Bian melepas menjauh dari Inara, senyum puas terpatri di wajahnya saat melihat tatapan Inara yang bergejolak. Napas wanita itu bahkan masih memburu, karena sesuatu yang tidak terpuaskan. Bian mengalihkan pandangannya, matanya tiba-tiba bertemu dengan Luna, yang berdiri di ambang pintu. Seketika, waktu seolah berhenti. Mata Bian membelalak, melihat bagaimana Luna berdiri terpaku, wajahnya pucat, dan matanya penuh luka yang mendalam. Lutut Luna tampak bergetar, seolah hampir tidak sanggup menopang tubuhnya. "Luna..." Bian berbisik, suaranya serak, penuh penyesalan yang terlambat. Luna menelan ludah, mencoba mengendalikan air mata yang sudah menggantung di kelopak matanya. Hatinya hancur berkeping-keping, melihat suaminya begitu mudah terjerat dalam pelukan wanita lain. Sia-sia ia khawatir, mencemaskan Bian, berusaha mempertahankan rasa cintanya, namun ternyata Bian tidak pernah benar-benar peduli. Bian hanya berdiri di sana, wajahnya tetap datar, tak menunjukkan rasa bersalah ata
Read more