Semua Bab PLAYER: Bab 21 - Bab 30

85 Bab

21 Sekotak Nasi

Lantunan lagu Here Without You dari 3 Doors Down memenuhi ruangan sempit di dalam mobilnya. Ringtone itu sudah terpasang sejak ia berganti ponsel. Dia tergila-gila dengan suara berat Brad Arnold—vocalis dari band rock asal America tahun 90’an itu. Kalau orang mendengar ringtone ponselnya, ia bisa saja langsung dihakimi sebagai wanita yang sedang patah hati dan tidak bisa move on. Tapi Arla sama sekali tidak peduli.Sambil tetap fokus pada kemudinya, tangan Arla meraih tasnya yang ia letakkan di kursi penumpang depan, lantas mengangkat telepon entah dari siapa pun itu. Ia sama sekali tidak memperhatikan nama si penelepon.“Halo.”“Arla.”Seketika punggungnya menegak meskipun lawan bicaranya tidak bisa melihat dirinya. Iya, sehormat itu Arla padanya. Tapi ia pasti mati kutu kalau wanita itu memintanya datang lagi ke rumah. Oh please, jangan permintaan yang satu itu. “Iya, Bu?”“Kamu nggak usah ke kantor kita, langsung ke kantornya Ervin aja.”Ya Tuhan! Ini sebelas dua belas namanya.“K
Baca selengkapnya

22 Mudah Memaafkan, Susah Melupakan

“Aww!” Ervin mendesis pelan, menahan kakinya yang sakit karena baru saja diinjak dengan heels oleh Lily.“Apa sih?” tanya Ervin tanpa suara sambil menatap kesal ke arah Lily.“Sepertinya Pak Ervin masih perlu waktu untuk memutuskan cabang yang mana yang paling strategis. Iya kan, Pak?”“Hm? Iya. Kirim ke saya data yang biasa dikumpulin sama tim research per semesternya. Nanti saya lihat lagi.”Meeting siang itu pun Ervin bubarkan karena kondisinya yang agak kurang normal—kondisi otaknya, bukan kondisi tubuhnya.Begitu semua orang keluar dari ruang rapat, Lily mengomelinya habis-habisan. “Vin, serius cuma fisikmu doang yang duduk sebagai pimpinan rapat. Tapi pikiranmu sama sekali nggak ada di rapat. Apa yang anak-anak sampein nggak kamu dengerin, setiap mereka nanya keputusanmu, kamu malah bengong.”Ervin menyugar rambutnya dengan frustasi sembari menyandarkan dirinya ke punggung kursi.“Kenapa sih?”Ervin menggeleng.“Ada masalah?”Ervin menggeleng lagi.“Nggak bisa berhenti mikirin A
Baca selengkapnya

23 Itu Bukan Cinta

“Sekarang dia ngajak aku ke Puncak Bogor, Ris. Aku curiga kayaknya dia maniak deh.”“Hush! Sembarangan.”“Ya apa coba namanya, abis ngajak ke hotel, trus ngajak ke Puncak.”Puncak Bogor memang indah, banyak orang datang ke sana karena suasana yang dingin dan pemandangan alam yang memesona. Tapi beberapa orang datang ke sana dengan niat lain—seperti memadu kasih untuk mereka yang bukan merupakan pasangan sah.“Positif thinking dikit, La. Kali dia mau ngajak makan sate.”Arla memutar kedua bola matanya dengan malas meskipun Risma tidak bisa melihatnya karena ia memang langsung menghubungi Risma setelah berhasil kabur dari Ervin yang masuk ke dalam ruang kerja atasannya. “Kayak nggak ada sate aja di Jakarta.”“Trus gimana? Kamu berani? Setelah apa yang pernah dia lakukan di hotel waktu itu.”“Hmmm, nggak tau ah, aku nanti beli pepper spray dulu kali ya.”Risma tergelak mendengar penuturan Arla. Tapi wanita seperti Arla memang seharusnya membawa benda-benda untuk melindungi diri. Sudah ta
Baca selengkapnya

24 Kalah Langkah

“Tu vas bien Mom? Je vais travailler si tu vas vraiment bien.” (Mom beneran nggak apa-apa? Aku berangkat kerja kalo Mom udah membaik)“Oui, retourne juste au travail.” (Iya, berangkat kerja sana)“Bu, nitip Mom ya.” Arla berpesan singkat kepada seorang wanita paruh baya yang sudah lama membantu mengurus rumah sekaligus menemani mamanya di siang hari, yang biasa dipanggilnya ‘Ibu’.Harusnya Arla tidak perlu terlalu khawatir karena kondisi mamanya memang sudah membaik pasca tekanan darah rendah yang sempat membuatnya sering pusing beberapa hari ini. Namun setelah melihat apa yang dilakukan mamanya semalam—menatap sendu sambil terisak memandang foto laki-laki penyumbang benih empat orang wanita di rumah itu—Arla tidak bisa untuk tidak merasa khawatir.“Bu, beneran, kalo Mom mulai pusing-pusing lagi langsung kabarin aku ya. Mom pasti ngerahasiain dari anak-anaknya.”“Iya, Neng. Nanti Ibu kabarin kalau Nyonya kenapa-kenapa. Ibu udah bawa baju buat nginep sini kok. Neng Alice katanya nyampe
Baca selengkapnya

25 Ingin Pergi

“Gimana keadaan Mom?”“Tadi pagi sih udah nggak pusing, makanya Mom nyuruh aku berangkat kerja aja. Ibu juga bakalan nginep di rumah hari ini.”Pemandangan dua wanita yang duduk berhadapan itu berkali-kali membuat orang menoleh ke arah mereka. Apalagi alasannya kalau bukan karena tampang mereka yang berbeda dari orang Indonesia pada umumnya.Sebenarnya kalau hanya sepintas lewat, Arla masih terlihat seperti asli berdarah Indonesia, hanya mata hazel, rambut coklat dan hidungnya yang membuatnya seperti blasteran. Tapi kalau diperhatikan lebih teliti, Arla memang terlihat punya darah campuran. Sementara Abiel, sepertinya mengambil 80% gen dari mamanya.Siang itu, Abiel mengajak Arla bertemu karena kebetulan Abiel sedang ada acara di dekat tempat Arla bekerja. Arla memilih mall yang dekat dengan tempat kerjanya daripada mengajak Abiel ke coffee shop Amigos yang berada di lantai bawah kantornya.“Kamu masih aja main-main sama laki-laki, La?”“Aku bukannya main-main. Aku tertarik, pacaran,
Baca selengkapnya

26 Bahu untuk Bersandar

Arla mengerjap, memperhatikan keadaan jalan yang mereka lalui. Tidak terlalu lebar walau masih cukup untuk dua kendaraan roda empat. “Vin, ini mobilmu nggak apa-apa ke daerah begini? Kalo kesenggol kendaraan lain gimana?”“Kamu nggak mikir kalo aku nggak punya asuransi buat mobil ini kan?” Senyum Ervin mengembang. Dari sekian banyak hal yang diajarkan papanya, kenapa juga ia bisa mengingat kalimat ini? Ada untungnya ia mendengarkan cerita picisan papanya saat dulu mendekati mamanya.“Kalo kenapa-kenapa jangan minta ganti rugi ke aku ya.”Ervin hanya terkekeh geli melihat raut khawatir di wajar Arla. Mungkin kekhawatiran wanita itu sudah menumpuk. Khawatir dibawa ke tempat aneh-aneh, khawatir hanya berdua, khawatir mobil itu rusak, dan mungkin kekhawatiran lainnya yang Ervin belum tahu.“Iya. Pepper spray bawa?”Arla menepuk-nepuk kantung jaketnya.Kembali Ervin tergelak. Hanya Arla—wanita yang jalan dengannya sambil membawa pepper spray.“Ervin!” Tiba-tiba Arla menegakkan duduknya kar
Baca selengkapnya

27 Butuh Perhatian

“Vin, laper.” Kalimat itu yang pertama kali terucap dari Arla ketika mereka menginjakkan kaki di Pulau Harapan—salah satu pulau di Kepulauan Seribu.Setelah Arla mengabaikan cemilan yang dipesannya sebelum makan siang, melupakan makan siang, dan menempuh perjalanan empat jam tanpa mengunyah apa pun, perutnya mulai terasa berontak. Baguslah, selera makannya telah kembali meskipun rasa sakit hatinya masih setia bercokol.“Hmmm … kamu tadi siang belum makan ya?”Arla menggeleng.“Sorry, aku nggak kepikiran buat sedia makanan selama perjalanan tadi. Kita mampir ke warung dulu deh beli cemilan, jaga-jaga kalo yang punya rumah belum masakin kita.”Masih banyak pertanyaan yang ingin disampaikan Arla pada Ervin tapi ia menutup mulutnya. Bisa semakin lapar dirinya kalau terus mengeluarkan tenaga untuk bertanya dan berpikir.Dari tempat kapal bersandar, mereka hanya perlu berjalan lurus hingga menemui perempatan dan berbelok ke kiri. Ervin berbelok ke toko kelontong yang ia temui di kanan jalan
Baca selengkapnya

28 Semua Salahku

“Player juga bisa tobat kalo udah ketemu pawangnya, La.”“Mohon maaf, itu player apa buaya?”Ervin tersenyum saja mendapati kedoknya yang sudah terbongkar. “Siapa yang bilang aku player?”“Pertama, aku tau trik kamu waktu numpahin minuman ke aku. Itu … klasik banget, Vin. Mungkin kamu harus nyari trik yang lebih kekinian. Kedua, aku tau kamu nemuin cewek lain waktu kita nggak sengaja ketemu di mall dan Lily ngajak aku makan siang bareng. Ketiga, Nathan pernah ngirim foto kamu sama cewek lain lagi jalan di mall. Keempat, kamu bisa nge-treat cewek. Udah cukup belum bukti yang kubeberkan?”Karena salah tingkah dan tidak ingin melanjutkan percakapan yang semakin membuka kedoknya, ia memilih mengajak Arla masuk. “Udah malem. Masuk yuk, La. Ntar masuk angin lagi. Anginnya makin berasa.”“Jawab dulu, Vin. Udah cukup belum bukti-buktinya?” goda Arla sambil meraih dua gelas bekas kopi yang kini dalam keadaan kosong, kemudian meletakkannya di dekat pintu bersama dengan piring-piring yang tadi m
Baca selengkapnya

29 Blood is Thicker than Water

Arla membuka matanya kala mendengar kokok ayam bersahutan. “Woah! Ini di pulau kenapa banyak ayam?” gumam Arla yang masih berusaha mengumpulkan seluruh nyawanya.Ia sudah sadar, tapi matanya begitu berat untuk dibuka. Wajar, karena ia menangis entah berapa lama semalam.Bangkit dari kasur, Arla membuka pintu kamar dan mendapati Ervin yang masih memejamkan mata tapi duduk tegak di kursi plastik dekat televisi. Rambutnya masih acak-acakan, jelas Ervin sama sekali tidak merapikan diri sebelum keluar kamar.‘Dasar! Kalo emang ganteng, mau acak-acakan kayak apa juga tetep ganteng.’“Jangan ngelihatin terus, La. Nanti naksir.”Arla berdecak pelan. “Kamu udah bangun beneran belum sih? Ngapain begitu?”“Ssst! Aku lagi ngumpulin nyawa.” Sebenarnya otak Ervin sedang berputar. Tadi pagi mamanya menghubunginya, menanyakan keberadaannya. Alasan menginap di rumah Bastian langsung disanggah mamanya karena kakaknya ternyata makan malam di café Bastian dan saat bertemu dengan Bastian, sahabat laknatny
Baca selengkapnya

30 Karena Kita Sama-Sama Player

“Menurutmu kalo aku punya pacar, kamu bakal selamat nggak nanti begitu kita balik?”“Pasti nggak ya. Mana ada cowok yang rela ceweknya pergi sama cowok lain, apalagi kalo ceweknya kayak kamu. Makanya aku nanya.” Ervin terkekeh geli. Sebenarnya ia tidak takut, ia sama sekali tidak pernah ragu dengan bekal beladiri yang dimilikinya. Tapi akan terasa sangat kurang ajar kalau ia membawa pacar orang pergi ke tempat yang asing, hanya berdua. Ia juga tidak akan terima kalau pacarnya dibawa lari orang dengan cara seperti itu.Tapi di luar itu, Ervin hanya ingin tahu status Arla sebagai pertimbangan utamanya untuk mendekati gadis itu. Walau itu artinya ia harus menghianati hasil sayembaranya kali ini.Harusnya … ia memilih Linda—setelah mengeleminasi Ema, Priscilia, Rista dan Arla—terlepas dari kebiasaan Linda yang sering bergelayut manja, tapi memang tidak ada pilihan lainnya. Sialnya, nama Linda tidak lagi menggiurkan setelah ia menghabiskan waktu bersama Arla, dan nama Arla justru menjadi k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status