi, Anda nggak perlu mengatakan itu. Saya senang bisa membantu.” “Bagaimana kabar Anda hari ini?” “Sejujurnya, tidak terlalu baik,” kata Pak Hadi dengan suara pelan. “Setiap kali saya menjalani perawatan, rasanya semakin berat. Kadang, saya merasa sendirian di sini.” Alina menatapnya dengan empati. “Saya m

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Terjebak Perjodohan Tak Terduga

    Semua orang di ruangan itu terdiam. Arion berkedip terkejut, sementara Alina terperangah. Tidak percaya apa yang baru saja mereka dengar. Arion bersikeras, “Kakek, aku tidak mau! Kita bisa melawan ini! Jangan berpikir tentang menikah, ya. Kita akan melalui semua ini bersama.” Pak Hadi bangkit cepat dari tidurnya. “Kenapa tidak??!!” “Kau dan Alina memiliki ikatan yang kuat... Aku melihat cara kalian saling memperhatikan. Aku ingin melihat cucuku menikah sebelum aku pergi. Ini adalah harapanku.” Arion dan Alina terperangah, saling menatap dengan mata lebar. “Apa?! Kakek, itu tidak—” Arion terputus, berusaha mencerna kata-kata kakeknya. “Cukup!” “Jika kamu mencintai Alina, maka tunjukkan. Menikahlah! Lakukanlah untukku. Aku ingin pergi dengan tenang, tahu bahwa cucuku akan bahagia..” Saat mengatakan itu mata kakek berapi-api. Alina merasa “Pak Hadi,” kata Alina perlahan, “aku... aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Ini semua terlalu cepat.” “Aku tidak memintamu untuk

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Ruangan Rahasia Arion

    "Tidak dengan kondisi mataku yang seperti ini. Kau gadis bodoh.. tidak bisa berpikir panjang." Kulit Alina menjadi sangat sensitif saat mereka berdua bersentuhan, tapi Alina menyuruh hatinya untuk tenang. Perasaan seperti ini harus dihentikan. Karena itu hanya akan menjadi masalah yang rumit. “Kamu tidak tinggal di asrama?” “Tidak.” Arion mengerutkan kening. “Tahun pertama sudah cukup buruk.” Alina baru ingat jika Arion adalah kapten yang hobi memerintah, jadi Alina tidak perlu heran. Tubuhnya tenggelam ke tubuh hangat Arion. Perutnya berputar aneh lagi. Alina segera menepis perasaan itu sambil mengamati interior kendaraan. Dengan segala fasilitasnya, mobil ini tidak bisa dibilang murah. Alina langsung terpikir, bagaimana jika ia menabrakkannya? Ia sudah terlilit hutang. Tidak perlu menambahkan mobil ini ke daftarnya yang terus bertambah. Alina mengarahkan jari ke layar GPS, di bawah nama HIA ada tulisan 'Rumah'. Segera Alina mengkliknya. Mereka berdua bekerja sama. A

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Dituduh Jalang Karena Kesalahpahaman

    "Ah ya… aku akan mengompres matamu dan menyiapkan air hangatnya," gumamnya, menahan detakan jantung yang semakin cepat. Alina datang dari dapur membawa napkin dan mangkuk berisi air hangat. "Sial. Pelan-pelan.." Alina menggelengkan kepala sambil mengusap mata Arion, mencoba fokus pada apa yang Arion butuhkan. “Yah, matamu tertutup. Kau harus membukanya.” “Lebih mudah diucapkan daripada dilakukan ketika kau bukan orang yang berada dalam situasi itu,” gumamnya. Rahang Arion terkatup saat dia membuka matanya. “Sial. Sakit sekali.” Alina lalu mengambil beberapa tisu dari tas kecilnya. “Seharusnya segera membaik. Atau, setidaknya, kuharap begitu." Tatapan Arion tertuju pada mulut Alina, dan dia menjilati bibir bawahnya perlahan. Kepalanya menunduk, dan kaki Alina bergerak mendekat padanya. Alina meletakkan tangan di dada Arion, merasakan lekuk otot dan kehangatan dadanya yang telanjang. Namun, ketika ia melihat leher Arion yang basah, Alina terdiam. Ia tersadar dengan

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Alina : Menjaga Harga Diri dan Tak Mengejar Harta

    Arion duduk di sampingnya, matanya membulat dan keningnya berkerut dalam kebingungan. Dia benar-benar terkejut. Tanpa berkata sepatah kata pun, dia langsung menarik Alina ke dalam pelukannya. Lengan kuatnya membungkus tubuh Alina, sementara tangannya yang lain lembut mengusap punggungnya. "Alina... maafkan aku. Aku sungguh... aku benar-benar tidak tahu," ucapnya, suaranya bergetar. Pelukan Arion terasa hangat, namun kata-katanya hanya menambah luka di hati Alina, menghancurkan pertahanannya lebih dalam. "Direktur Eric... dia tidak pernah memberikan beasiswa kepada orang asing begitu saja, tanpa alasan... Dan kau datang, semuanya terasa tiba-tiba dan mencurigakan," lanjut Arion dengan nada pelan. "Clarissa-lah yang pertama kali menyebarkan fitnah itu." Alina terdiam. Saat mendengar nama itu, dia mendongak, menggertakkan gigi sambil mengusap air matanya. “Clarissa?” gumamnya penuh kemarahan. “Tidak heran. Selalu dia…” Dia merasa menyesal telah menangis karena hal yang

Bab terbaru

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Disuruh Bikin Anak?

    Seorang pelayan menghampiri meja mereka dengan senyum cerah. "Saya Adrian, saya akan melayani Anda malam ini." Matanya melirik sekeliling meja, lalu tertuju pada Alina. “Dan Anda pasti pria paling beruntung bisa makan malam dengan wanita cantik ini,” ujarnya. Wajah Alina memerah, tapi dia tidak bisa menahan senyum. Sementara itu, Arion terlihat kesal. Dia menahan pandangannya dari pelayan yang kini tengah pergi setelah menerima pesanan minuman mereka. Setelah beberapa saat, Arion menyesap airnya, lalu mencondongkan tubuh ke meja. “Bagaimana menurutmu tentang pemandangan disini?” “Bagus sekali. Aku senang mereka memberi kita meja yang begitu indah.” Alina tersenyum, matanya menyusuri pemandangan kota. Arion memandangi Alina dengan tatapan serius, seolah ingin memastikan bahwa dia mendengarkan apa yang sedang dia katakan. “Kamu tahu nggak? Gedung setinggi ini dibangun untuk bergoyang tertiup angin. Terkadang, jika kamu memejamkan mata, kamu bisa merasakannya bergerak di bawa

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pertama Kali Naik Helikopter

    Mereka sampai di helipad pribadi. Angin dari baling-baling helikopter mulai terasa meski belum menyala penuh. Kakek Hadi berdiri di dekat pagar pembatas, mengenakan jas ringan, sementara Alina dan Arion baru tiba. Alina membawa kantung kecil, berlari kecil menghampiri kakek, sementara Arion berjalan dengan santai di belakangnya. "Kakek! Wah, kakek terlihat luar biasa hari ini! Aku bahkan hampir tidak mengenali kakek!" Tanpa ragu, Alina memeluk kakek dengan erat, matanya berkaca-kaca melihat kondisi kakek yang jauh lebih baik. Kakek tertawa kecil. "Alina, anak baikku. Lihat aku sekarang. Aku tidak butuh tongkat lagi, bahkan siap naik helikopter. Semua ini karena kamu!" Alina melepas pelukan, mata berbinarnya memandang kakek. "Kek, saya senang sekali. Kesehatan kakek benar-benar membaik. Saya sampai tidak percaya melihatnya!" "Sudah kubilang, kan, Alina? Kakek jadi luar biasa setelah pernikahan kita. Tapi aku juga nggak menyangka sampai secepat ini." "Arion, jangan mer

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Ketakutan Terbesar Alina: di Atas Udara

    "Ya, kami mencari sesuatu yang pas untuk pertemuan dengan keluarga saya." Dia sedikit menekankan kata keluarga dengan sengaja. Alina berusaha menahan tawa, tapi gagal. "Keluarga? Kita kan cuma... ehm... sah-sah aja." Dia melempar senyum yang lebih ke arah mengejek. Pramuniaga yang mendengar itu hanya tersenyum kaku, sementara Arion menatap Alina dengan ekspresi yang bisa dibilang hampir cemas. "Ayo, jangan bikin kakekku ngerasa kita ini belum siap." Lalu, mereka mulai mencoba berbagai pilihan pakaian. Arion langsung memilihkan setelan jas hitam yang sangat formal. "Coba ini," katanya sambil mengulurkannya pada Alina. Alina mengernyit. "Aku gak mau kelihatan kayak bodyguard mu!" Dia meletakkan jas itu kembali dengan kasar. Arion melangkah lebih jauh ke dalam toko dan mengambil beberapa gaun, kemudian menggantungnya di depan Alina. "Coba ini. Kakek bakal suka," katanya, sedikit memaksakan. Alina melirik gaun-gaun tersebut dan hampir tertawa. "Ya ampun, Arion, apa kamu pik

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Si Tuan Perfeksionis Menyebalkan

    Para pemain tim sepak bola sudah bubar dan disana hanya tersisa Alina dengan Arion."Kamu ini pura-pura gak mengerti apa gimana, sih?" katanya sambil memperhatikan dada Alina yang terlihat belahannya. Suaranya Arion rendah tapi jelas menggoda. "Kamu berlarian di treadmill dan berolahraga dengan pakaian kekecilan seperti itu. Kalau aku gak awasi kamu dari tadi, semua cowok di sini sudah pasti pada ngelihatin, atau bahkan lebih..." Wajah Alina memerah, antara marah dan malu. "Arion! Gak ada yang peduli sama aku, oke?! Sekarang pergi!" Namun, bukannya pergi, Arion malah melangkah masuk ke ruang ganti. Dia bersandar di pintu dengan tangan menyilang di dada. "Dengar, sekarang ganti bajumu dengan benar. Aku akan bawa kamu ke suatu tempat."Alina menyipitkan matanya, curiga. "Kemana? Aku gak mau ikut, apalagi kalau ini ide gila kamu lagi.”Arion menyeringai, jelas menikmati kecurigaan Alina. "Tenang aja, kali ini aku serius. Kakek baru selesai operasi, dan dia mau ketemu sama kamu." Mend

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Nyasar ke Tempat Tim Futsal

    Arion berhenti di depannya, aroma cendana dan amber yang khas menyebar ke penciuman Alina. Ia hanya berdiri beberapa meter darinya. Tubuh ramping dan berotot Arion terlihat sempurna tanpa balutan baju. Bahunya lebar, dan otot perutnya yang berbaris rapi seperti memanggil mata untuk terus menatap. Alina menelan ludah dengan susah payah, berusaha mengalihkan pandangan. "Apa yang kamu lakukan di sini?" suara Arion yang berat dan seksi terdengar seperti musik. Alina tertegun, lupa bahwa pertanyaan itu ditujukan padanya. Ia terpaku, seperti kehilangan kata-kata, sampai akhirnya Arion menyeringai, menampilkan ekspresi yang lebih menyebalkan dari biasanya. "Mau aku kasih waktu buat motret? Biar lebih lama kamu bisa nikmatinnya," Wajah Alina memerah. Ia cepat-cepat mendongak dengan raut menantang, meskipun hatinya berdebar lebih keras dari sebelumnya. "Nggak perlu motret! Aku cuma nggak percaya saja ada orang keluyuran tanpa baju di sekolah," balasnya tajam, walau kata-katanya

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Jantung Alina yang Selalu Terancam

    "Darren.." Bagus, dia sudah masuk ke dalam... Kehadirannya hanya akan memicu lebih banyak pertanyaan dari teman-temannya. Darren melangkah santai ke dalam rumah, menutup pintu di belakangnya. Sepatunya menginjak bungkus mi instan kosong di lantai. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku celana pendek olahraganya dan memandang sekitar. "Eh... baru saja aku sampai sini. Tadi pintunya kebuka sendiri gara-gara angin," katanya santai. Alina menyadari pintu memang tidak ditutup rapat tadi. "Oh, ya. Maaf, tadi Vera menumpahkan bir, dan aku lupa menutup pintu," jawabnya, mencoba mengalihkan perhatian. Vera dan Loly saling melirik dan terkikik. Alina berharap mereka tetap diam, tapi melihat ekspresi mereka, itu mustahil. Darren berdeham dan berkata, "Jadi... kalian ini semua baik-baik saja, atau aku harus cari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi di sini?" Alina segera memotong sebelum Loly atau Vera menjawab. "Terima kasih sudah mengantar aku, Darren. Aku benar-benar menghar

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Diantar Pulang Sampai Rumah

    "Aku bisa membayangkan rasanya kehilangan orang tua. Pasti berat banget. Aku bahkan nggak sanggup ngebayanginnya. Terus kamu harus datang ke sini... masuk ke sekolah elit ini, jadi sorotan kamera, terus Clarissa, yah, dia... aku tahu itu pasti bikin segalanya lebih sulit buatmu. Aku nggak seharusnya jadi cowok menyebalkan yang malah godain kamu di tengah semua ini." Alina tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana. "Kamu nggak bikin aku kesal, kok." Ia berpura-pura melihat sekeliling. "Lagipula, aku nggak lihat siapa-siapa datang buat bikin aku tambah kesal." "Semoga aja nggak ada. Kalau iya, suasananya bakal makin aneh dari sekarang." Alina terkekeh. Sebagian beban di pundaknya terasa surut. "Tapi serius," Darren melanjutkan, menurunkan tangan ke sampingnya. "Aku cuma pengin kamu tahu, aku nggak bermaksud jahat. Aku sebenarnya senang ketemu kamu di sini. Menurut aku kamu itu menarik, lucu, dan..." Darren berhenti bicara mendadak, menyadari ucapannya mulai terdengar aneh.

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Siang Itu Bersama Darren

    "Aku... ingin bantu mendobrak pintu saat itu. Luther mengatakan kau terkunci di dalam bersama Clarissa dan grupnya," jelasnya, tampak sedikit menyesal. Alina terkejut, tangannya secara refleks menutupi wajahnya. Ia merasa sedikit malu atas seluruh kejadian itu. "Jadi, Valerian dan Luther tahu?" tanyanya, matanya sedikit melebar, mencoba memahami lebih jauh. "Oh, jadi kalian sudah berkenalan?" Darren menyeringai, seolah mencoba meringankan suasana. "Jangan khawatir, mereka cuma nggak terlalu suka ribut-ribut. Kecuali Valerian, yah... Kau tahu dia kan. Suka bergosip." "Tapi kamu beneran tidak apa-apa kan?" katanya dengan nada serius. Tangannya bergerak cepat, mencari tanda-tanda luka atau kejanggalan lain. Alina sedikit terkejut dengan perhatian Darren yang lebih dari sekadar teman. Ia merasa tidak nyaman tapi juga dihargai. "Darren, tidak ada apa-apa," ujarnya cepat, mencoba menenangkan, meskipun nada suaranya sedikit terburu-buru. "Aku baik-baik saja." Darren mengerutka

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Hari Yang Penuh Cobaan

    "Alina..."Alina terhenyak dari lamunannya ketika suara Direktur Eric memanggil namanya. Ia mendongak, mendapati pria itu berdiri tak jauh darinya, ditemani oleh Arion dan Clarissa. Suasana di ruangan itu mendadak terasa lebih berat. Direktur Eric baru saja menyelesaikan pembayaran uang sekolah Alina, termasuk beberapa perlengkapan lainnya. “Baiklah, mari kita selesaikan ini,” ujar Direktur dengan nada ramah, sambil memberikan senyum tipis. Dia merangkul bahu Alina dan mengarahkannya ke bagian administrasi. “Besok kau masih harus sekolah, jadi pulanglah dan istirahat.”Istirahat. Kata itu menggoda, namun kenyataannya akan jauh dari itu. Malam-malamnya di rumah bersama teman-temannya jarang tenang. Meskipun begitu, dia tetap memaksakan senyum, ingin secepat mungkin keluar dari situasi ini. Dengan pernikahan rahasia yang tak diinginkannya bersama Arion, ditambah kebencian yang jelas dari Clarissa, Alina berharap tak perlu banyak berinteraksi dengan mereka di sekolah esok hari.Namun, s

DMCA.com Protection Status