Beranda / Pernikahan / Menjadi Istri yang Dilupakan / Bab 77: Ketegangan yang Tak Kunjung Reda

Share

Bab 77: Ketegangan yang Tak Kunjung Reda

Penulis: Le Vant
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-14 12:03:04

Pagi itu, setelah Indra berangkat kerja, Nadia merasakan kekosongan yang familiar. Udara di rumah terasa dingin meski matahari sudah naik tinggi. Ia menatap piring-piring kotor di meja makan, bukti bisu dari sarapan yang tak mengandung kehangatan. Reza sudah berangkat sekolah, dan Nadia kembali sendirian dengan pikirannya yang tak menentu.

Semua terasa berat, seolah waktu berjalan lambat, menghantarkan beban yang sama setiap harinya. Nadia menatap dinding rumah yang terasa semakin sempit. Keadaan rumah tangganya semakin sulit dipertahankan, namun di hatinya ada perasaan yang tak mau menyerah. Ia tetap ingin mempertahankan keluarganya, demi Reza. Nadia tahu, anak itu membutuhkan ayahnya, meskipun Indra kerap kali menunjukkan sikap dingin dan tidak peduli.

Siang menjelang, dan Nadia memutuskan untuk pergi ke pasar. Aktivitas sederhana seperti ini memberinya sedikit ruang untuk bernapas, meski hanya sementara. Namun, di tengah keramaian pasar, pikirannya tetap saja tidak

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 78: Semakin Terpuruk

    Keesokan harinya, suasana rumah masih terasa sunyi, seolah tak ada yang berubah setelah percakapan singkat semalam. Nadia bangun lebih awal seperti biasa, menyiapkan sarapan untuk Reza sebelum anaknya berangkat ke sekolah. Pikirannya masih melayang-layang memikirkan apa yang harus dilakukannya untuk memperbaiki rumah tangganya.Pagi ini, Nadia berharap suasana akan sedikit berbeda, mungkin lebih hangat. Namun, Indra tetap sama—diam dan dingin. Ketika mereka bertemu di ruang makan, hanya ada anggukan singkat dari Indra sebelum ia kembali tenggelam dalam pekerjaannya melalui layar ponsel. Nadia melirik Reza yang duduk di sampingnya. Anak itu tampak terdiam, tidak seperti biasanya. Biasanya Reza akan penuh semangat berbicara tentang rencana harinya di sekolah, tapi pagi ini, ia hanya bermain-main dengan sendok di piringnya tanpa bersuara."Reza, kamu nggak makan?" tanya Nadia pelan, mencoba membuyarkan kebisuan itu.Reza hanya menggelengkan kepala, matanya ti

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 79: Menemukan Kepingan Harapan

    Keesokan harinya, kehidupan di rumah kembali berjalan dengan ritme yang sama—ritme sunyi yang seolah menenggelamkan Nadia dalam perasaan hampa. Setelah malam penuh ketegangan dengan Indra, suasana semakin tegang, tapi Nadia tetap mencoba bersikap normal di hadapan Reza. Nadia sadar betul, meskipun Reza tidak selalu mengungkapkan perasaannya, anak itu bisa merasakan setiap ketegangan yang muncul di antara kedua orang tuanya.Pagi itu, seperti biasa, Nadia menyiapkan sarapan. Indra duduk di meja makan dengan wajah lelah, matanya terfokus pada layar ponsel tanpa sedikit pun menoleh ke arah Reza atau Nadia. Sebuah kebisuan yang sudah begitu akrab kini menggantung di antara mereka bertiga."Reza, kamu mau sarapan apa hari ini?" tanya Nadia dengan lembut, berusaha membuat suasana sedikit lebih cerah."Aku mau roti sama susu aja, Bu," jawab Reza dengan suara kecil. Matanya tidak bertemu dengan Indra, hanya tertuju ke arah piringnya.Nadia menyajikan roti d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 80: Mencari Cahaya di Tengah Kegelapan

    Malam itu berlalu dengan sangat lambat bagi Nadia. Waktu seolah berhenti bergerak, dan suara jarum jam yang berdetak di dinding terdengar begitu nyaring di telinganya. Nadia duduk di ruang tamu, menunggu. Mata Nadia tak lepas dari ponselnya, berharap ada pesan dari Indra yang memberitahu bahwa dia akan segera pulang, atau mungkin pesan sederhana yang mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Namun, hingga tengah malam, layar ponselnya tetap sunyi.Reza sudah tertidur sejak pukul sembilan, wajah mungilnya tenang dan damai, seolah tak ada yang salah dalam hidupnya. Melihat Reza tidur membuat hati Nadia sedikit tenang, setidaknya anak itu masih bisa merasakan kedamaian yang tak lagi ia miliki. Namun, di sisi lain, hal itu juga membuat hatinya semakin terluka. Apa yang akan terjadi jika pernikahannya dengan Indra benar-benar hancur? Bagaimana ia akan menjelaskan semua ini kepada Reza, seorang anak yang begitu polos dan tak berdosa?Nadia tahu bahwa dia tak bisa terus seperti in

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 81: Kesunyian yang Kian Dalam

    Pagi itu, Nadia terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya terasa berat karena kurang tidur. Pikirannya terus berputar semalam, mengulang-ulang percakapan yang ia dan Indra lakukan. Meski lelah, Nadia memaksakan diri bangun untuk memulai hari seperti biasa. Ia tak ingin Reza merasakan kecanggungan antara dirinya dan Indra.Di dapur, Nadia menyiapkan sarapan sambil melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. Biasanya, pada waktu seperti ini, Indra sudah siap untuk berangkat ke kantor. Namun, pagi itu rumah masih sunyi. Nadia tahu, Indra pasti masih tidur setelah pulang larut malam.Reza keluar dari kamarnya dengan wajah cerah seperti biasa. Anak itu tidak menyadari pergolakan batin yang sedang dialami ibunya. Dia duduk di meja makan, memandang ibunya yang sibuk memasak.“Ibu, nanti aku boleh main ke rumah teman?” tanya Reza sambil menyuap nasi goreng yang baru saja diletakkan Nadia di depannya.Nadia tersenyum tipis. "Boleh,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 82: Tanda-Tanda Retaknya Rumah Tangga

    Malam itu terasa begitu panjang bagi Nadia. Setelah konflik yang terjadi sore tadi, pikirannya terus berputar. Indra tak lagi berkata apa-apa sejak keluar dari ruang tamu, dan keheningan di rumah membuat Nadia semakin merasa terasing dalam dunianya sendiri. Di sebelahnya, Reza tertidur pulas, wajah polosnya tampak tenang, seakan tak menyadari apa pun yang terjadi di sekelilingnya. Nadia membelai rambut anaknya dengan lembut, menghela napas panjang untuk menenangkan hatinya yang gelisah.Keinginan untuk mempertahankan keluarganya semakin besar, tetapi pertanyaan tentang bagaimana melakukannya semakin sulit dijawab. Nadia menyadari bahwa meskipun ia terus mencoba untuk memperbaiki keadaan, Indra semakin sulit dijangkau. Perubahan sikapnya—dari pria yang bertanggung jawab menjadi sosok yang dingin dan penuh emosi—adalah sesuatu yang tak pernah ia bayangkan. Indra seolah bukan lagi pria yang dulu dinikahinya.Keesokan paginya, Nadia mencoba beraktivitas seperti

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 83: Harapan yang Mulai Pudar

    Pagi datang dengan sinar matahari yang perlahan mengintip dari celah-celah jendela kamar. Nadia membuka matanya dengan perasaan yang sama seperti kemarin—berat dan penuh kecemasan. Ia menatap langit-langit kamar, berpikir tentang percakapan singkatnya dengan Indra malam sebelumnya. Hatinya terasa sakit, tetapi ia mencoba bangkit dari tempat tidur untuk memulai hari yang baru. Reza masih tidur di kamar sebelah, sementara Indra sudah berangkat ke kantor, seperti biasanya, tanpa kata-kata, tanpa perhatian.Nadia duduk di tepi tempat tidur, memijat keningnya yang terasa sedikit pusing. Kepalanya penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab. Apakah masih ada jalan untuk memperbaiki pernikahannya? Bagaimana ia bisa bertahan jika setiap usahanya untuk berkomunikasi dengan Indra selalu berakhir dengan dinding dingin yang tak bisa ditembus? Namun, di sisi lain, Nadia masih ingin mempertahankan keluarganya. Ia tak ingin Reza tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah."Reza butuh

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 84: Cinta yang Semakin Pudar

    Pagi itu, ketika matahari mulai menyinari jendela kamar, Nadia merasa tubuhnya begitu berat. Seolah ada beban tak kasat mata yang menahannya untuk bangun dari tempat tidur. Di sebelahnya, tempat tidur Indra sudah kosong. Ia tahu, suaminya pasti sudah berangkat kerja tanpa pamit lagi. Sudah menjadi rutinitas belakangan ini, Indra jarang sekali berpamitan. Nadia hanya bisa menghela napas, merasakan kelelahan mental yang kian hari semakin menumpuk.Nadia berjalan ke kamar Reza, menemui anaknya yang masih tertidur pulas. Senyum tipis muncul di wajahnya ketika melihat Reza yang tidur dengan tenang, seolah tak ada masalah di dunia ini. Bagi Reza, dunia masih sederhana. Belum ada konflik, belum ada perasaan terluka. Nadia ingin sekali menjaga anaknya agar tetap seperti itu—tak terpapar oleh masalah rumah tangganya. Namun, realitas semakin sulit untuk dihindari.Setelah menyiapkan sarapan dan membangunkan Reza, mereka duduk di meja makan bersama. Reza menatap ke kursi ko

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 85: Di Ambang Keputusan

    Pagi itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Nadia bangun lebih awal, berharap bisa menikmati sedikit ketenangan sebelum hari yang berat dimulai lagi. Namun, di dalam dirinya, perasaan itu tetap sama: lelah, terjebak, dan bingung. Indra masih tertidur di sampingnya, wajahnya terlihat damai saat terlelap, sangat bertolak belakang dengan sikap dingin yang kerap ia tunjukkan ketika terjaga.Nadia berjalan pelan ke dapur, mencoba untuk tidak membuat suara. Di meja makan, ia duduk dengan secangkir teh hangat di tangannya, merenungkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Selama beberapa bulan terakhir, ia merasa dirinya semakin hilang. Indra, yang dulu penuh perhatian dan peduli, sekarang menjadi sosok yang begitu asing. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa seperti pisau yang menusuk hati Nadia.Namun, ia tak ingin menyerah begitu saja. Ada Reza—anaknya yang menjadi alasan ia tetap bertahan selama ini. Nadia tahu betul, jika ia memutuskan untuk pergi, Re

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18

Bab terbaru

  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 123: Luka yang Makin Terbuka

    Pagi itu terasa lebih dingin dari biasanya, meski matahari sudah tinggi di langit. Di dalam rumah, suasana tak kalah dingin. Nadia menghabiskan sarapannya sendirian di ruang makan, dengan suara sendok beradu dengan piring yang menjadi satu-satunya suara di ruangan itu. Reza sedang bermain di ruang tamu, tertawa sendiri dengan mainan mobil-mobilannya, tak menyadari ketegangan yang mengisi udara di sekitarnya.Sudah beberapa hari berlalu sejak pembicaraan terakhirnya dengan Indra, dan tak ada tanda-tanda perubahan. Indra masih dingin, sikapnya semakin acuh tak acuh, seakan tak ada yang bisa menggugah hatinya lagi. Nadia mencoba tetap tegar, berpura-pura bahwa semuanya masih bisa diperbaiki, bahwa ada jalan keluar dari keterpurukan ini.Namun, takdir seakan semakin menantangnya. Hari ini, sesuatu yang jauh lebih menyakitkan akan terjadi.Siang menjelang, saat Nadia sedang membereskan ruang tamu, tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Nadia tak ter

  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 122: Ketegangan yang Makin Menjauh

    Malam itu kembali terasa panjang bagi Nadia. Setelah berminggu-minggu tanpa kejelasan, hubungannya dengan Indra hanya terus memburuk. Tidak ada percakapan yang panjang, tidak ada perhatian, dan yang paling menyakitkan—tidak ada cinta. Setiap kali Nadia mencoba untuk mendekat, yang ia dapatkan hanya sikap dingin dan acuh dari suaminya. Bahkan senyum Reza yang biasanya membawa kehangatan ke rumah kini seringkali berlalu tanpa disadari oleh Indra.Nadia duduk di depan meja riasnya, menatap bayangannya di cermin. Matanya tampak lelah, menunjukkan betapa berat beban yang ia bawa. Rambutnya yang biasanya ditata rapi kini sedikit berantakan. Ia menarik napas panjang, mencoba menghilangkan kegelisahan yang melanda.Di ruangan sebelah, Nadia mendengar langkah kaki Indra yang terdengar berat, seperti biasa, tanpa sepatah kata. Suaminya baru saja pulang setelah seharian bekerja. Namun, Nadia sudah tahu, bukan pekerjaan yang membuat Indra pulang larut malam. Sejak beberapa w

  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 121: Menjaga Sisa Harapan

    Malam itu terasa begitu panjang bagi Nadia. Setelah perbincangan terakhir dengan Indra, keheningan yang menyelimuti rumah semakin mempertebal perasaan sepi yang ada di hatinya. Reza tertidur pulas di kamarnya, tapi Nadia tak bisa memejamkan mata. Di dalam dirinya, perasaan berkecamuk antara sakit hati, kesedihan, dan kebingungan.Ia bangun dari tempat tidurnya, berjalan pelan menuju dapur. Setiap langkah terasa berat, seperti beban yang tak kasat mata menekan bahunya. Air di teko mendidih, Nadia menuang secangkir teh hangat dan membawanya ke ruang tamu. Ia duduk di sofa, memandang kosong ke jendela, ke arah pekarangan yang remang-remang oleh cahaya bulan."Kenapa semua ini harus terjadi?" pikirnya dalam diam. "Apa yang salah dengan diriku? Apa yang kurang dalam rumah tangga ini?"Ia memutar kembali setiap memori, sejak pertemuan pertamanya dengan Indra di rumah sakit hingga sekarang. Nadia tidak pernah membayangkan bahwa hubungan mereka akan berakhir seperti ini

  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 120: Di Persimpangan Hati

    Nadia duduk terpaku setelah telepon dari Indra berakhir. Tangannya masih menggenggam erat ponsel, sementara pikirannya melayang-layang tanpa arah. Kata-kata Indra terus terngiang di telinganya—pengakuan yang dingin dan penuh kepastian bahwa ia tak lagi bisa mencintainya. Seolah-olah pernikahan mereka yang selama ini ia perjuangkan hanya tinggal serpihan-serpihan memori yang perlahan memudar.Hari mulai beranjak senja, dan langit di luar jendela perlahan berubah warna menjadi jingga. Nadia tahu bahwa waktu terus berjalan, tapi ia merasa seolah-olah terperangkap dalam kekosongan yang tak berujung. Ia berusaha memahami, mencerna, dan menerima kenyataan bahwa apa yang ia takutkan selama ini telah menjadi kenyataan.Indra benar-benar mencintai Dina. Bukan dirinya.Namun, bagaimana dengan Reza? Pikiran tentang anaknya kembali menelusup masuk, membuat hatinya terasa semakin sesak. Reza tidak pantas tumbuh dalam rumah yang hancur, tapi Nadia juga tidak yakin bisa

  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 119: Tersesat di Antara Janji dan Kenyataan

    Siang itu, rumah terasa lebih hampa daripada biasanya. Indra belum pulang sejak malam sebelumnya, dan Nadia hanya bisa menduga-duga di mana suaminya berada. Ketika ia mencoba menghubunginya pagi tadi, ponselnya tidak aktif. Ini bukan pertama kalinya Indra menghilang seperti ini, tapi entah mengapa, kali ini rasanya lebih menyakitkan. Seperti ada sesuatu yang sedang berubah secara perlahan tapi pasti—sesuatu yang membuat Nadia merasa semakin jauh dari suaminya.Ia duduk di ruang tamu, menghadap ke jendela yang terbuka lebar. Udara siang yang panas membuat tirai berkibar pelan, membawa suara bising dari jalan di luar masuk ke dalam rumah. Nadia menghela napas panjang, matanya menatap kosong ke arah jalanan yang ramai. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam rumah itu, hanya kesunyian yang membentang di sekitarnya.Pikirannya kembali melayang pada percakapan mereka beberapa malam yang lalu, ketika Indra dengan terang-terangan mengakui cintanya pada Dina. Saat itu,

  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 118: Pendar yang Mulai Redup

    Pagi hari di rumah besar itu terasa sunyi, tidak seperti biasanya. Matahari yang menembus tirai jendela ruang tamu tak mampu mengusir dinginnya suasana hati Nadia. Ia duduk di meja makan, memandangi secangkir teh yang sudah mulai dingin. Pikirannya melayang jauh, mencoba mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantuinya sejak malam sebelumnya.Indra sudah berangkat lebih awal pagi itu, seperti biasa. Sejak pengakuannya tentang cintanya kepada Dina, tidak ada lagi yang tersisa dari kehangatan suami istri di antara mereka. Percakapan yang dulunya akrab, sekarang hanya berupa basa-basi tanpa arti. Nadia menghela napas panjang, tangannya menggenggam cangkir teh itu erat-erat, seolah berharap ada kehangatan yang bisa ia dapatkan dari benda mati itu.Reza yang masih tertidur di kamar atas adalah satu-satunya alasan Nadia tetap berdiri tegak di tengah puing-puing rumah tangganya. Setiap kali ia melihat wajah putranya, ada harapan kecil yang tumbuh di hatinya

  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 117: Pukulan Berulang

    Malam itu, setelah kejadian di siang hari, suasana rumah semakin sunyi. Indra belum pulang, dan Nadia duduk sendirian di ruang tamu, merenung. Pikiran-pikiran yang sudah lama ia coba singkirkan kini datang kembali. Apakah ia masih bisa terus bertahan dalam situasi ini? Atau, apakah ia harus mulai menerima bahwa mungkin, mempertahankan rumah tangga ini hanya akan menghancurkan dirinya sendiri?Nadia melirik jam di dinding, sudah hampir pukul sembilan malam. Reza sudah tidur setelah Nadia menceritakan dongeng favoritnya. Setidaknya, putra kecilnya belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Namun, Nadia tahu, waktu itu pasti akan tiba, saat Reza mulai bertanya mengapa ayahnya tidak pernah pulang tepat waktu, atau mengapa ayahnya sering kali menghabiskan waktu dengan Dina daripada dengan mereka.Ketukan pintu terdengar pelan, memecah keheningan malam. Nadia terdiam sejenak, jantungnya berdegup lebih kencang. Perlahan, ia berjalan menuju pintu dan membukanya. Di sana ber

  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 116: Kesabaran yang Diuji

    Pagi itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Suasana rumah yang biasanya penuh dengan keheningan yang menenangkan, kini terasa berat di hati Nadia. Meski Indra sudah mengatakan dengan jelas bahwa perasaannya telah hilang, Nadia masih mencoba bertahan, berpegang pada alasan yang sama—Reza. Demi anak mereka, ia merasa tidak punya pilihan lain selain bertahan, meski hatinya semakin hancur setiap harinya.Seperti biasa, Nadia bangun lebih awal. Ia menyiapkan sarapan untuk Reza dan memastikan segala keperluannya siap sebelum dia berangkat sekolah. Sementara Indra, sejak pengakuan itu, hanya semakin menjauh. Pria itu bahkan hampir tidak berbicara padanya, seolah-olah Nadia hanyalah bayangan di rumah mereka, hadir tapi tidak dilihat.Nadia duduk di ruang makan, melihat piring-piring yang masih tersusun rapi di meja. Sudah lama Indra tidak menyentuh makanan yang ia buat. Sebelum ia sempat merapikan meja, terdengar langkah kaki berat mendekat.Indra muncul dari arah

  • Menjadi Istri yang Dilupakan   Bab 115: Cinta yang Hilang

    Pagi itu, Nadia terbangun dengan perasaan yang sama sekali tidak tenang. Semalaman ia tidak bisa tidur, meski tubuhnya sudah begitu lelah. Percakapan dengan Indra semalam masih bergema di pikirannya. Ada janji untuk mengakhiri hubungan dengan Dina, ada harapan kecil yang ia coba genggam demi Reza, namun ada juga ketakutan yang terus menghantuinya—bagaimana jika Indra tak benar-benar berkomitmen? Bagaimana jika cinta Indra pada Dina sudah terlalu dalam?Nadia duduk di tepi ranjang, memandang wajah Indra yang masih tertidur di sampingnya. Raut wajahnya yang tenang dalam tidur seakan tidak mencerminkan pergolakan batin yang mereka hadapi. Tapi Nadia tahu, di balik ketenangan itu, ada rasa dingin yang semakin nyata terasa di antara mereka. Indra bukan lagi pria yang sama seperti ketika mereka pertama kali menikah.Setelah beberapa saat memandangi suaminya, Nadia memutuskan untuk bangun dan memulai hari seperti biasa. Ia menuju dapur, menyiapkan sarapan untuk Reza, be

DMCA.com Protection Status