Share

Bab 2

"Jadi, maksudnya Mas Gunawan nyuruh saya menggadaikan anak sendiri untuk mengulur waktu pelunasan utang?!" seru Dinar dengan suara keras. Ia seakan tidak terima dan tersinggung dengan ide Gunawan.

"Ada apa, Yah?!"

Tiba-tiba Nurma, istri Dinar bersama putrinya keluar dari dalam rumah. Mereka terkejut dengan suara Dinar yang terdengar sampai ke bagian dalam rumah.

"Ini! Mas Gunawan ngomong sembarangan! Masak Ayah disuruh nyerahkan anak sendiri biar dikasih tempo pelunasan utang ke Mas Rayyan?!"

"Hah?!" Lestari dan ibunya kembali terkejut dengan apa yang disampaikan oleh Dinar.

Mereka berdua sudah tahu permasalahan yang tengah menimpa lelaki tua itu. Sampai-sampai beberapa hari ini Dinar terlihat stress dan penyakit jantungnya pun jadi kambuh, sehingga ia sempat masuk ke UGD tiga hari lalu. Untung saja tidak terjadi hal yang lebih buruk dari itu.

"Ma–maaf, Bu. Dek Tari .... Sa–ya cuma menyampaikan ide aja. Kalau diterima syukuur. Kalau nggak diterima juga nggak apa-apa. Ya udah, saya permisi aja dulu yaaa!" Gunawan perlahan bangkit dari duduknya, kemudian ia langsung melangkah hendak keluar dari rumah itu.

"Eh, Pak Gunawan, tunggu!" panggil Lestari kepada Gunawan.

Lelaki tambun itu pun menoleh ke arah putri semata wayang Dinar dan menghentikan langkah kakinya.

"Mmm ... Yah, se–sepertinya nggak ada pilihan lain," imbuh Lestari sambil menatap sang ayah dengan tatapan yang sendu.

Gadis cantik itu sadar ... terlalu banyak cobaan yang mendera kehidupannya beberapa waktu belakangan. Bahkan saat ini, ayahnya terancam bakal dipenjara. Ia tentu tidak mau hal itu terjadi.

"Tap–tapi, Nak ...." Sang ibu memegang lengan putri kesayangannya.

"Aku nggak mau Ayah disidang dan dipenjara gara-gara ini, Bu. Apa kata orang-orang? Sekarang saja nama kita sudah sangat jelek di hadapan warga. Gimana kalau ditambah dengan masalah ini?" Lestari menundukkan pandangan. Setetes air bening menitik dari pelupuk matanya.

Dinar terlihat tergamang di tempatnya berdiri.

Ya, apa yang putrinya katakan itu semua benar. Ternyata nama keluarganya sudah tercoreng di hadapan warga satu kampung semenjak ia menolak pinangan seorang guru honorer kepada anaknya.

Tadinya setelah itu ia menjodohkan Lestari kepada seorang ASN dan sekaligus anak kepala desa. Hal itu untuk membuat warga diam. Namun, apa hendak dikata. Kembali kotoran dilempar ke wajah mereka ketika ketahuan kalau lelaki yang hendak dijodohkannya kepada sang putri adalah seorang yang mempunyai kelainan orientasi seksual. Lelaki itu suka dengan sesama jenis.

Apabila ditambah lagi dengan kasus utang piutangnya ini ... bahkan ia terancam dipenjara, tentu saja akan menambah buruk nama keluarga mereka yang selama ini ia jaga.

"Pak Gunawan, ide itu boleh disampaikan kepada Pak Rayyan. Mudah-mudahan dia bisa menerima saya sebagai istrinya," ujar Lestari kepada Gunawan.

Gunawan menoleh ke arah Dinar Abdullah yang terkenal berwibawa di desa itu. Namun, wajah tua tersebut kini hanya bisa tertunduk dan tak berkutik. "Ma–Maaf ... beneran ini, Gan? Saya nggak mau kalau Agan nggak setuju," ujar lelaki tambun itu ke arah sang juragan.

"Yah," panggil Lestari kepada ayahnya. Ia ingin meyakinkan sang ayah atas keputusan ini.

Dinar pun menatap putrinya dengan tatapan yang sendu. Ia menoleh ke arah istrinya yang juga tidak bisa berkata apa-apa, hanya air mata yang mengalir di pipi tua wanita itu.

"Kita nggak punya pilihan lain lagi, Yah .... Ini usaha kita untuk memperbaiki nama baik keluarga. Pak Rayyan orang kaya raya. Tentu warga akan segan dengan Ayah lagi."

Dinar menatap kedua mata putrinya. Ya, apa yang Lestari bilang itu, boleh jadi benar. Penghormatan para warga yang memudar akan kembali lagi kalau ia mendapatkan seorang menantu pengusaha kaya raya. Ia kemudian mengangguk tegas.

"Baik! Kamu benar, Nak. Mas Rayyan pengusaha sukses di kota. Kamu juga pasti bakal bahagia punya suami kaya kayak dia." Selarik senyuman bangga pun tercipta dari wajah lelaki tua itu.

Ya, bukankah sejak dulu Dinar sangat ingin memiliki seorang menantu yang kaya raya? Inilah momennya. Orang lain tidak perlu tahu bagaimana ia mendapatkan menantu kaya. Yang penting, penghormatan warga kepadanya akan kembali lagi seperti dulu. "Mas Gunawan," panggil orang tua itu.

"Iya, Juragan?"

"Oke, saya setuju dengan usulan Mas. Tapi, tolong hal ini jangan sampai ada orang lain yang tahu. Mas bisa menjaga rahasia, 'kan? Saya nggak mau orang kampung malah kembali mengejek kami dan mengatakan saya menjual anak."

Bibir Gunawan pun tersenyum manis. Apa yang telah diinstruksikan oleh Bobby beberapa hari lalu berjalan sesuai harapan. "Oke, Gan! Tenang aja. Ini hanya antara kita aja yang tahu."

"Baik. Kapan Mas Gunawan menyampaikan tawaran ini kepada Mas Rayyan?" tanya Dinar.

"Besok saya bakal langsung ke kota menyampaikan hal ini, Gan!"

Dinar pun mengangguk sembari tersenyum.

Lestari dan ibunya lalu kembali masuk ke bagian dalam rumah. Langkah lunglai kaki gadis itu terus saja menuju ke kamarnya.

Sang ibu turut mengiringi langkah sang putri kesayangan. Sebagai ibu ia tahu, kalau putrinya terpaksa melakukan ini semua.

Padahal sang ayah-lah yang selalu berbuat ulah, tetapi mereka semua harus menanggung segala konsekwensinya.

"Nak ... kenapa kamu mau aja ditumbalkan dalam permasalahan ayahmu?" tanya sang ibu ketika keduanya sudah duduk di pinggir ranjang Lestari.

"Mau nggak mau, Bu. Kasian nanti ayah dikatain macam-macam oleh warga desa. Aku juga nggak mau kalau ayah masuk penjara ...."

Sang ibu menghela napas panjang. Ia tidak bisa membantah kemungkinan buruk itu. "Ibu nggak nyangka masalah menimpa kita bertubi-tubi seperti ini, Nak."

Lestari menatap ibunya dengan raut yang sama-sama mendung.

"Apa ini tulah?"

Lestari mengernyitkan dahinya. "Tulah bagaimana maksudnya, Bu?" tanya gadis itu heran.

"Ya, semenjak ayahmu menghina dan menolak mentah-mentah Nak Gilang, kemudian Nak Gilang pun meninggal dunia. Mungkin ini merupakan tulah buat kita. Ini balasan Allah atas dosa keluarga kita kepada Nak Gilang ...."

Deg!

.

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status