Home / Pernikahan / Menjadi Istri yang Dilupakan / Kabanata 101 - Kabanata 110

Lahat ng Kabanata ng Menjadi Istri yang Dilupakan: Kabanata 101 - Kabanata 110

123 Kabanata

Bab 101: Suara Hati yang Tertahan

Pagi yang datang tidak memberikan banyak perubahan pada perasaan Nadia. Matahari menyinari kamar tidurnya dengan lembut, tetapi cahaya itu seakan tidak mampu menembus kegelapan hatinya. Ia bangun lebih awal dari biasanya, namun tubuhnya terasa berat. Setiap langkah menuju dapur terasa seperti beban tambahan. Perasaannya campur aduk, dihantui oleh pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, dan kebingungan yang semakin merajalela.Saat Nadia menyiapkan sarapan untuk Reza, pikirannya melayang jauh. Ia masih memikirkan kartu nama itu, restoran yang ia lihat kemarin, dan wajah dingin Indra yang seolah tak lagi menunjukkan kehangatan sedikit pun. Apakah semua ini ada hubungannya? Ataukah perasaannya hanya terlalu sensitif, terlalu cepat mengambil kesimpulan?Reza muncul dari kamarnya, tersenyum sambil membawa mainan kesayangannya. Wajah anak itu seperti secercah cahaya yang selalu berhasil membuat hati Nadia sedikit tenang, meskipun hanya untuk sesaat. "Mama, hari ini aku ad
last updateHuling Na-update : 2024-11-26
Magbasa pa

Bab 102: Retak yang Semakin Lebar

Malam itu berlalu dengan dingin, dan pagi berikutnya tidak memberikan harapan lebih baik bagi Nadia. Setelah malam yang penuh ketegangan, Indra tetap bersikap dingin. Bahkan, saat Nadia berusaha untuk memulai percakapan saat sarapan, suaminya hanya menjawab dengan anggukan atau sepatah dua patah kata yang tidak berarti.Nadia menghidangkan teh hangat untuk Indra, berharap setidaknya ada jeda dalam keheningan yang terus menguasai mereka. Namun, seperti yang sudah-sudah, Indra tidak bereaksi. Ia menyesap tehnya dengan cepat, sambil terus memeriksa ponselnya, tampak tak peduli dengan kehadiran Nadia di meja makan.“Mungkin sore ini kita bisa jalan-jalan bersama Reza, Indra? Dia akan senang sekali kalau kamu bisa meluangkan waktu untuknya,” ujar Nadia dengan suara pelan, hampir seperti permohonan.Indra mendengarkan sambil menatap layar ponselnya, tidak sepenuhnya fokus. Setelah beberapa detik yang terasa sangat panjang, ia akhirnya mendongak dan berkata
last updateHuling Na-update : 2024-11-27
Magbasa pa

Bab 103: Luka yang Tak Terlihat

Malam itu, Nadia terbangun karena suara pintu depan yang berderit. Ia melirik jam di nakas—pukul dua dini hari. Indra baru pulang. Nadia menghela napas panjang dan menarik selimut lebih rapat, pura-pura tidak mendengar. Di hatinya, ada perasaan perih yang sudah terlalu sering ia rasakan. Ia sudah terbiasa dengan kembalinya Indra di tengah malam seperti ini, tanpa penjelasan dan tanpa kata-kata.Langkah kaki Indra terdengar menuju kamar mereka. Pintu terbuka perlahan, cahaya dari lorong masuk, memperlihatkan sosoknya yang masuk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia langsung menuju kamar mandi, tanpa menoleh sedikit pun ke arah Nadia. Seakan-akan keberadaan Nadia sama sekali tidak penting.Setelah beberapa menit, Indra keluar dari kamar mandi dan merebahkan diri di sisi lain tempat tidur. Nadia masih memunggunginya, pura-pura tertidur. Namun dalam hatinya, ia merasakan gelombang emosi yang tak terbendung lagi. Kesunyian yang terus-menerus ini, rasa dingin yang tak
last updateHuling Na-update : 2024-11-27
Magbasa pa

Bab 104: Jarak yang Semakin Lebar

Pagi berikutnya, suasana di rumah masih sama dinginnya. Indra sudah bangun lebih dulu, duduk di meja makan dengan pandangan lurus ke depan, matanya terpaku pada layar ponselnya. Sesekali jari-jarinya bergerak cepat di atas layar, entah mengetik pesan atau membalas email pekerjaan. Nadia baru saja selesai menyiapkan sarapan, namun ia bisa merasakan ketegangan di udara. Setiap pagi terasa seperti pengulangan, seperti roda yang terus berputar tetapi tidak pernah maju ke mana pun."Reza, ayo sarapan," panggil Nadia lembut, mencoba menghidupkan suasana meski ia tahu akan sia-sia. Reza yang baru selesai mandi muncul dari kamarnya dengan rambut masih basah, senyum polosnya seakan belum mengerti betapa beratnya beban yang dirasakan ibunya.Anak kecil itu duduk di kursi, menatap piring yang sudah terisi dengan nasi dan telur dadar, makanan favoritnya. “Papa sarapan juga, kan?” tanyanya, menatap Indra dengan mata penuh harapan.Indra tidak mengangkat wajahnya
last updateHuling Na-update : 2024-11-28
Magbasa pa

Bab 105: Kata-Kata yang Menusuk

Pagi kembali datang dengan rutinitas yang sama. Nadia bangun lebih awal, mempersiapkan sarapan untuk Reza dan Indra, meskipun ia tahu Indra mungkin akan meninggalkan rumah sebelum sempat menyentuh makanan yang disiapkannya. Beberapa hari terakhir, suasana di rumah semakin suram. Nadia bisa merasakan jarak yang kian lebar antara dirinya dan Indra, dan meski ia terus berusaha mempertahankan pernikahannya, semuanya terasa sia-sia.Saat Nadia meletakkan piring di meja makan, Indra muncul dari kamar. Tanpa sepatah kata pun, ia berjalan ke arah pintu, mengambil jas dan tas kerjanya. Nadia menatap suaminya dengan hati yang berat. Hari demi hari, percakapan di antara mereka semakin sedikit, dan setiap kali mereka berbicara, kata-kata Indra selalu terasa tajam, seolah apa pun yang ia katakan hanya akan menambah jarak di antara mereka."Indra, kamu nggak sarapan dulu?" tanya Nadia dengan nada hati-hati.Indra menghentikan langkahnya sejenak, menoleh dengan ekspresi datar.
last updateHuling Na-update : 2024-11-28
Magbasa pa

Bab 106: Mula Kecurangan yang Tak Terlihat

Beberapa minggu berlalu dengan rutinitas yang sama—Nadia tetap berusaha mempertahankan keluarganya, sementara Indra semakin terbenam dalam dunianya sendiri. Walau mereka tinggal di rumah yang sama, hati mereka seperti terpisah oleh tembok yang tinggi. Indra tidak lagi menunjukkan minat untuk memperbaiki keadaan, dan Nadia semakin sering merasa kesepian di rumah yang dulunya terasa hangat.Indra mulai pulang lebih larut dari biasanya. Setiap kali Nadia menanyakan alasannya, ia hanya menjawab singkat, “Kerjaan banyak,” atau “Ada urusan kantor.” Pada awalnya, Nadia mencoba memahaminya, berusaha meyakinkan dirinya bahwa Indra benar-benar sibuk. Ia tahu pekerjaan suaminya menuntut waktu dan tenaga, tapi seiring berjalannya waktu, Nadia mulai merasakan ada sesuatu yang berbeda.Kali ini, Indra pulang hampir tengah malam. Nadia yang menunggu di ruang tamu mulai merasa cemas. Biasanya, walaupun Indra sering pulang larut, ia akan memberikan kabar m
last updateHuling Na-update : 2024-11-29
Magbasa pa

Bab 107: Bayang-Bayang Keraguan

Pagi yang biasa dimulai dengan keheningan. Nadia terbangun lebih awal dari Indra, seperti biasa, mempersiapkan sarapan dengan harapan bisa mengembalikan kehangatan yang semakin hilang di antara mereka. Suara panci yang bergemerincing pelan mengisi ruang dapur, sementara sinar matahari pagi perlahan masuk melalui jendela, menerangi sudut-sudut ruangan yang sepi.Setelah menyiapkan secangkir kopi dan roti panggang, Nadia duduk di meja makan, menatap kosong ke arah pintu kamar yang masih tertutup. Ia tahu, ketika Indra bangun, suasana dingin akan kembali menyelimuti mereka. Ia merindukan saat-saat ketika Indra dulu menyapa paginya dengan senyum dan perhatian. Namun sekarang, yang ada hanyalah keheningan yang menyesakkan.Perlahan, pintu kamar terbuka. Indra muncul dengan langkah malas, wajahnya terlihat lelah. Ia hanya melirik ke arah Nadia tanpa sepatah kata pun, lalu duduk di meja makan. Nadia tersenyum tipis, mencoba membuka percakapan."Selamat pagi," katanya l
last updateHuling Na-update : 2024-11-29
Magbasa pa

Bab 108: Gelisah yang Menggerogoti

Keesokan harinya, pagi datang dengan atmosfer yang sama—sunyi dan dingin. Seperti biasa, Nadia bangun lebih dulu, mempersiapkan sarapan dan mencoba menebar sedikit kehangatan yang mungkin bisa menembus dinding tak kasat mata antara dirinya dan Indra. Namun, di dalam hatinya, rasa gelisah terus tumbuh, semakin kuat seiring berjalannya waktu. Ada sesuatu yang salah, sesuatu yang belum bisa ia pahami sepenuhnya, tapi cukup untuk membuat pikirannya tidak tenang.Indra keluar dari kamar dengan langkah yang terburu-buru. Pagi itu, raut wajahnya terlihat lebih tegang dari biasanya, matanya sesekali melirik ponsel yang digenggamnya. Ia mengabaikan sarapan yang sudah disiapkan Nadia di meja dan hanya meraih cangkir kopi sambil sesekali mengetik di ponselnya.Nadia mencoba untuk tetap tenang, meskipun hatinya berkecamuk. Ia tahu, sesuatu sedang terjadi, tapi ia masih belum memiliki keberanian untuk langsung bertanya. Setiap kali ia ingin membuka mulut, lidahnya terasa kelu
last updateHuling Na-update : 2024-11-30
Magbasa pa

Bab 109: Benih Kecurigaan yang Tumbuh

Pagi berikutnya, ketika cahaya matahari mulai masuk dari celah-celah jendela, Nadia terbangun dengan perasaan yang berat. Semalam ia tidak bisa tidur nyenyak. Pikirannya terus-menerus memikirkan perubahan sikap Indra, bagaimana suaminya semakin menjauh tanpa alasan yang jelas. Ada perasaan ganjil yang tak bisa ia singkirkan, seolah ada sesuatu yang disembunyikan oleh Indra, tapi ia tak tahu apa itu.Ketika Nadia turun ke dapur untuk mempersiapkan sarapan, pikirannya masih tertuju pada kejadian semalam. Ponsel Indra yang selalu bersamanya, pesan-pesan yang tampaknya begitu penting, dan sikap dingin yang tidak bisa ia pahami. Nadia menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya, namun perasaan gelisah itu tetap membekas.Tak lama, terdengar suara langkah kaki Indra menuruni tangga. Ia berjalan menuju meja makan dengan wajah yang sedikit lebih segar dari semalam, tapi tetap saja dingin dan tak bersahabat. Nadia menatapnya sekilas, berharap ada kehangatan dalam int
last updateHuling Na-update : 2024-11-30
Magbasa pa

Bab 110: Langkah Awal Menemukan Jawaban

Nadia pulang dari rumah ibunya dengan pikiran yang semakin kalut. Meskipun saran Bu Ningsih terdengar bijak, kecurigaan yang semakin menggerogoti hatinya sulit untuk diredam. Ia mencoba memfokuskan pikirannya pada saran untuk menunggu momen yang tepat untuk bicara dengan Indra, tetapi setiap kali mengingat tatapan dingin dan sikapnya yang selalu tergesa-gesa untuk menghindar, hatinya semakin sesak.Malam itu, seperti biasa, Indra pulang larut. Nadia sudah menunggu di ruang tamu dengan secangkir teh yang dingin di tangannya. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan Nadia hampir tertidur di sofa ketika ia mendengar suara pintu utama terbuka.Indra melangkah masuk dengan gerakan cepat dan tak memedulikan keadaan di sekitarnya. Nadia menatapnya dengan cemas, mencoba menilai suasana hati suaminya. Ada kelelahan yang jelas di wajahnya, tapi juga sesuatu yang lain—sesuatu yang tidak bisa diuraikan Nadia.“Indra, kamu sudah pulang...”
last updateHuling Na-update : 2024-12-01
Magbasa pa
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status