Beranda / Young Adult / Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku / Arion, Pria Paling Heroik Sekaligus Paling Menyebalkan 

Share

Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku
Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku
Penulis: Bibiefenimmm

Arion, Pria Paling Heroik Sekaligus Paling Menyebalkan 

Penulis: Bibiefenimmm
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-10 22:58:35

"Ah, masih lama. Dua jam lagi..." gumam Alina sambil melirik jam dinding. Dia lagi rebahan mendengarkan musik di tempat tidur. Tapi dia merasa kayak ada yang salah..

"ASTOGE! JAM DELAPAN YA INI! UDAH JAM SEGINI AJA!"

Alina langsung panik. Ini jam delapan yang berarti dua jam lagi dia harus sampai sekolah! Tanpa mikir panjang, dia langsung menyambar handuk dan lari ke kamar mandi.

Setelah mandi dan pakai baju dengan kilat, Alina berdiri di depan cermin. Dia mengambil liptint merah muda dan maskara tipis, biar kelihatan fresh tapi nggak menor. Ketika sudah puas dengan penampilannya, dia buru-buru mengunci pintu rumah dan cek peta di ponsel untuk lihat rute ke sekolah.

"Serius harus jalan sejauh ini? Duh, kenapa gak ada angkot lewat sih disekitar sini?" Dia menghela napas panjang. Sebenarnya satu kilometer bukan masalah. Tapi siang itu panas banget, matahari terik kayak mengajak duel. Bikin dia jadi mikir dua kali buat jalan.

“Dua puluh menit ke sekolah, nembus cuaca kayak oven… fix ini sih tantangan baru,” batinnya sambil menyiapkan mental buat berangkat.

“Yaudah deh, gas aja,” gumamnya sambil jalan cepat.

Alina menyusuri jalan sambil melihat maps, melihat tembok tinggi di depannya yang nggak biasa. Seperti bukan pagar sekolah kebanyakan, ini lebih mirip tembok rumah sultan. Alina langsung bengong sambil terus jalan.

Dia lihat atap biru tua gedung utama sekolah. Temboknya tinggi melingkari kompleks itu. Pagarnya juga lebih mirip pagar rumah orang tajir. Dari luar, sekolahnya tampak lebih mewah dari apa yang disebut di brosur. Horizon International Academy benar-benar besar, luasnya sampai 30 hektare. Nggak cuma buat kelas, lahan itu juga buat fasilitas lain yang super lengkap.

Alina akhirnya sampai di jalan menuju gerbang utama. Di depannya berdiri gerbang besi dengan tulisan huruf "HIA" di tengahnya. Di atasnya terdapat bendera biru dan merah bertuliskan, "SELAMAT DATANG SISWA DAN SISWI BARU."

"Ya ampun formal banget," pikirnya sambil masuk. Gerbangnya terbuka lebar, untung nggak ada satpam yang jaga. Mungkin karena ini adalah hari kedatangan murid baru.

Langkahnya otomatis melambat. Dia nggak mau terlihat mencolok. Soalnya, hampir semua murid lain pasti pada datang memakai mobil-mobil mewah. Sementara Alina? Jalan kaki, bro.

Belum sempat dia masuk gerbang, tiba-tiba…

CEKREK!

CEKREEEK!

Cahaya kamera mendadak menyorot ke wajahnya. Alina langsung melindungi matanya dengan tangan, kaget banget. Teriakan-teriakan mulai terdengar. Langkahnya terhenti. Wartawan mulai bermunculan dari segala arah.

“Alina, bagaimana perasaanmu sekarang?”

“Rasanya bisa diterima di sini bagaimana?”

“Benarkah kamu…?”

Pertanyaan bertubi-tubi itu bikin otaknya nge-blank. Sebelum dia sempat mengetahui apa yang terjadi, seseorang muncul entah dari mana. Seorang cowok tinggi, terganteng yang pernah Alina lihat. Dia pakai kacamata hitam dan topi. Cowok itu langsung masuk ke kerumunan dan berdiri di samping Alina.

Tanpa minta izin dulu, lengannya melingkar di pinggang Alina. Refleks, dia menarik Alina lebih dekat sambil menghalau kepadatan. Gesturnya tenang, kayak sudah sering banget mengahadapi wartawan kayak gini. Dengan suara rendah tapi tegas, dia berkata kepada orang-orang di sekitarnya,

“Hei... Kasih dia jalan dong,” katanya, suaranya kalem tapi bikin semua orang di situ diam.

Alina hampir nggak sadar waktu cowok itu menuntun dia ke sebuah mobil mewah yang terparkir di dekat mereka. Sebelum sempat protes, Alina sudah duduk di kursi penumpang, sementara pria itu menutup pintu di sebelahnya.

Cowok itu pun masuk mobil, lalu menyentuh kedua pundak Alina sambil menatap kedua matanya.

"Lo oke kan?" tanyanya. Tatapannya dalam banget.

Alina berani bersumpah kalau saat itu jantungnya beneran kayak mau copot.

Alina cuma bisa mengangguk pelan. "Eh… iya. Gue... gue baik-baik aja kok," jawabnya gugup. Suara tenggelam saat berbicara di dalam mobil yang begitu mewah.

Cowok itu melirik Alina sekilas sebelum menyalakan mesin mobil. "Lo nggak boleh jalan sendirian di tempat kayak gini."

Kalimat itu membuat Alina bingung. “Maksud lo?”

Cowok itu menghela napas. "Wartawan tadi tuh bukan dari media resmi. Mereka cuma cari gosip murahan. Sekolah ini sering banget jadi target, soalnya banyak anak-anak dari keluarga terkenal yang sekolah di sini."

Alina cuma bengong.

Benar juga. Apa pentingnya dia mata para wartawan? Dia bukan siapa-siapa. Pandangannya tanpa sadar beralih ke kaca mobil, melihat pantulan dirinya sendiri. Alina jadi makin sadar betapa berantakannya dia sekarang. Tapi dia berharap cowok itu mengira wajahnya merah hanya karena kepanasan bukan deg-degan.

Tapi perhatian Alina teralihkan saat melihat logo kecil di lengan kaus polo cowok itu. Logo itu memuat nama ARION , diakhiri huruf Korea "권" (Kwon) dengan gaya elegan. Saat itulah Alina baru sadar di samping siapa dia duduk.

Jantungnya langsung berdegup kencang dan wajahnya langsung memanas.

Cowok ini bukan orang biasa. Dia Arion Mahendra Kwon, kapten tim sepak bola Horizon Tigers. Nama dia udah terkenal banget di televisi, apalagi sebagai anak orang kaya dan atlet berbakat. Alina ngerasa kayak ada di dalam mimpi.

Dia nanya pelan, "Eh, ini nggak bakal jadi masalah kan? Maksudnya, buat lo… atau kita, eh, gue maksudnya."

Arion cuma menyeringai santai. "Masalah? Tenang aja. Mereka nggak bakal berani ngapa-ngapain lo, asal lo nggak tampil kayak gini terus." Matanya melirik blouse gombrong yang dipakai Alina, terus ke celana jins robeknya.

"Blouse lo kegedean, terus celana lo sobek… Lo keliatan kayak habis nyungsep," komentar Arion sambil ketawa kecil.

Wajah Alina langsung merah. Dia baru sadar blouse ini salah ambil karena dia terburu-buru tadi pagi. Ini blouse milik Vera, teman serumahnya. Jins-nya juga robek karena tadi nyangkut di pagar waktu dikejar anjing di jalan.

Duh, malu banget!

Sambil membelokkan setirnya, Arion tiba-tiba mengambil sesuatu dari kursi belakang.

“Kayaknya lo butuh ini,” kata Arion lagi sambil menyodorkan sebuah jaket hitam ke Alina. “Pakai. Atau gue robek jeans lo jadi lebih lebar sekalian biar makin matching.”

Walaupun pakai kacamata hitam, jelas banget dia ngelihatin sobekan jins di paha Alina yang kelihatan kontras itu. Senyuman nakalnya bikin Alina merasa deg-degan, wajahnya langsung merah. Padahal mereka baru aja kenal, tapi cowok itu kayak punya pesona yang susah banget dihindarin.

"Apaan sih lo!" sergah Alina dengan suara tinggi. Wajahnya makin merah. "Lo tuh orang mesum ya?! Jangan liat gue kayak gitu!"

Arion cuma ketawa kecil sambil mengangkat bahu. "Tenang, gue cuman ngasih saran. Lo nggak mau kan keliatan kayak gembel pas ketemu mereka?"

"Mereka siapa sih?" tanya Alina curiga.

Arion gak langsung jawab. Dia hanya menunjukkan ke luar kaca mobil. Pandangan Alina mengikuti arah tunjukannya.

Di sana, Alina melihat sekelompok orang berkumpul di halaman berumput Horizon International Academy. Mereka berdiri dalam kelompok-kelompok kecil, dikelilingi oleh kamera dan peralatan wawancara. Beberapa di antara mereka mulai melirik mobil Arion yang mendekat..

"HAH?!"

Alina otomatis panik.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
B 24. عملية ماستورينا
penasaran bgt gmn kelanjutan nya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Bertemu Dengan Clarissa Si Ratu Drama

    Mulut Alina ternganga lebar. Jalanan di depan mereka dipenuhi mobil-mobil media dan wartawan yang sibuk banget, siap dengan kamera dan mikrofon. Sepertinya, semua berita lokal sampai nasional lagi ada di sini. Alina langsung ngerasa gugup. Dia gak bisa berhenti memperhatikan sobekan di celananya yang makin gede aja, dan ia buru-buru mengambil jaket Arion buat menutupi pahanya supaya lebih tertutup. “Makasi, ya… Gue gak bakal bisa tenang kalau lo gak ada di sini,” kata Alina pelan, merasa malu tapi juga lega. Di teras kantor sekolah, Direktur Eric udah berdiri bareng istri dan putrinya. Mereka semua senyum-senyum manis dan melambaikan tangan ke kamera. Arion yang mulai gandeng tangan Alina menuntun Alina menaiki tangga. Mereka langsung disambut hangat oleh Direktur Eric. Salah satu wartawan yang lagi sibuk dengan kamera, tiba-tiba melihat mereka berdua dan mengikuti langkah mereka ke tangga. "Nona Alina, apa betul ini Anda? Gadis yang sangat beruntung bisa masuk Horizon Intern

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Tuduhan Clarissa dan Murid Beasiswa Tampan

    Alina tersentak, merasa bingung dan sedikit terluka. "Maksud lo apa? Apa yang dilakukan ayah lo?" Arion menatapnya sejenak, lalu mengalihkan pandangannya. "Duh, Alina, jangan terlalu dipikirin deh," Clarissa memutar bola matanya dengan angkuh. "Dan tolong... jangan ganggu Arion gue lagi." Arion mendesah, memandang Clarissa frustrasi. "Gue benci banget denger lo nyebut gitu, Clarissa. Telinga gue rasanya pengen pecah! Semua ini cuma akting demi nyenengin ayah kita!" Clarissa cuma mendengus. "Lo pergi dulu deh ke kantor. Gue pengen ngomong berdua sama cewek ini." Alina penasaran dan sedikit khawatir, "Apa ya yang bakal dia bilang? Kenapa dia bisa begitu marah sama gue?" Clarissa menghentakkan kakinya ke tanah, tapi entah kenapa, dia tetap bisa menjaga penampilannya. Kuku panjang berwarna pink tua miliknya menusuk-nusuk dada Alina. "Gue nggak tau lo mau ngapain," katanya dingin, "Tapi jangan harap lo bisa main-main sama ayah gue. Gue nggak akan biarin cewek pemeras kayak l

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pertikaian Arion dan Darren

    "Nama gue Darren. Dan lo... Alina, kan?” Alina mengangguk, merasa sedikit lebih nyaman. “Iya, makasih banget, Darren.” Beberapa saat kemudian, mereka udah keluar dari sana sambil bawa kantung buku. Keduanya nggak ngobrol sambil jalan, tapi Darren sesekali ngecek daftar yang ada di pintu-pintu kelas. Bel berbunyi. "Eh, ternyata kelas lo di sini," kata Darren sambil tiba-tiba menarik lengan Alina dan mereka udah sampai di ruang kelas. Clarissa, Arion, dan beberapa cowok lainnya berdiri di depan. Dua cowok lainnya kelihatan kekar dan berotot. Ketiganya bisa jadi maskot dari brosur sekolah. Tapi ketika Alina lihat Arion lagi fokus ngeliatin dia, jantungnya langsung berdebar kencang. “Setidaknya dua murid pindahan udah kenalan,” kata Arion, rahangnya yang kaku bikin wajahnya yang tegas jadi keliatan makin garang. Dari tiga cowok di sekitarnya, dia yang paling ganteng sejauh ini. “Iya, kami ketemu dan sama-sama butuh buku buat kelas hari ini,” jawab Darren dengan senyum malas

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Kebaikan Alina Menolong Kakek Tua

    "Terima kasih, Nak. Mata ini sudah tak sejelas dulu... rasanya sulit mengurus semuanya sendirian.” Ia berhenti sejenak, tangannya gemetar saat mencoba menyeimbangkan dokumen di pangkuannya. “Sepertinya tangan tua ini sudah tidak sanggup lagi.” Alina menatapnya dengan lembut. Alina biasa memanggilnya Pak Hadi. Ia duduk di sebelahnya sambil mengambil dokumen dari tangannya. “Biar saya yang pegang, Pak Hadi. Anda tidak perlu khawatir, saya akan bantu.” Pak Hadi menatap Alina dengan penuh terima kasih. “Kamu selalu baik, Nak. Padahal kita nggak ada hubungan apa-apa... namun kamu seperti cucu sendiri.” Alina tersenyum kecil, menatap kakek itu dengan mata penuh kasih. “Pak Hadi, Anda nggak perlu mengatakan itu. Saya senang bisa membantu.” “Bagaimana kabar Anda hari ini?” “Sejujurnya, tidak terlalu baik,” kata Pak Hadi dengan suara pelan. “Setiap kali saya menjalani perawatan, rasanya semakin berat. Kadang, saya merasa sendirian di sini.” Alina menatapnya dengan empati. “Saya m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Terjebak Perjodohan Tak Terduga

    Semua orang di ruangan itu terdiam. Arion terkejut, sementara Alina juga terperangah, nggak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Arion ngotot, "Kakek, aku nggak mau! Kita bisa lawan ini! Jangan pikirin soal nikah, ya. Kita bakal lewatin semua ini bareng-bareng." Pak Hadi langsung bangkit dari tidurnya. "Kenapa nggak??!!" "Kamu dan Alina punya ikatan yang kuat... Kakek lihat cara kalian saling peduli. Aku cuma ingin lihat cucuku nikah sebelum aku pergi. Itu harapanku." Arion dan Alina saling pandang dengan mata terbelalak. "Apa?! Kakek, itu nggak—" Arion terhenti, bingung banget sama apa yang baru dibilang kakeknya. "Cukup!" Pak Hadi membentak. "Kalau kamu cinta sama Alina, tunjukin! Nikah sama dia! Lakuin buat kakek. Kakek ingin pergi dengan tenang, aku harus tahu kalau cucuku bakal bahagia..." Pak Hadi ngomong begitu dengan mata penuh semangat. Alina merasa... "Pak Hadi," kata Alina pelan, "Saya... saya nggak tahu apa yang bakal terjadi. Semua ini terlalu cep

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Ruangan Rahasia Arion

    "Nggak, gue nggak bisa kayak gitu dengan mata gue yang sakit. Lu emang bego banget... nggak bisa mikir panjang." Alina mendelik tajam. "Ya, maaf deh gue nggak sepinter lo! Tapi kalau lo emang nggak bisa mikir jernih, jangan nyalahin gue juga dong! Mata lo sakit, tapi mulut lo lancar banget ya buat ngata-ngatain orang!" Arion menghela napas panjang, suaranya mulai melembut, "Oke, gue salah ngomong. Gue nggak mau ribut. Tapi mata gue beneran nggak bisa lihat jelas sekarang." Dia lalu melirik setir sambil mengusap matanya yang masih perih. "Pokoknya sekarang lo harus tanggung jawab. Gue nggak mau mobil ini malah nyemplung ke got gara-gara kita ribut terus." Nada bicaranya terdengar serius, tapi wajahnya sedikit memerah saat mengatakan itu. "Jangan mikir macem-macem. Gue cuma mau kita selamat sampai rumah." "Hmm yaudah, gue lakuin ini cuma biar lo sampai rumah dengan selamat aja ya, habis mata lo sembuh gue pulang?" Arion menyeringai tipis, menatap Alina dengan tatapan isen

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Dituduh Jalang Karena Kesalahpahaman

    "Ah ya… gue bakal ngompres mata lo, terus nyiapin air hangatnya," gumam Alina pelan, mencoba menahan detak jantung yang makin kencang. Alina keluar dari dapur dengan napkin dan mangkuk berisi air hangat. "Sial, pelan-pelan.." Arion mengerang. Alina menggeleng pelan sambil mulai mengusap mata Arion. "Yah, mata lo tertutup. Lo harus buka kalau mau gue bersihin." "Lo ngomong gampang. Coba deh rasain sendiri sakitnya," balas Arion dengan suara tertahan. Dia akhirnya membuka matanya perlahan. Rahangnya mengeras. "Sial. Sakit banget." Alina mengambil beberapa tisu dari tas kecilnya. "Harusnya ini cepat membaik... atau ya, semoga aja." Tatapan Arion tiba-tiba jatuh ke mulut Alina. Dia menjilat bibir bawahnya perlahan. Kepalanya sedikit menunduk, sementara Alina mendekat tanpa sadar. Tangan Alina sempat menyentuh dada Arion. Hangat. Otot dadanya terasa jelas di bawah telapak tangannya. Tapi begitu pandangannya jatuh ke leher Arion yang sedikit basah, dia langsung ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Alina : Jaga Harga Diri dan Nggak Mengejar Harta

    Arion duduk di samping Alina, matanya membulat, keningnya berkerut dalam. Dia kelihatan beneran kaget. Tanpa bilang apa-apa, dia langsung menarik Alina ke dalam pelukannya. Tangannya yang kuat m membungkus tubuh Alina, sementara satu tangannya lagi lembut mengusap punggung Alina. "Alina... maafin gue. Gue bener-bener nggak tahu," suaranya bergetar. Pelukan Arion memang hangat, tapi kata-katanya malah makin bikin hati Alina remuk. Rasanya seperti Arion nambahin luka di tempat yang sudah perih. "Direktur Eric... dia nggak pernah kasih beasiswa gitu aja ke orang asing, tanpa alasan. Dan lo datang tiba-tiba, semuanya terasa mencurigakan," lanjut dia pelan. "Clarissa yang pertama kali nyebarin fitnah itu." Alina terdiam. Begitu dengar nama itu, Alina langsung mengangkat kepala sambil mengigit bibirnya sendiri, berusaha menahan air mata yang sudah mengalir. “Clarissa?” gumamnya penuh emosi. “Oh, nggak heran sih. Selalu aja dia...” Alina menyesal banget nangis gara-gara hal konyol kay

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10

Bab terbaru

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Melangkah di Tangga Sepi

    Dua setengah minggu berlalu, Alina masih tinggal di rumah Arion. Di rumah, tim perbaikan udah nutup kebocoran, nguras kamar, dan pasang kipas angin juga dehumidifier supaya nggak ada kerusakan lebih parah. Tapi renovasinya makan waktu lama. Pemilik rumah bilang beberapa perlengkapan susah dicari, jadi Alina harus nunggu beberapa minggu lagi sampai kamarnya siap. Arion dan Alina masih nggak banyak ngobrol di sekolah kecuali saat pelajaran kimia atau waktu pertandingan. Semuanya makin awkward tiap harinya, tapi mereka tetap berpura-pura. Karena Clarissa sengaja ninggalin mereka berdua. “Baby, kita berangkat ya!” suara Arion dari bawah tangga bikin Alina tersadar. Hari ini ada pertandingan besar lawan Cendana High School. Alina turun ke bawah dan lihat mereka udah nunggu. “Semangat ya, kalian pasti bisa menang!” Arion senyum sambil menyandar ke dinding. “Nah, gitu dong, baru semangat. Kita nggak butuh yang namanya hoki.” Arion langsung narik Alina ke dadanya dan menci

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Makan Siang yang Terasa Hambar

    Keesokan harinya, mereka pulang sekolah lebih awal karena sekolah sedang persiapan acara pensi. Sembari Alina latihan menyetir mobil dia duduk di pangkuan Arion, tangannya gemetar saat pegang setir. Bayangan kecelakaan yang menyebabkan ibunya meninggal terus keulang di kepalanya. Alina nggak bisa lupa kalau itu semua karena dia. Mobil mulai jalan pelan-pelan, tapi Alina malah makin panik saat ban depan menyerempet sesuatu. "Arion! Kita nabrak sesuatu!" Alina langsung refleks ngerem mendadak. Arion tiba-tiba membalikkan tubuh Alina, matanya menatap Alina serius tapi lembut. "Lo cuma nabrak tanah sama air, babe. Tenang aja. Itu nggak bakal nyakitin siapa-siapa, termasuk lo." Mata Arion bertemu mata Alina, dan Alina jadi lupa sama paniknya. Dia cuman bisa bengong, sementara Arion nahan senyum sambil berbisik, "Santai aja, gue nggak akan biarin lo kenapa-kenapa." Lama kelamaan, Alina mulai ngerasa lebih santai. 'Arion bener juga, nggak ada yang perlu ditakutin..' Di

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Janji Makan Siang yang Bikin Deg-Degan

    Arion. "Hai," kata Alina dengan nada datar tapi penuh makna. "Gue nggak dengar suara pintu garasi tadi." Alina mencoba tetap tenang meski napasnya sempat tercekat. "Oh, ya? Udah pasti nggak." Arion melirik Valerian, yang masih fokus nge-shoot musuh dalam game tanpa sadar ada drama di belakangnya. "Gue kirim pesan buat lo, tapi nggak ada balesan. Gue sampai khawatir." Alina buru-buru nyari ponsel di meja kopi. Ada dua pesan dari Arion. Dia lihat jam. Baru jam setengah delapan. Dia cuma pergi satu setengah jam, termasuk waktu bolak-balik ke sekolah dan pulang. Arion memandang Alina dengan tatapan tajam, tapi ada sesuatu di matanya yang bikin Alina gugup. Arion menghela napas pelan, lalu mendekat, bikin jarak antara mereka makin kecil. Alina menelan ludah. “Lo kelihatan terlalu santai,” suara Arion rendah, hampir seperti bisikan. “Apa maksud lo?” Arion nggak jawab, cuma mengulurkan tangan dan menyentuh wajah Alina. Sentuhan jarinya lembut, menyusuri pipinya ke dagu.

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    "Cuma Ada Lo di Mata Gue"

    Tangan Arion mulai merayap ke pinggang Alina, ngerasain setiap lekuk tubuh Alina di balik seragam. Hasrat Alina muncul kayak badai yang nggak bisa ditahan. Dia nggak bisa nunggu lebih lama lagi. Alina menginginkan Arion—sepenuhnya, sebelum pikiran soal Clarissa muncul lagi dan merusak semuanya. Bibir Alina mencari bibir Arion, lidahnya masuk ke mulutnya. Alina dorong Arion ke sofa sampai dia jatuh terduduk, lalu Alina naik ke pangkuannya. Arion mengerang pelan, puas, lalu bibirnya turun ke leher Alina, bikin Alina kehilangan kendali. Sentuhannya, ciumannya, semuanya bikin pikiran Alina kabur. Mereka melepas seragam satu per satu. Sentuhan itu bikin napas Alina tercekat, dan dia nggak bisa mikir apa-apa lagi kecuali Arion. Dengan emosi yang memuncak dan adrenalin yang nggak terbendung, Alina takut bakal kebablasan ngomong terlalu banyak. Tapi semua itu sirna saat Arion pasang kondomnya dan Alina mulai bergerak cepat dan intens, hanyut dalam hasrat yang terlalu kuat buat dit

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Untuk Lo, Gue Ada

    Semua orang ketawa. Tapi di balik tawa itu, Alina nggak bisa lepas dari pikiran bahwa ini cuma awal dari drama yang lebih besar. Clarissa nggak akan tinggal diam. Dan kalau Lara beneran masuk tim cheer, dia pasti bakal jadi target utama Clarissa. Tapi di sisi lain, Alina salut sama keberanian Lara. Anak baru ini jelas beda. Dia punya nyali, bahkan di depan cewek seberbahaya Clarissa. Ponsel Alina bergetar, dan sebuah pesan muncul. Arion: Gue udah di tempat biasa. Ayo pulang. Alina senyum-senyum sambil mengetik balasan. Alina: Gue udah di jalan. Valerian yang lagi cerita langsung berhenti pas Alina jentikin jari ke arahnya. Dia ngangkat alis sambil manyun. "Geser dulu, gue mau keluar," kata Alina sambil mendorongnya pelan. "Gue lagi di seru-seru cerita, lo nggak sopan banget sih." Alina cuman ngangkat bahu. Dia udah nggak ngikutin obrolan mereka dari tadi, sejak Clarissa muncul. Mereka bertiga – Valerian, Darren, dan Luther – lagi asyik banget ngomongin pertandi

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Drama Makan Siang

    “Sekarang, dia udah nggak mau sama lo, jadi lo makin tertantang pengen balikan sama dia.” Clarissa bengong, sementara semua orang di meja itu hanya terdiam. Alina pengen ketawa sinis tapi dia tahan biar nggak memperkeruh suasana. Ketika pertama kali ketemu Valerian, Alina pikir dia cuma cowok tukang ngomong jorok… dan memang benar. Tapi, Alina harus akui, Valerian juga jeli dan pintar. Dan dia berhasil menyembunyikan itu. “Lo mungkin jago akting, Clarissa. Dari ekspresi muka lo sampai pose lo emang udah niat banget. Tapi tahu nggak? Kurangnya kehangatan di mata lo ngasih tahu cerita yang sebenarnya. Jadi, jangan coba-coba berakting lagi di depan gue.” Clarissa langsung berdiri lebih tegap, kelihatan santai meski kelihatan nggak nyaman. Valerian malah santai nyeruput minumannya. Setelah dia selesai, dia naruh botolnya di meja dan ngomong lagi. “Pada akhirnya, Arion itu anak buah gue. Kita punya kode. Kawan lebih penting daripada cewek." Dia nyengir ke Alina, Luther, kemudi

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Ultah Sultan: Party di Tambang Berlian

    “Tempatnya nggak biasa, sih. Kita bakal di tempat yang cukup eksklusif. Gue udah ngatur semuanya.” Luther melanjutkan, “Jadi, pesta ini diadakan di bekas tempat penambangan berlian milik bokap gue. Sekarang tempat itu udah jadi tempat yang private, buat acara-acara kaya gini. Udah modern, ada bar, dan lounge besar. Tempatnya keren banget.” Darren mengangguk pelan, “Sounds cool sih. Gue ikut aja. Tapi lo janji ya, Luther, nggak ada drama.” Luther cuma ngangguk dengan percaya diri. “Gue janji, kali ini lo bakal ngerasain pesta yang beda dari yang lain.” Tiba-tiba nampan mendarat di meja sebelah Alina, dan Valerian masuk ke bilik sambil nyengir. “Wah... Ada yang bentar lagi ultah, nih?” “Obsidian Chamber emang gede banget.." Valerian duduk dan menyelipkan tangannya di belakang kepala. "Lo pada wajib ikut sih, karena bakal ngerasain vibe mewahnya. Cuma, jangan sampai salah jalan, bisa-bisa lo kebablasan ke ruang penyimpanan berlian, hahaha.” “Bener banget. Kalian semua bakal j

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pertemuan Dengan Lara, Adik Luther

    Ines melambat, tapi nggak cukup buat Alina nyusul dengan santai. Kaki Alina udah letoy kayak mie yang kelamaan direndam air panas—lemes banget, hampir nggak ada tenaga buat ngejar. Ini akibat latihan bareng Valerian tadi. Dengan napas setengah ngos-ngosan, akhirnya dia bisa sejajar dengan Ines. Wajah Ines keliatan makin cemberut. Dia terus jalan sambil pandangannya lurus ke depan, sengaja banget ngindarin tatapan Alina. “Nes, lo kenapa sih?” Alina berusaha ngejaga nada suaranya tetap santai, walaupun dalam hati bingung banget. Tapi Ines tetap diam, kayak Alina nggak ada di situ. “Aku nggak tahu apa yang gue lakuin ke lo, tapi gue yakin gue—” Alina mencoba menjelaskan, tapi kalimatnya terpotong. “Enggak,” potong Ines dengan nada tegas. “Kita baik-baik aja.” Baik-baik aja. Kata itu terdengar aneh di telinga Alina, tapi dia hanya bisa mengangkat bahu. Ines tiba-tiba berlari menyeberangi jalur hijau dan mulai mengambil bahan simulasi luka untuk latihan PMR mereka. '

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Renggang Tanpa Kata

    Alina buru-buru keluar dari mobil, hujan langsung menyiraminya pas dia lari ke ruang angkat beban. Ternyata hujan turun lebih deras tahun ini, berarti kamar loteng lamanya bakal lama banget diperbaiki. Sebagian diri Alina ngerasa lega karena bisa lebih sering bareng Arion, tapi sebagian lagi ngerasa ini terlalu bagus buat bertahan lama, dan Alina butuh ruang sendiri buat hal-hal yang bakal terjadi. 'Tapi untuk saat ini, gue nggak punya pilihan.' Di ruang angkat beban, Alina lempar tas ranselnya di sudut seperti biasa. Terus dia jalan ke bagian beban bebas, nyari-nyari latihan apa yang pengen dia coba hari ini. Dia cek catatan di handphone dan mulai nyusun gerakan dasar. Alina udah cukup puas pas selesai ngerjain satu gerakan. Tapi pas dia mau lanjut ke gerakan selanjutnya—deadlift—dia jadi takut buat ngerjainnya, takut nggak bisa ngebenerin tekniknya dan malah cedera. Alina nggak boleh sampe cedera, karena kalau itu terjadi, dia nggak bisa kerja di kafe. Beberapa saat setelah itu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status