All Chapters of Neraka Pernikahan CEO Arogan: Chapter 1 - Chapter 10

124 Chapters

Bab 1

"Anak Anda nggak jadi nikah kemarin?" tanya Rayyan Yudistira kepada Dinar Abdullah ketika seorang perempuan muda nan cantik telah masuk kembali usai meletakkan tiga cangkir teh hangat ke atas meja. "Ah, iya, Mas Rayyan. Nggak jadi. Ada sesuatu dan lain hal. Jadinya yaa ... gitulah. Terpaksa saya batalkan." Dinar tersenyum getir menjawab pertanyaan lelaki kaya raya di hadapannya itu. Memorinya teringat kembali kejadian di saat dirinya dan mantan calon besannya memergoki sang calon menantu dalam keadaan tidak pantas di sebuah kamar hotel. "Maaf, bukan maksud saya mau turut campur. Hanya saja saya mendengar isu tidak sedap soal alasan mengapa sampai pernikahan anak Anda tidak jadi dilangsungkan, padahal Anda sudah mengeluarkan modal yang cukup besar untuk acara perhelatan tersebut. Saya harap bisnis kita tidak terpengaruh oleh kejadian itu," pungkas Rayyan dengan suara beratnya yang khas. Tatapannya lekat menghujam ke arah Dinar membuat lelaki paruh baya itu menundukkan pandangan. "Ma
Read more

Bab 2

"Jadi, maksudnya Mas Gunawan nyuruh saya menggadaikan anak sendiri untuk mengulur waktu pelunasan utang?!" seru Dinar dengan suara keras. Ia seakan tidak terima dan tersinggung dengan ide Gunawan. "Ada apa, Yah?!" Tiba-tiba Nurma, istri Dinar bersama putrinya keluar dari dalam rumah. Mereka terkejut dengan suara Dinar yang terdengar sampai ke bagian dalam rumah. "Ini! Mas Gunawan ngomong sembarangan! Masak Ayah disuruh nyerahkan anak sendiri biar dikasih tempo pelunasan utang ke Mas Rayyan?!" "Hah?!" Lestari dan ibunya kembali terkejut dengan apa yang disampaikan oleh Dinar. Mereka berdua sudah tahu permasalahan yang tengah menimpa lelaki tua itu. Sampai-sampai beberapa hari ini Dinar terlihat stress dan penyakit jantungnya pun jadi kambuh, sehingga ia sempat masuk ke UGD tiga hari lalu. Untung saja tidak terjadi hal yang lebih buruk dari itu. "Ma–maaf, Bu. Dek Tari .... Sa–ya cuma menyampaikan ide aja. Kalau diterima syukuur. Kalau nggak diterima juga nggak apa-apa. Ya udah, s
Read more

Bab 3

Memori Lestari seketika melayang kembali pada kejadian malam di mana seorang pemuda yang ia sukai—Gilang Hardian—datang dan menyampaikan pinangannya kepada sang ayah. "Maaf, Lestari ini anak kami satu-satunya. Saya tidak mungkin menyerahkan dia ke laki-laki nggak berbobot macam kamu." Nada suara itu memang terdengar datar. Namun, omongan yang sangat merendahkan itu terasa begitu menusuk sampai ke ulu hati Gilang. Dirinya memang bukan orang yang kaya. Namun, dirinya sangat mencintai Lestari, seorang kembang di desa itu. "Yah ... kok, Ayah seperti itu?" Lestari menatap sang ayah dengan sorot sedih. Dirinya juga mencintai Gilang. Ia sengaja menyuruh pria itu untuk segera melamar, karena memang banyak pria dari perjaka sampai duda yang naksir kepadanya. Ia khawatir jika salah satu di antara orang-orang itu datang melamar lebih dulu, maka sang ayah akan menerima. Gilang hanya bisa tertunduk mendengar hinaan ayah dari sang gadis. Pria itu memang hanyalah seorang guru honorer di Desa H
Read more

Bab 4

"Jadi, Anda menawarkan anak gadis Anda yang beberapa kali gagal nikah itu kepada saya?" Rayyan mendengkus sembari menatap Dinar dengan tatapan merendahkan. "Bu–bukan seperti itu, Mas Rayyan. Saya cuma hendak menawarkan ikatan kekerabatan. Dengan hal itu, mungkin Mas Rayyan lebih percaya sama saya, dan mau memberi keringanan waktu untuk saya bisa mengumpulkan uang lagi agar bisnis kita tidak terhenti padahal belum saja dimulai," kilah Dinar Abdullah panjang lebar. Ia melirik ke arah Gunawan, sang pemberi ide. "Anak Anda masih perawan tidak?" Seketika saja Dinar mengangkat pandangannya. Sungguh, di dalam hatinya merasa tersinggung dengan pertanyaan seperti itu. "Mak–Maksud Mas Rayyan gimana?" "Kita sama-sama tahu ... banyak perempuan yang kelihatannya lugu dan polos. Nyatanya sama aja kayak perempuan-perempuan murahan di luar sana. Sudah menggadaikan kehormatannya sendiri atas nama cinta. Bukan begitu, Pak Dinar? Anda sendiri tentu tahulah gimana pergaulan anak muda zaman sekarang.
Read more

Bab 5

"Tari ...," lirih Nurma tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Sepertinya tidak mungkin putrinya berbicara melantur seperti itu. Masak harus seperti itu dulu hanya untuk membuktikan ucapannya kepada Rayyan? Rayyan menatap ke arah gadis cantik berhijab biru tersebut dengan begitu lekat. 'Huh! Ternyata kamu memang perempuan murahan!' bisik hatinya mencela. "Bu–bukan begitu maksudnya, Yah! Ja–ngan salah paham!" Tari langsung tergagap ketika melihat sang ayah marah dan semua orang menatap aneh ke arahnya. Bahkan Gunawan sampai ternganga mendengar ucapannya tadi. "Maksud kamu apa, Nak?" tanya Nurmala penasaran. "Maksudnya gini, Bu. Bisa aja aku diperiksa dulu ke dokter, untuk membuktikan kalau aku masih perawan gitu. Bukan kayak yang kalian sangkakan. Ya, nggak mungkin juga aku mau berbuat dosa besar itu ...," ujar Lestari menyampaikan maksud omongannya tadi yang bilang kepada Rayyan untuk mengetes keperawanan. "Ooooh." Semua orang ber'oh' ria setelah mendengar penjel
Read more

Bab 6

"Saya tidak bisa menginap di sini. Kalau Tari masih mau di sini bersama keluarganya untuk satu atau dua hari, silakan saja," tukas Rayyan kepada keluarga Dinar Abdullah setelah berakhirnya acara resepsi pernikahan. Lestari tersenyum lebar mendengar itu. "Bener boleh, Mas?" "Nggak!" sela Dinar, "Tari sudah jadi istri Mas Rayyan, dia mesti ikut suaminya. Seorang istri wajib mendampingi suaminya." Lestari menoleh ke arah sang ayah. Tadinya ia sudah merasa senang dengan keputusan sang suami yang membolehkannya menginap barang dua hari pertama ini. "Hmm, ya itu terserah," jawab Rayyan, "saya mesti ke kantor pagi-pagi besok, karena ada rapat penting. Jadi, malam ini harus kembali ke kediaman saya sendiri." "Ayah, Tari di sini dulu ya dua malam ini. Soalnya mmm, Tari masih mau sama ibu dulu sebelum benar-benar pindah dari rumah ini," pinta Lestari kepada ayahnya dengan wajah memelas. Suara manja Lestari membuat aliran darah Rayyan sedikit berdesir. Apalagi mengingat tadi, sang i
Read more

Bab 7

"M–Mas, tunggu dulu!" panggil Lestari mendekati suaminya. "Apa lagi?" tanya Rayyan ketus sambil menghentikan langkahnya. "Aku nggak ngerti, Mas. Bukannya kita ini suami-istri. Kenapa kok, aku dan Mas tidurnya misah?" Sungguh saat ini di kepala Lestari dipenuhi oleh tanda tanya besar. Rayyan tersenyum sinis. "Kamu pikir saya nerima kamu karena apa, heh? Kamu itu cuma tebusan utang ayahmu! Kamu harus turuti semua apa kata saya, dan jadilah istri yang penurut. Paham?!" "Tap–tapi, Mas." "Cukup! Saya nggak ada waktu buat menjelaskan banyak hal sekarang. Nanti saya akan jelaskan apa-apa hak dan kewajiban kamu di rumah ini. Sekarang saya harus ke kantor!" Rayyan pun kembali melangkahkan kaki keluar rumahnya. Dada Lestari terasa sesak seketika. Ia bingung, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Ya, dia sadar kalau dirinya hanya menjadi alat untuk menjeda pembayaran utang ayahnya. Namun, sungguh ia tidak menyangka kalau akan dianggap rendah seperti ini oleh suami yang ia sangka sebaga
Read more

Bab 8

Lestari meraih kaki kanan sang suami dan meletakkan di atas pahanya yang sudah terlapis dengan handuk. Kemudian ia mengelap-elap kaki tersebut hingga kering. Berikutnya kaki sebelah lagi. "Sudah, Mas," ucapnya setelah selesai. Ia mendongak melihat ke arah sang suami. Rayyan lalu bangkit menuju ke ruang makan. "Saya mau makan. Siapkan!" Nunung berlari kecil dan bergerak hendak meraih makanan dan memanaskannya kembali. Ia heran, karena biasanya sang tuan tidak pernah makan malam di rumah karena selalu pulang larut malam. dan tentu saja ini sudah lewat waktu normal makan malam. "Bi!" cetus Rayyan memanggil Nunung. "Iya, Tuan?" Nunung menoleh ke arah majikannya. "Biar dia yang lakukan. Bibi tidur aja sana!" Nunung terlihat bingung menoleh ke arah Lestari yang sedang membuang air baskom bekas kaki suaminya ke dalam wastafel, kemudian kembali menoleh lagi ke arah tuannya. Rayyan mengambil duduk di kursi makan utama tanpa bicara lagi. Lestari yang mendengar ucapan sang sua
Read more

Bab 9

Lestari benar-benar bingung dengan sikap Rayyan. Mengapa dirinya yang mesti mengerjakan semua itu padahal Rayyan sudah memiliki asisten rumah tangga. "Ta–Tapi, Tuan ... itu semua bukannya kerjaan saya?" sela Nunung takut-takut. Pertanyaan wanita tua itu mewakili tanya di benak Lestari. "Mulai sekarang Bibi tugasnya hanya membersihkan kamar saya! Sementara yang lainnya ... itu dia yang kerjakan!" seru Rayyan. "M–Mas ... aku nggak masalah Mas suruh mengerjakan semuanya. Ta–tapi kenapa mesti kasar seperti ini? Aku ini istrimu, Mas," pungkas Lestari sambil menahan genangan air yang mendesak hampir tumpah dari pelupuk matanya. "Bagus kalau kamu nggak masalah mengerjakan semuanya. Itu memang tugas seorang istri! Kenapa saya bersikap kasar?" Rayyan tersenyum sinis, "itu karena kamu dan keluargamu sendiri!" Lelaki itu pun berbalik kemudian melangkah lebar menuju ke arah kamarnya. "Mas! Mas, tunggu!" Lestari mengejar sang suami dan berusaha menangkap lengan lelaki itu. Sekali lagi Ra
Read more

Bab 10

Setelah mandi dan merapikan diri, Rayyan bersiap untuk sarapan. Ia melenggang menuju ke ruang makan. Setiba di ruang makan lelaki itu melihat Lestari sedang mengambil makanan. "Tunggu!" serunya menahan gerakan Lestari. Wanita muda yang baru saja ingin mulai makan pun mengurungkan niat memasukkan makanan itu ke mulutnya. Ia mengangkat pandangannya menatap suami dengan hati yang menciut. Nunung tidak berada di sana, karena sedang menyiram tanaman di taman belakang rumah. Sampai di meja makan, Rayyan menggeser makanan Lestari pindah ke hadapannya. Lelaki itu lalu duduk. "Kamu makan, setelah saya makan!" pungkas pria itu. Lestari hanya bisa terdiam mendengar perintah itu. "Ambilkan saya minum!" Lestari meraih teko, lantas menuangkan isinya ke dalam gelas dan menyerahkan kepada sang suami. Rayyan mengambil gelas tersebut, lalu meminum isinya beberapa tegukan. Kemudian ia lanjut menikmati makanannya. "Mulai sekarang, kamu nggak boleh makan, kalau aku tidak duluan makan. J
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status