Semua Bab Neraka Pernikahan CEO Arogan: Bab 111 - Bab 120

124 Bab

Bab 111

"Jangan nangis terus, Delia. Abah yakin, nanti juga Ardi bakal kasih kabar ke kita ...," bujuk Harun kepada sang cucu. Meski dirinya juga cemas, tetapi pria tua itu berusaha untuk terlihat tenang. Setiap kali Delia berbicara dengan kakeknya, ia kembali mengungkit tentang hilangnya Ardi. Ini sudah hari kedua semenjak ia ke rumah sakit dan mendapati Ardi telah pergi. Dan sampai hari ini pun sang suami belum ada kabar sama sekali. "Abah kenapa sih, sampe nggak ingat mesti minta nomor hape orang yang nabrak Bang Ardi. Kalau mereka punya niat jahat gimana, Bah?" kesal Delia. Wajah cantiknya telah bersimbah air mata. Kedua kelopak matanya terlihat membengkak karena terlalu sering menangis dari hari kemarin. "Iya, Abah lupa. Abah minta maaf," ucap Harun dengan raut menyesal. "Aku nggak bisa tenang sampe Bang Ardi pulang ke rumah dengan keadaan baik-baik aja. Aku ... aku takut terjadi apa-apa di luar sana." Air mata Delia menganak sungai. Hal itu membuat Harun semakin merasa bersalah
Baca selengkapnya

Bab 112

Harun tampak menarik napas panjang dan mengembuskan udaranya perlahan. Ia mengerti dengan apa yang Delia rasakan. Akan tetapi, ia juga mewajarkan apa yang disampaikan oleh sang cucu menantu. Memang saat ini, ia harusnya disibukkan dengan proses panen buah di kebun dan mendistribusikannya. Akan tetapi, karena kejadian kecelakaan Ardi, makanya pekerjaannya pun menjadi tertunda. Namun, sekali lagi. Meskipun demikian, Harun sebenarnya tidak masalah jika mesti menunda pekerjaan jika sekadar sehari atau dua hari saja. Ia bisa minta pengertian para pelanggan, sebab hal ini juga merupakan sesuatu yang bersifat insidentil. Hening .... Gilang diam di seberang sana. Itu membuat Delia tersadar. Ia merasa sang suami mungkin marah kepadanya saat ini, sebab dirinya telah membantah. Selama ini, kadang memang wanita cantik itu masih biasa membantah apa yang dikatakan suaminya. Mungkin karena usianya yang masih sangat muda. "Mmm, Bang ...," panggil wanita muda itu kepada suaminya. Gilang masi
Baca selengkapnya

Bab 113

Sepekan telah berlalu semenjak Gilang dipindah rawat di rumah sakit pimpinan dr. Haryanto. Pria itu sudah dua hari rawat jalan. Gilang sudah dibolehkan pulang, tetapi mesti tetap rutin check-up dan melakukan terapi di rumah sakit tersebut. Oleh karena itu, Rayyan menyewa sebuah apartemen kecil tak jauh dari sana. "Iya, Bob, perkembangannya bagus kalau gitu. Kamu pastiin Gilang aman dan nyaman. Dia butuh apa, kasih aja ya," ujar Rayyan kepada Bobby di saluran telepon. "Mas!" Deg! Jantung Rayyan seakan berhenti mendadak karena mendengar suara sang istri yang tiba-tiba mendekat. Lelaki yang baru saja mandi pagi itu refleks berbalik badan menghadap wanita kesayangannya itu. Wajahnya kontan terlihat sedikit panik, ia khawatir kalau Lestari mendengar dirinya tadi menyebut nama Gilang. "Hmm, kenapa, Mas?" Lestari menyadari keanehan dari ekspresi sang suami. "E–eh, nggak apa-apa," jawab Rayyan kaku, "Bob, udah ya! Saya mau siap-siap dulu." Rayyan langsung menutup sambungan telepon
Baca selengkapnya

Bab 114

Setelah sarapan bersama istri dan juga mertua, Rayyan pun pamit untuk berangkat kerja. Akan tetapi, ia justru menuju ke apartemen sewaannya yang kini ditempati oleh sang adik angkat. Tiga hari ini ia sibuk di kantor, sehingga urusan Gilang, ia serahkan sepenuhnya kepada Bobby. "Gimana keadaan kamu, Lang?" tanya Rayyan kepada adik kesayangannya. Lelaki itu mendaratkan bobotnya ke atas sofa di ruang tamu sekaligus ruang tengah apartemen tersebut. "Alhamdulillah baik, Bang. Abang gimana juga kabarnya? Sibuk ya beberapa hari ini?" Balik Gilang yang bertanya. "Ya, lumayan. Kamu kalau butuh apa-apa bilang aja sama Bobby ya, Lang. Jangan malu-malu." Gilang mengukir senyuman dan sedikit menunduk. 'Aku ternyata punya abang pengusaha kaya seperti ini. Di desa aku capek kerja di kebun. Jomplang sekali keadaan kami,' ujarnya dalam hati merasa miris. "Mas Bobby bilang, aku sebenarnya mengajar di Desa Harapan namanya. Aku guru honor di sebuah SMP. Benar itu, Bang?" Rayyan menaikkan ke
Baca selengkapnya

Bab 115

"Bang, gimana? Masak belum boleh pulang juga sama dokternya? Ini udah lebih dari seminggu, loh! Aku udah nggak sabar lagi buat ketemu Abang. Aku kangeeeen ...," rajuk Delia kepada Gilang. "Iya, Dek. Sabar dulu. Mudah-mudahan nggak lama lagi Abang dibolehin pulang. Adek mesti sabar .... Lagian, 'kan, kita bisa teleponan tiap hari," bujuk Gilang. Pria itu berbohong kepada sang istri. Entah mengapa pria itu masih saja menutupi kenyataan kalau dirinya sudah bertemu dengan keluarganya sendiri. Gilang memang selama ini merasa sedikit tertekan semenjak orang-orang menuntutnya untuk menikahi Delia. Padahal ia sama sekali tidak mencintai perempuan itu. Memang ... Gilang merasa sayang kepada Delia. Akan tetapi, sebenarnya hanya sebatas teman, atau hanya sebagai adik saja. Meskipun ia tidak memungkiri kalau Delia merupakan perempuan yang cantik, tetapi ia merasa terlalu terburu-buru untuk mereka memutuskan menikah, di mana dirinya masih belum mengingat siapa sebenarnya keluarganya, bahkan
Baca selengkapnya

Bab 116

Pertanyaan Rayyan sengaja ingin memancing. Entah mengapa, dalam hati pria itu menginginkan kalau Gilang jatuh cinta dengan perempuan lain saja. Biar adiknya itu benar-benar melupakan cintanya pada sang istri. "Ahahahaa ...." Rayyan tertawa sumbang. "Entahlah, Bang. Aku ... belum ada tertarik sama perempuan, sih. Entahlah ...." "Kata kamu Delia cantik?" "Yaaa, dia memang cantik. Cuma menurutku dia masih terlalu kecil, Bang." "Kamu suka yang usia berapa memang?" Rayyan menahan-nahan napasnya. Entah mengapa hatinya merasa gusar. Padahal dirinya sendiri yang terus memancing Gilang. Gilang menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kemudian lelaki itu mencebik dan menaikkan alisnya. "Mungkin yang 21 sampai 25 tahun itu lebih pas. Aku juga hampir 30 tahun, 'kan, kata Abang." Pria itu teringat Rayyan yang pernah menyebutkan umurnya yang hampir 29 tahun. "Sebelum tahu umurku yang sebenarnya pun jujur aja ... aku memang ngerasa udah di atas seperempat abad. Hahahahaaa! Ternyata benar ...." M
Baca selengkapnya

Bab 117

"Boss, Mas Gilang bilang, dia mau izin pulang sebentar ke Desa Mandiri, ke rumah Abah Harun." Rayyan kontan menautkan kedua alisnya setelah mendengar laporan dari Bobby. Selama ini Bobby-lah yang ditugaskan Rayyan untuk menemani Gilang terapi di rumah sakit setiap dua hari sekali. "Soal terapinya gimana kalau dia pulang ke sana?" "Tadi udah nanya dokter, Boss. Katanya boleh kalau sekadar sehari sampai tiga hari aja," jawab Bobby. "Oh, gitu. Ya udah, kamu suruh Toni buat antar dia besok. Kasih aja waktu dua malam menginap," pungkas Rayyan kepada asistennya. "Siap, Boss!" seru Bobby mengangguk, "oh iya, urusan akte kematian Mas Gilang sudah dibatalkan." "Bagus! Bersyukur waktu itu nggak terburu-buru mengurusnya. Jadi, nggak repot banget. Nanti kamu bantu saya cari kartu identitas dan dokumen apa aja milik pribadi Gilang yang ada di kamarnya." "Kapan, Boss?" "Besok aja. Pas Lestari pergi ngantar ayahnya terapi." Bobby pun menganggukkan kepala. "Mbak Tari masih belum tahu kalau Ma
Baca selengkapnya

Bab 118

Rayyan menatap nanar ke arah Bobby yang tak sanggup lagi berkata-kata di sana. Ya, ia tahu kalau pikiran Bobby tentu sama dengannya, yakni mengatakan ada kemungkinan kalau Lestari bisa saja kembali cinta kepada Gilang seperti dulu lagi. "Ah, udahlah! Jangan lupa, besok kamu ke rumah saya jam 9-an." Rayyan pun memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan mereka, "sana kamu keluar! Jangan lupa hubungi Toni, suruh antar Gilang besok ke rumah Abah Harun." Bobby menghela napas panjang dan lelaki itu lalu bangkit dari duduk, lantas ia melenggang menuju keluar ruangan tanpa berkata apa pun lagi. *** "Mas, ini uang buat pegangan Mas ke sana." Bobby menyerahkan sebuah amplop coklat yang berisi beberapa gepok uang. Gilang menautkan kedua alisnya sembari tangannya meraih apa yang diserahkan oleh Bobby. Kemudian pria itu melihat ke dalam amplop tersebut. Terdapat lima gepokan uang 5 juta di sana. Artinya ada 25 juta yang diberikan oleh Bobby padanya. "Banyak banget, Mas Bobb?" tanyanya heran
Baca selengkapnya

Bab 119

"Maaf, Mbak. Pak Geri tiba-tiba mesti ke Tangerang, karena baru dapet kabar keluarganya meninggal." "Innalillaahi wa inna ilaihi raji'un ...," lirih Lestari ketika ditelepon oleh admin klinik tempat sang ayah terapi selama ini, "ya udah, Kak. Kami terpaksa kembali pulanglah ini." "Sekali lagi mohon maaf ya, Mbak," ucap orang di seberang sana. "Ya nggak apa-apa, Kak. Namanya musibah ya," sahut Lestari memahami. Setelah pamit, ia pun memutuskan sambungan teleponnya. "Kenapa? Siapa yang meninggal?" tanya Dinar kepada putrinya. "Keluarga terapisnya, Yah. Jadi, hari ini Ayah nggak jadi terapinya." Dinar menghela napas panjang. "Ya udah, badan Ayah juga agak lelah nih, dua hari ini. Nggak tahu kenapa," imbuh lelaki tua itu. "Iyalah, nanti sampe rumah, Ayah banyakin istirahat aja," pungkas Lestari memberi saran. Dinar hanya mengangguk pelan. "Maaf, Pak. Nggak apa-apa 'kan, balik lagi? Hitung aja tarifnya!" tukas Lestari kepada sopir mobil taksi online. "Oke, Mbak!" jawab sang sopi
Baca selengkapnya

Bab 120

"Loh, Mbak Tari? Katanya lagi ke klinik, anter Pak Dinar terapi?" Bobby yang tadi berada di belakang Rayyan berjalan melewati tubuh sang atasan dan mendekat ke arah Lestari. Tampak di tangan lelaki itu beberapa map. Lestari mengangguk sembari menarik kedua sudut bibirnya ke atas dengan kaku. "Batal terapinya, Mas. Dokternya mesti takziah ke tempat keluarganya yang meninggal," jelas wanita muda itu sembari mengalihkan pandangan mata ke arah suaminya. Rayyan hanya bergeming di sana. Lelaki itu kemudian menutup pintu kamar Gilang dan menguncinya. "Nyonya kok, udah pulang?" Tiba-tiba muncul Nunung dari arah dapur. "Ah, iya, Bi," sahut sang nyonya yang refleks menoleh ke arah wanita tua itu. "Sini, Nya. Bibi bawain!" Nunung langsung meraih kantong plastik yang berisi buah-buahan yang dari tadi masih di genggaman tangan kiri Lestari. Rayyan melenggang ke arah sofa di ruang tengah tanpa menyapa sang istri di sana. Bobby gegas menyusul sang atasan dengan salah tingkah. 'Eh, si boss
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status