Home / Pernikahan / Menjadi Istri yang Dilupakan / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Menjadi Istri yang Dilupakan: Chapter 91 - Chapter 100

123 Chapters

Bab 91: Batas Kesabaran

Indra berdiri dengan tubuh tegap, raut wajahnya tampak enggan dan lelah. Sementara Nadia tetap berada di tempatnya, kedua tangannya menggenggam erat pinggiran kursi, berusaha menahan kegelisahan yang terus merayap dalam dirinya. Ia tahu malam ini sangat penting. Ini adalah kesempatan untuk menyelamatkan apa yang tersisa dari rumah tangga mereka, atau setidaknya mencari kejelasan di tengah ketidakpastian yang semakin menyesakkan.Indra akhirnya menghela napas berat, seolah menyerah pada permintaan Nadia. “Baiklah, katakan apa yang mau kamu bicarakan,” ucapnya datar, tanpa menunjukkan ketertarikan lebih.Nadia menggeser duduknya sedikit, mengatur napasnya agar tidak tergesa. “Aku... aku hanya ingin kita bicara tentang apa yang sedang terjadi di antara kita, Mas,” ia mulai, suaranya bergetar namun tetap penuh usaha untuk terdengar tenang. "Kamu tahu sendiri kan, keadaan kita nggak seperti dulu. Kamu berubah, semuanya berubah.”Indra du
last updateLast Updated : 2024-11-21
Read more

Bab 92: Menahan Luka Demi Anak

Pagi menjelang dengan cepat. Sinar matahari pagi yang masuk melalui celah-celah jendela kamar Reza memantulkan cahaya hangat, namun tidak mampu mengusir rasa dingin yang masih terasa di hati Nadia. Ia duduk diam di samping tempat tidur Reza, mata sembab karena kurang tidur dan menangis sepanjang malam. Tidak ada kata yang cukup untuk menggambarkan rasa lelah dan putus asanya.Reza mulai menggeliat, matanya perlahan terbuka. Ia melihat ibunya duduk di sana, wajahnya pucat tapi tetap memberikan senyum lembut. Nadia mengusap lembut rambut anaknya, mencoba menyembunyikan semua kekhawatiran dan kesedihannya di balik senyum itu.“Selamat pagi, Sayang,” Nadia berbisik, nadanya selembut mungkin, meskipun suaranya terasa serak.Reza mengucek matanya dan tersenyum kecil. “Ibu nggak tidur semalam?”Nadia menggeleng pelan, berusaha tetap tenang. “Ibu cuma ingin memastikan kamu tidur nyenyak. Gimana tidurnya? Mimpi indah?”Re
last updateLast Updated : 2024-11-22
Read more

Bab 93: Luka yang Tak Pernah Sembuh

Malam telah berlalu dengan keheningan yang mencekam. Pagi menjelang, namun rasa cemas yang Nadia rasakan tidak kunjung reda. Indra sudah bangun lebih dulu dari biasanya. Suara pintu kamar tamu yang terbuka pelan terdengar, diikuti langkah kaki yang semakin mendekat. Nadia yang berada di dapur, menyibukkan diri menyiapkan sarapan, merasakan jantungnya berdetak lebih cepat.Ia berusaha menyibukkan tangannya dengan memotong sayur-sayuran, meskipun pikirannya jauh melayang. Kehadiran Indra di rumah, yang seharusnya memberikan rasa aman, kini hanya menyisakan ketegangan. Semakin hari, Nadia merasa jarak di antara mereka semakin lebar, seolah-olah ada dinding tak terlihat yang memisahkan mereka.Tak lama kemudian, Indra masuk ke dapur tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia mengambil cangkir kopi yang sudah Nadia siapkan di meja, meneguknya dengan cepat. Tidak ada sapaan, tidak ada pertanyaan bagaimana perasaan Nadia atau bagaimana keadaan Reza. Seolah-olah Nadia adalah bagia
last updateLast Updated : 2024-11-22
Read more

Bab 94: Kesabaran yang Semakin Menipis

Malam itu, rumah terasa sunyi. Nadia duduk di tepi ranjang, tubuhnya terasa lelah, bukan hanya karena pekerjaan rumah yang menumpuk, tetapi juga karena tekanan emosional yang semakin hari semakin menghimpit dadanya. Pikirannya terus berputar memikirkan peristiwa pagi tadi, saat Indra marah di depan Reza. Setiap kali bayangan itu muncul, rasa sesak kembali menghantam.Di ruangan lain, Reza sudah tertidur dengan damai di kamar tidurnya, tidak menyadari badai yang sedang melanda rumah tangga kedua orang tuanya. Nadia memandang ke arah pintu kamar yang setengah terbuka, memperhatikan napas anaknya yang teratur. Dia bersyukur setidaknya Reza belum benar-benar memahami apa yang terjadi. Tapi Nadia tahu, jika situasi ini terus berlanjut, anak itu akan merasakan dampaknya lebih cepat daripada yang dia harapkan.Nadia mendesah panjang. Ia memandang keluar jendela kamar, ke langit malam yang dipenuhi bintang. Selama ini, ia selalu percaya bahwa keluarga adalah tempat berlindung
last updateLast Updated : 2024-11-23
Read more

Bab 95: Antara Harapan dan Ketidakpastian

Keesokan harinya, langit Jakarta diselimuti awan kelabu, seolah mencerminkan suasana hati Nadia. Ia terbangun dengan perasaan hampa, namun tetap menjalani rutinitas paginya seperti biasa. Suara gemericik air dari dapur terdengar samar ketika Nadia menyiapkan sarapan untuk Reza. Pikirannya masih dipenuhi oleh percakapan dengan Indra semalam. Kata-kata Indra yang tajam dan dingin terus terngiang di telinganya, membuatnya sulit untuk fokus.Reza, dengan celoteh khas anak-anaknya, berusaha menarik perhatian ibunya. Nadia mencoba tersenyum di hadapan putranya, berusaha menyembunyikan kegundahan hatinya. Ia ingin sekali memberikan kebahagiaan dan ketenangan untuk Reza, meskipun di dalam dirinya ada badai yang tak kunjung reda. Namun, Nadia tahu bahwa anak kecil pun bisa merasakan perubahan suasana di sekitarnya, terutama ketika orang tua mereka sedang bermasalah."Bu, nanti kita main ke taman lagi, ya?" tanya Reza dengan semangat, menggigit roti di tangannya.Nadia me
last updateLast Updated : 2024-11-23
Read more

Bab 96: Retakan yang Kian Mendalam

Malam itu, rumah terasa begitu sunyi, hanya diisi oleh suara kipas angin yang berputar lembut di langit-langit. Nadia duduk di sofa ruang tamu dengan pandangan kosong. Reza sudah tidur, dan jam menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Indra belum juga pulang. Televisi yang menyala di depannya hanya menjadi latar tanpa suara, sebuah usaha sia-sia untuk mengalihkan pikirannya dari kekhawatiran yang terus menghantuinya.Setiap detik yang berlalu terasa begitu lambat. Nadia tahu, ini bukan pertama kalinya Indra pulang larut malam tanpa memberi kabar. Tapi tetap saja, rasa cemas itu tak pernah hilang. Telepon genggam di tangannya sudah beberapa kali ia lihat, berharap ada pesan dari Indra yang mengatakan ia akan segera pulang. Namun, layar tetap gelap, tanpa notifikasi.Hati Nadia semakin gelisah. Ia mencoba menenangkan diri dengan berbagai pemikiran, mungkin Indra sedang sibuk dengan urusan pekerjaan, mungkin ada rapat mendadak, atau mungkin jalanan macet. Namun, jauh di l
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

Bab 97: Ketika Harapan Mulai Pudar

Pagi itu, sinar matahari menembus gorden kamar, menciptakan bayangan lembut di dinding. Namun, suasana hati Nadia sama sekali tidak selaras dengan kehangatan pagi yang menyapa. Di sampingnya, Indra masih tertidur lelap, wajahnya tampak damai, seolah tak ada beban dalam pikirannya. Berbeda sekali dengan Nadia, yang sudah terjaga sejak lama, berkutat dengan pikirannya yang tak kunjung tenang.Nadia bangkit perlahan dari tempat tidur, memastikan tidak membangunkan Indra. Tubuhnya terasa berat, bukan karena kelelahan fisik, tetapi karena beban mental yang semakin menghimpit. Ia berjalan menuju kamar Reza, dan saat membuka pintu, ia melihat anaknya masih terlelap di tempat tidurnya yang kecil. Wajah polos Reza selalu membuat hati Nadia tersentuh, seolah segala masalah yang ia hadapi hilang sejenak setiap kali melihat senyum anaknya.Nadia berjalan mendekat, duduk di samping tempat tidur Reza. Dengan lembut, ia menyelipkan rambut anaknya yang berantakan ke belakang telingany
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

Bab 98: Ketika Cinta Berubah Jadi Beban

Pagi hari berikutnya terasa sama, seolah tak ada yang berubah di rumah mereka. Sinar matahari masuk melalui jendela, menyorot sudut-sudut ruangan dengan lembut. Namun, bagi Nadia, setiap detik terasa berat, seolah waktu berjalan lambat dan penuh dengan kesedihan yang sulit dihapus. Nadia bangun lebih awal dari biasanya, mencoba mencari ketenangan di saat rumah masih sunyi.Ia duduk di meja makan, memandangi cangkir teh yang baru saja ia buat. Uap yang naik dari cangkir itu sedikit mengaburkan pandangannya, seolah mencerminkan pikirannya yang kacau. Nadia mencoba untuk menikmati pagi ini, tapi bayang-bayang percakapan kemarin dengan Indra terus menghantui."Kenapa semua jadi begini?" Nadia bertanya pada dirinya sendiri, suaranya hampir tak terdengar. Rumah yang dulu ia impikan sebagai tempat perlindungan, kini berubah menjadi penjara tak kasat mata. Setiap hari ia merasa semakin jauh dari Indra, dan semakin sulit untuk menghidupkan kembali perasaan yang dulu pernah ada
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 99: Hati yang Semakin Terluka

Hari-hari berlalu tanpa banyak perubahan. Nadia masih bertahan, meski setiap langkahnya terasa semakin berat. Indra, seperti biasa, lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Ketika dia di rumah, kebanyakan waktunya dihabiskan dalam keheningan atau dengan komentar tajam yang kerap kali menusuk perasaan Nadia. Hubungan mereka semakin dingin, seakan sudah tidak ada lagi ruang untuk perasaan cinta yang pernah mereka rasakan dulu.Pagi ini, Nadia kembali menyiapkan sarapan untuk Reza. Dia sudah terbiasa bangun lebih awal, mengurus segala kebutuhan anaknya, sementara Indra sering kali masih tertidur atau sudah bergegas pergi tanpa banyak kata. Reza, dengan keceriaan khas anak-anak, tetap menjadi satu-satunya cahaya yang membuat Nadia mampu bertahan.Saat Reza duduk di kursinya, Nadia melirik ke arah jam dinding. Sudah lewat jam tujuh, dan Indra masih di kamar. Biasanya, ia sudah bersiap berangkat kerja. Tapi kali ini, langkah kaki Indra baru terdengar mendekati meja
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 100: Luka yang Semakin Dalam

Nadia bangun pagi dengan rasa yang tidak nyaman. Semalaman ia tidak bisa tidur nyenyak. Kartu nama yang ia temukan di saku kemeja Indra terus menghantuinya, seperti bayang-bayang gelap yang tak mau hilang. Pikirannya berputar-putar, menimbang setiap kemungkinan. Apakah ia harus langsung bertanya pada Indra lagi? Tapi melihat reaksi suaminya kemarin, Nadia ragu apakah konfrontasi akan membuat segalanya lebih baik atau malah semakin buruk.Nadia menghela napas panjang dan menatap langit-langit kamar. "Aku harus tetap tenang," bisiknya pada diri sendiri. Reza masih tertidur di kamarnya, dan Nadia tidak ingin suasana pagi ini rusak hanya karena perasaannya yang bercampur aduk. Ia tahu bahwa jika ia memperlihatkan kekhawatirannya, Reza mungkin akan merasakannya juga. Anak itu terlalu peka terhadap perubahan suasana hati ibunya.Setelah mempersiapkan sarapan untuk Reza, Nadia duduk di meja makan, menatap piring kosong di depannya. Tidak ada nafsu makan, hanya pikiran yang me
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status