Semua Bab Menjadi Istri yang Dilupakan: Bab 71 - Bab 80

83 Bab

Bab 71: Jarak yang Semakin Membentang

Keesokan paginya, Nadia duduk diam di pinggir ranjang, tatapannya tertuju pada pesan singkat yang ditinggalkan Indra. "Aku butuh waktu sendiri." Hanya empat kata, tetapi dampaknya begitu besar, menghantam hati Nadia seperti gelombang dingin. Waktu sendiri? Setelah malam yang berat dan percakapan yang menggantung, kini Indra malah memilih untuk menjauh. Hatinya mencelos.Nadia meremas kertas itu, lalu perlahan membuka jendela kamar, membiarkan udara pagi yang sejuk masuk. Langit Jakarta yang biasanya menjadi penghiburan, kini terasa kelabu di matanya. Sejenak, Nadia menatap ke luar, membiarkan pikirannya berlarian mencoba menemukan jawaban—apa yang harus ia lakukan selanjutnya.Reza masih terlelap di kamarnya. Wajah tenangnya tampak begitu polos dan damai, tidak menyadari badai emosi yang terjadi antara kedua orang tuanya. Nadia berdiri di depan pintu kamar anaknya, berusaha menenangkan diri, merapal doa agar bisa tetap kuat demi Reza. Ia tahu, apapun yang terjadi
Baca selengkapnya

Bab 72: Keterasingan yang Makin Dalam

Malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Pesan singkat dari Indra yang baru saja diterima membuat dada Nadia semakin sesak. "Jangan tunggu aku malam ini." Lima kata yang menandai jarak yang semakin nyata di antara mereka. Sebuah jarak yang Nadia tak tahu bagaimana menjembataninya.Nadia meletakkan ponselnya dengan lelah, mencoba menenangkan pikirannya yang terus dipenuhi pertanyaan. Apa yang sedang terjadi dengan Indra? Apa yang membuatnya berubah menjadi begitu dingin, seolah-olah tidak ada lagi cinta yang tersisa di antara mereka? Rasa frustasi mulai menyelimuti dirinya. Setiap kali Nadia mencoba mendekat, Indra justru menjauh.Ia menutup mata sejenak, berharap lelahnya fisik bisa mengatasi lelahnya pikiran. Namun, sayangnya, pikirannya terus berputar tanpa henti. Di satu sisi, Nadia merasa tidak dihargai dan ditinggalkan begitu saja. Namun di sisi lain, ia merasa harus tetap berjuang. Setiap kali ia melihat Reza, hatinya tergerak untuk tetap bertahan. Demi anak m
Baca selengkapnya

Bab 73: Jarak yang Tak Terhindarkan

Pagi datang tanpa kejutan berarti. Nadia terbangun lebih awal dari biasanya, dengan perasaan gundah yang tidak bisa diabaikan. Di sampingnya, Indra masih tertidur dengan wajah yang tampak lelah, tetapi dingin. Ia ingin membangunkannya, ingin melanjutkan percakapan yang tertunda tadi malam, tetapi keraguannya lebih besar. Apakah Indra benar-benar ingin mendiskusikan hubungan mereka, atau itu hanya sekadar janji yang takkan ditepati?Dengan perasaan tertekan, Nadia memilih untuk bangun pelan-pelan, berusaha agar tidak membangunkan Indra. Dia berjalan menuju dapur, mulai menyiapkan sarapan. Roti panggang, telur, dan segelas susu untuk Reza yang sebentar lagi akan bangun. Suasana pagi itu terasa lengang, meskipun di luar, dunia terus berputar seperti biasa.Saat Nadia sedang sibuk dengan dapur, terdengar suara langkah kaki kecil dari arah tangga. Reza muncul dengan rambut acak-acakan dan mata yang masih mengantuk. Ia berjalan menuju ibunya dan memeluk pinggang Nadia erat.
Baca selengkapnya

Bab 74: Mencari Harapan di Tengah Kesunyian

Malam itu terasa panjang bagi Nadia. Setelah mengantar Reza tidur di kamarnya, ia kembali duduk di tepi ranjang, merenungi situasi yang semakin tidak menentu. Indra sudah berada di kamar mereka, namun ia terlihat sibuk dengan laptopnya. Bunyi ketikan dari keyboard terus terdengar, seolah membentuk penghalang tak terlihat antara mereka berdua. Nadia menghela napas pelan, merasa perasaannya semakin terjebak dalam kehampaan.Dia menatap suaminya dari sisi tempat tidur, berharap ada sedikit momen di mana mereka bisa berbicara, sekadar bertukar pikiran tentang hari-hari mereka yang semakin dipenuhi jarak. Tapi, Indra tak menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti dari kesibukannya. Ketegangan yang menggantung di udara semakin terasa berat bagi Nadia."Indra...," suara Nadia terdengar pelan, hampir seperti bisikan.Indra tidak langsung menoleh, masih fokus pada layar laptop di depannya. Nadia menunggu, berharap bahwa kali ini suaminya akan merespons lebih baik. Akhirnya,
Baca selengkapnya

Bab 75: Beratnya Harapan yang Mulai Memudar

Keesokan paginya, Nadia terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya terasa berat karena kurang tidur, tetapi pikirannya tak mau diam. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran tentang masa depan rumah tangganya. Seperti biasa, dia menyiapkan sarapan untuk Reza dan Indra. Namun, kali ini, suasana hatinya semakin gelisah. Ada rasa takut yang perlahan merayap di dalam hatinya—takut bahwa semua perjuangan ini akan sia-sia.Ketika Nadia menata meja makan, Reza datang dengan langkah kecil dan senyum di wajahnya, meskipun matanya terlihat sedikit sayu. Sejak tadi malam, Nadia tahu bahwa Reza merasakan ketegangan di antara dirinya dan Indra, meskipun anak itu belum bisa sepenuhnya mengerti apa yang terjadi. Nadia memaksakan senyum, menatap wajah anaknya yang penuh harapan."Selamat pagi, Sayang. Mau sarapan apa hari ini?" tanya Nadia, berusaha mencairkan suasana.Reza hanya mengangguk, lalu duduk di kursinya tanpa berkata-kata. Nadia tahu Reza sedang berpikir, mungkin
Baca selengkapnya

Bab 76: Di Tengah Kepahitan yang Menyiksa

Malam semakin larut, dan angin di luar terdengar berdesir pelan. Nadia masih duduk di tepi tempat tidur, tatapannya kosong, memandangi langit-langit kamar. Setelah percakapan singkat dengan Indra, suasana menjadi lebih tegang. Ia tidak mengharapkan banyak dari pembicaraan tadi, tapi keheningan dan dinginnya sikap suaminya membuatnya merasa semakin terasing. Nadia tahu, semakin lama mereka seperti ini, semakin sulit baginya untuk mempertahankan hubungan ini.Indra sudah berbaring di sisi lain tempat tidur, punggungnya membelakangi Nadia. Tidak ada kata-kata lagi di antara mereka malam itu. Kesunyian menjadi semakin nyata ketika lampu kamar dimatikan, menyisakan hanya kegelapan dan ketegangan di antara mereka.Pagi harinya, Nadia bangun lebih awal dari Indra, seperti biasanya. Rutinitas pagi ini tetap sama, namun hati Nadia terasa lebih berat dari hari-hari sebelumnya. Pikirannya masih dipenuhi oleh percakapan semalam. Ia melangkah ke dapur dan mulai menyiapkan sarapan u
Baca selengkapnya

Bab 77: Ketegangan yang Tak Kunjung Reda

Pagi itu, setelah Indra berangkat kerja, Nadia merasakan kekosongan yang familiar. Udara di rumah terasa dingin meski matahari sudah naik tinggi. Ia menatap piring-piring kotor di meja makan, bukti bisu dari sarapan yang tak mengandung kehangatan. Reza sudah berangkat sekolah, dan Nadia kembali sendirian dengan pikirannya yang tak menentu.Semua terasa berat, seolah waktu berjalan lambat, menghantarkan beban yang sama setiap harinya. Nadia menatap dinding rumah yang terasa semakin sempit. Keadaan rumah tangganya semakin sulit dipertahankan, namun di hatinya ada perasaan yang tak mau menyerah. Ia tetap ingin mempertahankan keluarganya, demi Reza. Nadia tahu, anak itu membutuhkan ayahnya, meskipun Indra kerap kali menunjukkan sikap dingin dan tidak peduli.Siang menjelang, dan Nadia memutuskan untuk pergi ke pasar. Aktivitas sederhana seperti ini memberinya sedikit ruang untuk bernapas, meski hanya sementara. Namun, di tengah keramaian pasar, pikirannya tetap saja tidak
Baca selengkapnya

Bab 78: Semakin Terpuruk

Keesokan harinya, suasana rumah masih terasa sunyi, seolah tak ada yang berubah setelah percakapan singkat semalam. Nadia bangun lebih awal seperti biasa, menyiapkan sarapan untuk Reza sebelum anaknya berangkat ke sekolah. Pikirannya masih melayang-layang memikirkan apa yang harus dilakukannya untuk memperbaiki rumah tangganya.Pagi ini, Nadia berharap suasana akan sedikit berbeda, mungkin lebih hangat. Namun, Indra tetap sama—diam dan dingin. Ketika mereka bertemu di ruang makan, hanya ada anggukan singkat dari Indra sebelum ia kembali tenggelam dalam pekerjaannya melalui layar ponsel. Nadia melirik Reza yang duduk di sampingnya. Anak itu tampak terdiam, tidak seperti biasanya. Biasanya Reza akan penuh semangat berbicara tentang rencana harinya di sekolah, tapi pagi ini, ia hanya bermain-main dengan sendok di piringnya tanpa bersuara."Reza, kamu nggak makan?" tanya Nadia pelan, mencoba membuyarkan kebisuan itu.Reza hanya menggelengkan kepala, matanya ti
Baca selengkapnya

Bab 79: Menemukan Kepingan Harapan

Keesokan harinya, kehidupan di rumah kembali berjalan dengan ritme yang sama—ritme sunyi yang seolah menenggelamkan Nadia dalam perasaan hampa. Setelah malam penuh ketegangan dengan Indra, suasana semakin tegang, tapi Nadia tetap mencoba bersikap normal di hadapan Reza. Nadia sadar betul, meskipun Reza tidak selalu mengungkapkan perasaannya, anak itu bisa merasakan setiap ketegangan yang muncul di antara kedua orang tuanya.Pagi itu, seperti biasa, Nadia menyiapkan sarapan. Indra duduk di meja makan dengan wajah lelah, matanya terfokus pada layar ponsel tanpa sedikit pun menoleh ke arah Reza atau Nadia. Sebuah kebisuan yang sudah begitu akrab kini menggantung di antara mereka bertiga."Reza, kamu mau sarapan apa hari ini?" tanya Nadia dengan lembut, berusaha membuat suasana sedikit lebih cerah."Aku mau roti sama susu aja, Bu," jawab Reza dengan suara kecil. Matanya tidak bertemu dengan Indra, hanya tertuju ke arah piringnya.Nadia menyajikan roti d
Baca selengkapnya

Bab 80: Mencari Cahaya di Tengah Kegelapan

Malam itu berlalu dengan sangat lambat bagi Nadia. Waktu seolah berhenti bergerak, dan suara jarum jam yang berdetak di dinding terdengar begitu nyaring di telinganya. Nadia duduk di ruang tamu, menunggu. Mata Nadia tak lepas dari ponselnya, berharap ada pesan dari Indra yang memberitahu bahwa dia akan segera pulang, atau mungkin pesan sederhana yang mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Namun, hingga tengah malam, layar ponselnya tetap sunyi.Reza sudah tertidur sejak pukul sembilan, wajah mungilnya tenang dan damai, seolah tak ada yang salah dalam hidupnya. Melihat Reza tidur membuat hati Nadia sedikit tenang, setidaknya anak itu masih bisa merasakan kedamaian yang tak lagi ia miliki. Namun, di sisi lain, hal itu juga membuat hatinya semakin terluka. Apa yang akan terjadi jika pernikahannya dengan Indra benar-benar hancur? Bagaimana ia akan menjelaskan semua ini kepada Reza, seorang anak yang begitu polos dan tak berdosa?Nadia tahu bahwa dia tak bisa terus seperti in
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status