Share

Neraka Pernikahan CEO Arogan
Neraka Pernikahan CEO Arogan
Penulis: Adny Ummi

Bab 1

"Anak Anda nggak jadi nikah kemarin?" tanya Rayyan Yudistira kepada Dinar Abdullah ketika seorang perempuan muda nan cantik telah masuk kembali usai meletakkan tiga cangkir teh hangat ke atas meja.

"Ah, iya, Mas Rayyan. Nggak jadi. Ada sesuatu dan lain hal. Jadinya yaa ... gitulah. Terpaksa saya batalkan." Dinar tersenyum getir menjawab pertanyaan lelaki kaya raya di hadapannya itu. Memorinya teringat kembali kejadian di saat dirinya dan mantan calon besannya memergoki sang calon menantu dalam keadaan tidak pantas di sebuah kamar hotel.

"Maaf, bukan maksud saya mau turut campur. Hanya saja saya mendengar isu tidak sedap soal alasan mengapa sampai pernikahan anak Anda tidak jadi dilangsungkan, padahal Anda sudah mengeluarkan modal yang cukup besar untuk acara perhelatan tersebut. Saya harap bisnis kita tidak terpengaruh oleh kejadian itu," pungkas Rayyan dengan suara beratnya yang khas. Tatapannya lekat menghujam ke arah Dinar membuat lelaki paruh baya itu menundukkan pandangan.

"Maaf, Mas Rayyan. Jujur ... memang saya rugi besar dengan kejadian ini. Saya sudah membooking orgen, tanjidor, dan kami sudah memasak banyak makanan. Akan tetapi, semua sia-sia. Akhirnya mau tidak mau, makanan pun saya sedekahkan ke para warga.

Sementara yang lain, saya tetap harus membayar mereka sebanyak separuh harga. Saya tidak jadi mengadakan acara, otomatis warga tidak memberi amplop pada kami. Tadinya, uangnya untuk saya modalkan lagi dalam usaha kita bersama, tapi akhirnya begini. Saya mesti cari lagi modalnya, Mas. Karena uang yang tersisa tidak lagi cukup."

Entah mengapa Rayyan menyembunyikan sebuah senyuman. Tatapan matanya memicing tajam ke arah pria tua itu. "Ini yang saya khawatirkan. Saya sudah mengeluarkan uang kepada Anda, malah Anda pakai untuk acara yang batal itu. Artinya ... pembangunan bakal tertunda ya, kan? Dan itu sampai kapan? Memangnya Anda bisa memastikan?" cibirnya.

Dinar semakin menunduk dalam.

"Kalau begitu Anda mesti mengembalikan uang saya!" seru Rayyan tegas.

Dinar seketika gelagapan. "Tap–tapi saya nggak punya uangnya sekarang, Mas!"

"Ck!" decak Rayyan keras, "Anda ini. Punya anak cantik, kembang desa katanya. Tapi, kok, mencari calon menantu sembarangan?!"

"Sa–saya nggak menyangka dan nggak tahu kalau anak itu nggak normal, Mas. Kalau saya tahu, tentu saja saya nggak bakal menjodohkannya dengan anak saya," kilah Dinar gugup.

"Ah, sudahlah, Pak Dinar. Saya nggak mau tahu. Itu bukan urusan saya. Sekarang saya mau uang saya kembali. Dan saya akan kembalikan tanah Anda!" seru Rayyan sembari bangkit dari duduknya.

Gunawan, anak buah Rayyan pun ikut bangkit. Ia juga bingung harus berkata apa. Ia kasihan melihat Dinar yang sudah jatuh, malah kini tertimpa tangga lagi. Sudahlah gagal menyelenggarakan pernikahan anaknya, menerima rasa malu sebab calon menantunya ternyata gay, dan kini pun harus terlilit utang yang sangat besar.

Dengan kaki yang gemetar Dinar menyusul berdiri. "Mas ... jangan begitu, Mas. Tolong beri saya waktu untuk melanjutkan kerjasama kita. Tapi, tunggu tanah saya satu hektar lagi laku."

"Tanah Anda yang satu lagi posisinya tidak bagus! Siapa yang mau beli dalam waktu dekat ini? Anda kira jual tanah itu seperti jual kacang goreng?!" cetus Rayyan tampak kesal.

Dinar terdiam.

Ya, apa yang Rayyan katakan itu benar. Tanahnya yang satu hektar itu berada cukup jauh dari jalan desa. Tentu akan lebih susah untuk ia bisa menjualnya. Tanah sebelumnya saja untung-untungan ditawar bagi bangun oleh Rayyan. Namun, uangnya kini pun sudah habis ia modalkan untuk pernikahan putrinya yang ternyata gagal.

"Pak Dinar. Senin ini, saya mau uang saya mesti sudah kembali. Kita batalkan semua kerjasama kita. Dan saya tidak akan meminta kompensasi apa pun, meskipun saya merasa dirugikan di sini. Saya hanya kasihan pada Anda. Tapi, jika uangnya masih belum bisa Anda kembalikan, maaf ... saya akan bawa urusan ini ke meja hijau!" Rayyan pun berbalik dan melangkah dengan lebar menuju ke luar.

"Ma–Mas Rayyan!" panggil Dinar.

Akan tetapi, Rayyan tidak mempedulikan. "Cepat, buka pintu mobilnya!" serunya pada Gunawan yang tergopoh-gopoh mengejarnya.

Gunawan membukakan pintu dan Rayyan pun segera masuk. "Tu–Tuan mau langsung kembali ke kota?" tanya lelaki tambun itu kepada sang bos dari balik jendela mobil.

"Ya, ke mana lagi?!" sahut Rayyan, "jalan, Bob!" titahnya pada Bobby, asisten kepercayaannya yang sejak tadi hanya menunggu di dalam mobil.

"Siap, Bos!" seru Bobby sembari menyalakan mesin mobil. Ia pun memutar stir lalu membawa kendaraan roda empat itu pergi dari halaman rumah Dinar.

Gunawan menatap ke arah mobil mewah bosnya yang semakin menjauh di sana. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Yaah, gagal deh ... proyeknya," keluhnya pada diri sendiri.

*

"Gimana, Bos? Lancar?" tanya Bobby di tengah perjalanan. Ia melirik sebentar ke spion di depannya, melihat bayangan sosok yang tampak arogan di sana.

Rayyan tersenyum miring. "Aku sudah keluar modal besar buat misi ini. Jangan sampai gagal. Nanti kamu lanjut urusan sama Gunawan. Jangan sampai Dinar menolak dan cari alasan lagi."

"Oke, Bos. Gunawan urusan aku." Bobby mengangguk.

***

"Gimana, Juragan Dinar? Apa uangnya sudah siap? Lusa Bos Rayyan bakal menagih lagi, loh ...," ujar Gunawan kepada Dinar Abdullah.

"Mas Gun, tolong dong ... gimana ngerayu Mas Rayyan ini biar dia nggak bawa masalah ini ke pengadilan. Saya nggak mau dipenjara, Mas," tutur Dinar dengan sorot memelas.

"Huuftt ... gimana ya, Gan. Pak Rayyan itu orangnya tegas. Dia nggak suka kalau ditipu kayak gini."

"Loh, saya nggak nipu, Mas. Ini 'kan, musibah. Saya juga nggak mau kejadiannya kayak gini."

Gunawan menghela napas panjang dan pandangannya tampak menerawang.

Hening ....

"Hmm ... gini aja, Gan."

Dinar menatap lekat ke arah Gunawan dan bersiap menyimak apa yang akan disampaikan lelaki bertubuh tambun itu. "Gimana, Mas? Apa ada solusi?"

"Ini saya nggak tahu ya, Gan, Bos Rayyan mau atau nggak. Tapi, yaaa ... kayaknya nggak ada ide lain untuk merayunya. Dia itu orangnya keras. Ya, namanya orang kaya, Gan. Milyarder dia. Kalau agak arogan, ya wajar aja, 'kan?"

"Memangnya apa, Mas, idenya?" tanya Dinar penasaran.

"Bos Rayyan itu 'kan, duda, Gan ...."

Kedua alis beruban milik Dinar Abdullah bertautan. 'Apa hubungannya duda nggak duda dalam hal ini?' tanyanya dalam hati.

"Nah, gimana kalau Dek Tari, kita jodohkan sama dia ...? Agan dapat menantu orang kaya juga 'kan? Dengan itu, mungkin Bos Rayyan mau memberi keringanan atau waktu buat pelunasan utang Juragan ke dia ...."

Kontan saja kedua bola mata Dinar membulat sempurna. "Hah?!" Lelaki tua itu spontan bangkit berdiri.

.

.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
NingrumAza
Terbaik Akakku. Lanjut dan semangat selalu .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status