All Chapters of Neraka Pernikahan CEO Arogan: Chapter 91 - Chapter 100

124 Chapters

Bab 91

"Maaf ... pasien mesti istirahat. Sebisanya satu orang aja ya yang jaga malam ini," ujar salah seorang perawat setelah memindahkan Lestari ke ruang perawatan VIP sesuai permintaan Rayyan. Ia membenarkan posisi infus yang tergantung di sebuah tiang di samping brankar. Nunung pun berjalan maju mendekat ke brankar sang nyonya. Ia yang ingin menjaga sang nyonya. Akan tetapi– "Bi," panggil Rayyan membuat Nunung menoleh ke arahnya. "Iya, Tuan?" "Bibi pulang. Biar saya yang jaga Tari sekarang," suruh Rayyan kepada sang ART. Nunung mengalihkan pandangan ke arah Lestari dengan sorot mata yang ragu. Ia ingat, tadi setelah makan malam, sang nyonya bertengkar dengan tuannya itu, hingga menyebabkan wanita muda tersebut mengalami pendarahan dan keguguran seperti sekarang. Namun, tentu ia tidak bisa menolak perintah majikannya. Sementara Lestari, ia menolehkan kepala dan pandangannya ke arah lain. Ia malas untuk melihat semua orang di sana. Wanita itu hanya diam, pandangannya kosong ke arah s
Read more

Bab 92

Rayyan melihat wajah sang istri yang akhirnya menoleh ke arahnya dengan perasaan yang sangat kacau. Sungguh, ketakutan yang tadi seakan-akan kembali membayanginya saat ini. "Please, Tari ... kamu ja–ngan ti–tinggalin aku ya. A–Aku nggak tahu bakal gimana ka–kalau kamu pergi. Mungkin aku ... aku nggak bakal sanggup! Aku ng–gak pu–punya siapa-siapa lagi selain ka–mu, Tari ...." Rayyan menundukkan kepalanya dan ia benar-benar menangis tersedu sedan di sana. Melihat Rayyan yang selama ini ia kenal sebagai pria yang tegas, gagah, dan keras menangis terisak seperti demikian, seketika saja membuat Lestari merasaaa ... entah. Sungguh, ia tidak tahu apa pikirannya saat ini. Ia tidak pernah menyangka sang pria bisa serapuh ini. 'Benarkah Mas takut kehilangan aku?' bisik hati Lestari seakan tak percaya. Namun, ini nyata. Rayyan terlihat begitu lemah dan kalah kali ini. Mungkin seperti inilah yang pria itu rasakan saat kehilangan Gilang. Ya, Lestari kembali teringat akan pria muda yang per
Read more

Bab 93

"Kamu serius?!" tanya Rayyan memastikan kepada bawahannya. "Elaah, Booss. Masak aku bohong? Ngapain juga?" seru Bobby terdengar sebal, "kata pihak rumah sakit, sekitar setengah jam yang lalu mertua Boss sadar," lanjutnya menjelaskan. "Hmm, oke. Ya sudah. Makasih infonya." Klik! Rayyan pun menutup sambungan telepon selulernya. "Mas!" "Hah?" Pria itu terkesiap karena panggilan Lestari. Beberapa detik tadi ia sempat melamun. Entah apa yang ia pikirkan. "Sini, aku mau ngobrol!" seru Lestari memanggil sang suami dari muka pintu kamar. Kemudian lelaki itu pun melenggang menghampiri istri kesayangannya di dalam kamar. Lestari langsung merangkul lengan pria itu dan menyenderkan kepalanya manja. "Mas, boleh nggak aku kasih tanaman bunga di pojok situ?" tanya wanita itu sambil menunjuk sudut ruangan di dekat jendela kaca yang mengarah ke taman samping rumah itu. "Mmm, boleh. Kamu atur aja," jawab Rayyan singkat. "Oke. Aku sebenarnya suka gambar-gambar bunga atau pemandangan dulu. Uda
Read more

Bab 94

"Iya, benar, Sayang ...," sahut Rayyan. Kemudian senyum pria itu berubah menjadi lebih hangat ketika melihat kebahagiaan yang teramat besar dari sorot mata sang istri saat ini. Lestari menghambur memeluk dengan begitu erat suaminya. Tanpa terasa air mata pun jatuh dan mengalir begitu saja di kedua pipi wanita muda itu. Keharuan kini melingkupi hatinya. Lestari benar-benar merasa bahagia sekali. Ia sudah tidak sabar ingin kembali bertemu dengan sang ayah tercinta. *** "Ayah! Akhirnya Ayah sadar!" Lestari memeluk tubuh sang ayah yang masih terbaring di atas brankarnya. "Ta–Tari ...," lirih Dinar Abdullah menyebut nama putri semata wayangnya. Air bening pun meleleh dari sudut mata lelaki tua itu. Lestari kemudian mengurai pelukannya. Ia menatap wajah keriput ayahnya yang terlihat masih lemah di sana. Wanita itu menyusut air yang jatuh di pipinya sendiri. Lalu ia juga menghapus air mata di wajah sendu sang ayah. Rayyan melipat bibirnya sembari memasukkan kedua tangan ke dalam s
Read more

Bab 95

Lestari terlihat gusar. Ia ingin merawat ayahnya dalam masa pemulihan ini. Akan tetapi, ia tidak yakin ayahnya akan betah di rumah orang lain. Karena ia tahu kalau sang ayah memang kurang suka tinggal jauh dari kampung halamannya sendiri. Mungkin kalau untuk sementara, sekadar berkunjung dan menginap beberapa hari, orang tua itu akan menerima. Namun, berbeda jika dalam waktu yang lama."O–oke, Mas. Nanti ... nanti aku coba tanya ayah dulu. Mudah-mudahan ayah mau tinggal di sini sementara," pungkas wanita itu akhirnya.Rayyan hanya menganggukkan kepala.***"Ayah nggak mau menyusahkan suamimu, Tari," ujar Dinar ketika Lestari menyampaikan maksudnya.Lestari berusaha menarik kedua sudut bibirnya ke atas dengan lebar. "Justru ini Mas Rayyan yang menawarkan, Yah," pungkasnya.Dinar tampak menimbang-nimbang. "Tapi, Ayah nggak enak. Apalagi sekarang keadaan Ayah kayak begini," balas Dinar terlihat sedih. Ia menundukkan pandangan menyadari keadaan dirinya sendiri yang sekarang masih belum bi
Read more

Bab 96

"Apa Mas Rayyan memperlakukan kamu dengan baik selama ini?" tanya Dinar lagi. Mendengar pertanyaan sang ayah, sebenarnya Lestari heran. Apalagi raut wajah ayahnya tampak serius di sana. "Tentu, Yah. Tari bahagia menikah dengan Mas Rayyan. Dia baik sama Tari. Dia juga perhatian sama keluarga kita," jawab wanita muda itu sembari menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Dinar menatap putrinya dengan begitu lekat. Ia ingin melihat sorot mata itu lebih dalam. Sejurus kemudian, lelaki itu pun berkata, "Syukurlah kalau gitu, Nak. Ayah ikut senang kalau kamu bahagia dalam pernikahanmu ini. Memang itu yang Ayah harapkan." Kedua alis Lestari bertautan. Ia merasa sang ayah tampak berbeda semenjak sadar dari komanya. Dinar terlihat lebih pendiam dibandingkan sebelum kejadian kecelakaannya dulu. "Ayah nggak usah khawatir sama Tari lagi. In syaa Allah Tari udah bahagia hidup sama Mas Rayyan sekarang. Mas Rayyan mencintai Tari, dan Tari pun begitu," pungkas wanita muda itu meyakinkan ayahnya.
Read more

Bab 97

"Tap–Tapi tanah itu, 'kan ... udah sepenuhnya milik Mas," kilah Lestari kepada sang suami. Sungguh ia tidak mengerti, apa benar sang suami menyerahkan tanah itu kembali kepada keluarganya begitu saja? "Ya, aku kasih lagi ke kalian," jawab Rayyan santai sembari memasukkan kemeja kotor yang baru dilepasnya ke dalam keranjang di depan kamar mandi. "Mas, tu–unggu!" Tari menangkap pergelangan tangan sang suami, mencegah lelaki itu berjalan maju ke menuju kamar mandi. Rayyan pun menoleh ke arah wajah sang istri yang tampak resah di sana. Ia paham apa yang dipikirkan istrinya. Ia tahu, Lestari bukanlah wanita yang serakah akan harta. Pria itu lalu menarik sebelah sudut bibirnya. "Kamu mau ikut mandi?" "Hah?" Lestari terperangah mendengar pertanyaan suaminya. "Ayo!" ajak pria itu sembari tiba-tiba menarik tangan sang istri dan ia pun menyeretnya ke dalam kamar mandi. "Ee–eeh, bu–bukan itu mak–maksud aku, Mas!" seru Lestari yang seketika saja merasa panik karena Rayyan telah menutu
Read more

Bab 98

"Bukan begitu, Pak Dinar," sahut Rayyan membantah. Dinar menyimak apa yang ingin disampaikan oleh menantu lelakinya itu. "Jadi begini ... rencana saya mau mengolah tanah itu saja, kita tanami. Kita jadikan perkebunan yang nanti hasilnya bisa kita produksi dan pasarkan." "Memangnya mau tanam apa kira-kira, Mas?" tanya Dinar makin penasaran. Lestari diam saja menyimak kedua orang suami dan ayahnya bicara di sana. "Menurut saya, saat ini market coklat selalu bagus. Begitu juga kopi. Selama ini perusahaan saya mengambil suply dari orang lain. Jadi, ada baiknya kalau saya juga memiliki perkebunan sendiri. Tentu lebih menguntungkan," lanjut Rayyan menjelaskan. Dinar tampak berpikir, sedetik kemudian ia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Perusahaan Mas juga memproduksi coklat?" sela Lestari. Selama ini ia tidak terlalu memahami usaha apa saja yang dijalani suaminya. Yang ia tahu, di kota ini sang suami mengurus produksi kertas dan buku, juga beberapa kali ia mendengar tentang perkembang
Read more

Bab 99

Di tempat lain di sebuah desa bernama Desa Mandiri. Lokasi desa ini terhalang dua buah desa lagi dari Desa Harapan. Terlihat seorang pria bertopi coklat yang tengah membersihkan rumput dengan cangkul di perkebunan pepaya milik lelaki tua yang dikenal dengan panggilan Abah Harun. Kemudian pria yang berwajah manis itu sekaligus meninggikan tanah di dekat tiap-tiap akar pohon pepaya tersebut. "Assalamualaikum Bang, makan dulu." Seorang perempuan muda berusia 19 tahun yang baru saja datang memanggil pria itu. Tampak di sebelah tangannya memegang satu set rantang aluminium berisi makanan dan di tangan satunya membawa termos kecil. "Wa alaikumus sallam. Ah, kamu, Dek," sahut pria tersebut sambil menyusut keringat yang mengucur deras dari dahinya. Ia memang tidak pernah sarapan dulu sebelum bekerja. Akan tetapi, apabila sudah pukul sembilanan, sang istri akan membawakan makanan untuknya. Keduanya baru saja dua pekan menikah. Meski sebenarnya sang pria belum merasa cukup siap untuk berum
Read more

Bab 100

"Terus sejak kapan, dong, naksirnya?" pancing sang suami sembari membasuh tangan karena sudah selesai makan. "Kira-kira setelah dua atau tiga hari Abang siuman, deh. Soalnya Bang Ardi ngomongnya teratur gitu, kayaknya pinter!" puji Delia, "wajah Abang juga jadi lebih manis setelah lukanya mulai kering." Sang wanita muda kembali terkikik. Ardi pun tertawa mendengar cerita istri kecilnya. *** "Abang berangkat dulu ya, Dek!" pamit Ardi kepada sang istri ketika ia hendak pergi ke kota untuk ketiga kalinya. Ia akan membawa hasil panen buah pepaya ke pasar tradisional di kota bersama Harun. "Iya, Bang. Hati-hati di jalan. Abah juga ya!" seru Delia sambil memberikan bekal air kepada suaminya itu. Matanya bergiliran menatap ke arah Ardi dan juga kakeknya. "Iya, kamu hati-hati di rumah. Nanti kalau kami sudah sampai di pasar, Abah kirim WA," ucap Harun. "Iya, Bah. Jangan lupa kabari Delia nanti. Soalnya Abah suka lupa!" sahut Delia seraya mengerucutkan bibirnya. "Iya iyaaa ...." Sang k
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status