Share

Bab 97

Penulis: Adny Ummi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-14 20:50:52

"Tap–Tapi tanah itu, 'kan ... udah sepenuhnya milik Mas," kilah Lestari kepada sang suami. Sungguh ia tidak mengerti, apa benar sang suami menyerahkan tanah itu kembali kepada keluarganya begitu saja?

"Ya, aku kasih lagi ke kalian," jawab Rayyan santai sembari memasukkan kemeja kotor yang baru dilepasnya ke dalam keranjang di depan kamar mandi.

"Mas, tu–unggu!" Tari menangkap pergelangan tangan sang suami, mencegah lelaki itu berjalan maju ke menuju kamar mandi.

Rayyan pun menoleh ke arah wajah sang istri yang tampak resah di sana. Ia paham apa yang dipikirkan istrinya. Ia tahu, Lestari bukanlah wanita yang serakah akan harta. Pria itu lalu menarik sebelah sudut bibirnya. "Kamu mau ikut mandi?"

"Hah?" Lestari terperangah mendengar pertanyaan suaminya.

"Ayo!" ajak pria itu sembari tiba-tiba menarik tangan sang istri dan ia pun menyeretnya ke dalam kamar mandi.

"Ee–eeh, bu–bukan itu mak–maksud aku, Mas!" seru Lestari yang seketika saja merasa panik karena Rayyan telah menutu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 98

    "Bukan begitu, Pak Dinar," sahut Rayyan membantah. Dinar menyimak apa yang ingin disampaikan oleh menantu lelakinya itu. "Jadi begini ... rencana saya mau mengolah tanah itu saja, kita tanami. Kita jadikan perkebunan yang nanti hasilnya bisa kita produksi dan pasarkan." "Memangnya mau tanam apa kira-kira, Mas?" tanya Dinar makin penasaran. Lestari diam saja menyimak kedua orang suami dan ayahnya bicara di sana. "Menurut saya, saat ini market coklat selalu bagus. Begitu juga kopi. Selama ini perusahaan saya mengambil suply dari orang lain. Jadi, ada baiknya kalau saya juga memiliki perkebunan sendiri. Tentu lebih menguntungkan," lanjut Rayyan menjelaskan. Dinar tampak berpikir, sedetik kemudian ia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Perusahaan Mas juga memproduksi coklat?" sela Lestari. Selama ini ia tidak terlalu memahami usaha apa saja yang dijalani suaminya. Yang ia tahu, di kota ini sang suami mengurus produksi kertas dan buku, juga beberapa kali ia mendengar tentang perkembang

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-15
  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 99

    Di tempat lain di sebuah desa bernama Desa Mandiri. Lokasi desa ini terhalang dua buah desa lagi dari Desa Harapan. Terlihat seorang pria bertopi coklat yang tengah membersihkan rumput dengan cangkul di perkebunan pepaya milik lelaki tua yang dikenal dengan panggilan Abah Harun. Kemudian pria yang berwajah manis itu sekaligus meninggikan tanah di dekat tiap-tiap akar pohon pepaya tersebut. "Assalamualaikum Bang, makan dulu." Seorang perempuan muda berusia 19 tahun yang baru saja datang memanggil pria itu. Tampak di sebelah tangannya memegang satu set rantang aluminium berisi makanan dan di tangan satunya membawa termos kecil. "Wa alaikumus sallam. Ah, kamu, Dek," sahut pria tersebut sambil menyusut keringat yang mengucur deras dari dahinya. Ia memang tidak pernah sarapan dulu sebelum bekerja. Akan tetapi, apabila sudah pukul sembilanan, sang istri akan membawakan makanan untuknya. Keduanya baru saja dua pekan menikah. Meski sebenarnya sang pria belum merasa cukup siap untuk berum

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-15
  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 100

    "Terus sejak kapan, dong, naksirnya?" pancing sang suami sembari membasuh tangan karena sudah selesai makan. "Kira-kira setelah dua atau tiga hari Abang siuman, deh. Soalnya Bang Ardi ngomongnya teratur gitu, kayaknya pinter!" puji Delia, "wajah Abang juga jadi lebih manis setelah lukanya mulai kering." Sang wanita muda kembali terkikik. Ardi pun tertawa mendengar cerita istri kecilnya. *** "Abang berangkat dulu ya, Dek!" pamit Ardi kepada sang istri ketika ia hendak pergi ke kota untuk ketiga kalinya. Ia akan membawa hasil panen buah pepaya ke pasar tradisional di kota bersama Harun. "Iya, Bang. Hati-hati di jalan. Abah juga ya!" seru Delia sambil memberikan bekal air kepada suaminya itu. Matanya bergiliran menatap ke arah Ardi dan juga kakeknya. "Iya, kamu hati-hati di rumah. Nanti kalau kami sudah sampai di pasar, Abah kirim WA," ucap Harun. "Iya, Bah. Jangan lupa kabari Delia nanti. Soalnya Abah suka lupa!" sahut Delia seraya mengerucutkan bibirnya. "Iya iyaaa ...." Sang k

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-16
  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 101

    "Ya Allah, maaf! Saya nggak sengaja!" Orang yang menabrak Ardi langsung turun dari mobil dan ia mendekati korbannya. "Kalau nyetir jangan sembarangan, woy, Pak!" Seseorang mendorong bahu sopir mobil yang wajahnya seketika saja menjadi pias. "Kamu gimana, Di? Kaki kananmu kayaknya patah itu!" seru Harun panik sambil merangkul pundak Ardi. "Aakh! Nggak tahu, Bah. Sakiit bangeet!" keluh Ardi terlihat meringis kesakitan. Harun teringat dulu waktu menemukan Ardi di sungai, lelaki muda itu juga dalam keadaan patah tulang. Hanya saja tangan kirinya yang patah. Waktu itu Harun membawa Ardi ke sinse kampung yang tak jauh dari rumahnya saja. Akan tetapi, kali ini ia berada jauh dari desanya. Sopir mobil pick up pengangkut pepayanya tadi berjanji nanti pukul 2 siang baru bisa menjemput kembali dan itu masih cukup lama. "Ayo tolong, angkat ke mobil saya! Biar dibawa ke rumah sakit!" seru sang sopir kendaraan roda empat yang telah menabrak Ardi cemas. "Ah, iya! Tolong angkatkan cucu saya!"

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-16
  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 102

    "Mas, Pak Rayyan sudah tahu belum soal masalah ini?" tanya Toni masih dengan raut yang cemas, "saya takut Pak Rayyan marah, Mas ...." "Iya, udah tahu si boss," sahut Bobby masih menatap ke arah lift yang sudah tertutup di sana. Dahinya berkerut kencang sebab berusaha mengingat-ingat di mana ia pernah melihat wajah korban yang ditabrak Toni itu. "Terus gimana, Mas? Pasti Pak Rayyan marah, nih. Nanti saya dipecat lagi." Toni terlihat panik. "Marah ya pasti marahlah, Pak. Bapak nyetir gimana, sih, sampe nabrak orang?" cetus Bobby sebal. Kini ia menoleh ke arah Toni yang terlihat merasa bersalah. "Maklum, pasarnya rame, Mas. Jalanan jadi sempit. Saya nggak sengaja terlalu ke pinggir bawa mobilnya. Lagian trotoar dipake pedagang buat jualan, Mas!" keluh Toni panjang lebar. "Ya udah, Pak. Nanti kita urus orang itu," tukas Bobby malas untuk memperpanjang lagi. Ia hanya kesal, karena masalah yang dibuat Toni ini jadi menambah pekerjaannya saja. "Biaya operasi orang itu gimana, Mas

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-17
  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 103

    'Hmm ... Ardi. Kayaknya aku nggak pernah punya teman atau kenalan yang bernama Ardi,' ucap Bobby di dalam hati. Akan tetapi, tetap saja ia merasa heran. Sebab sepertinya ia benar-benar familiar dengan wajah pria yang ditabrak oleh Toni itu.Tiba-tiba terdengar suara dering ponsel Bobby. Pria itu pun segera menyambutnya. "Hallo, Boss?""Bob, gimana? Belum selesai kamu ngurus orang itu?" Ternyata yang menelepon adalah Rayyan."Orangnya masih dioperasi, Boss," jawab Bobby apa adanya.Toni dan sang putri hanya melihat ke arah Bobby yang tengah bercakap dengan atasannya itu. Mereka juga sedang menunggui sang korban yang kini tengah ditangani dokter."Ngapain kamu nunggu di situ? Nanti aja balik lagi. Kerjaanmu masih banyak di sini!" cetus Rayyan terdengar sebal.'Ya elaah si boss ini. Nggak bisa liat orang lagi seneng deket cewek cantik,' gerutu Bobby di dalam hati. Matanya melirik ke arah Windi. "Okelah, Boss. Aku meluncur ke sana sekarang."Rayyan langsung memutus panggilan dari seberang

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 104

    Rayyan mengernyitkan dahinya dengan kencang. "Dia mirip sekali dengan ini, Boss!" seru Bobby lagi sambil menunjuk foto yang ada di tangannya kini. Rayyan kemudian bangkit, lantas mendekat ke arah Bobby. Ia langsung merampas frame tersebut dan meletakkan benda itu kembali ke atas rak di sana. "Muka orang mirip ya wajar. Muka kamu aja pasaran gitu," ujar pria itu cuek. "Ya Allah, Boss. Beneran ini, mirip bangettt!" cetus Bobby dengan wajah serius. Rayyan menoleh kembali ke arah Bobby. Kini ia terdiam di tempatnya berdiri. 'Si Bobby kelihatan serius sekali. Tapi, apa mungkin itu benar Gilang?' Hatinya bertanya-tanya. "Emang kulitnya keliatan lebih gelap, sihq. Tapi, itu kayak sering terpapar matahari, doang. Tapi, aku yakin banget itu orang mirip sekali sama Mas Gilang," lanjut Bobby dengan penjelasannya, "kalau emang mirip tapi bukan kembar, nggak mungkin juga plek ketiplek begitu, Boss. Lagian mayat Mas Gilang 'kan, hilang dan nggak pernah diketemukan sampai sekarang. Iya, 'kan?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 105

    "Bener, 'kan, Boss? Mirip banget!" bisik Bobby di dekat telinga sang presiden direktur. Kedua mata Bobby kemudian mencari-cari sosok Windi, tetapi gadis manis itu ternyata tidak ada di ruangan itu. 'Mana si manis tadi? Udah pulang apa yak?' tanyanya membatin. 'Aku tak percaya ini. Benarkah dia Gilang ...?' bisik hati Rayyan merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Toni heran melihat gelagat aneh boss besar di perusahaan tempatnya bekerja itu. Ia segera bangkit dari duduknya. Begitu juga Ardi. Bibir pria itu tadinya tersenyum. Namun, sontak saja Ardi menurunkan kedua sudut bibirnya. Ia juga merasa heran sekaligus bingung dengan tatapan aneh dari mata orang asing yang baru saja masuk itu ke arahnya. 'Kenapa orang itu melihatku seperti itu?' tanyanya membatin. "Ekhem, Mas Ardi, perkenalkan, ini ... presiden direktur kami. Pak Rayyan Yudistira," ucap Toni memperkenalkan Rayyan kepada Ardi. Lelaki 40 tahunan itu bergerak maju beberapa langkah ke arah brankar Ardi. Ia meras

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-20

Bab terbaru

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 158

    "Oh, iya. Baik, Pak Gilang." Fatir pun bangkit dari duduknya dan lelaki itu mengangguk ke arah Rayyan yang memasang wajah dingin seperti biasanya itu untuk berpamitan. "Permisi, Pak Rayyan ...," ucapnya."Silakan!" sahut Rayyan singkat.Setelah Fatir pergi, Gilang menoleh tanpa melihat wajah sang kakak. "Kenapa?" tanyanya tak mau berbasa-basi."Abang senang kamu nggak bawa urusan pribadi kita ke pekerjaan dan masih mau masuk kerja," ujar Rayyan kepada adiknya."Aku bukan anak kecil yang merajuk mainannya diambil," cetus Gilang dengan nada dingin.Rayyan melipat bibirnya. "Kamu masu marah?" Lelaki itu menatap lekat ke arah adik kesayangannya. "Sudahlah, toh, kalian sudah pergi dari rumahku, 'kan? Mana tanpa pamit!" sindir Gilang."Abang bukan nggak mau pamit. Lagian barang-barang kami masih ada di sana. Nanti juga Abang mau jemput Bi Nunung.""Oke, bawa aja semua barang-barang kalian." Gilang masih tidak mau melihat wajah kakaknya. Sungguh, di dalam hatinya kini bercampur perasaan kec

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 157

    Setelah makan siang di rumah Bobby, Rayyan dan Lestari memutuskan untuk berbelanja berbagai macam furniture untuk mengisi rumah baru mereka. Akan tetapi, keduanya masih memutuskan untuk menginap di rumah Bobby di malam harinya."Kenapa kita nggak nginap di hotel aja sih, Mas? Aku nggak enak sama Mas Bobby," ucap Lestari setelah merebahkan badan ke atas ranjang.Rayyan menyusul ikut merebah di samping wanita cantik itu. "Bawaan kita banyak, jadi nggak leluasa kalau ke hotel. Lagian kita di sini hanya semalam aja. 'Kan, kita sudah sedikit mengisi rumah baru kita tadi," sahut lelaki itu.Lestari menghela napas, kemudian mengangguk memahami. "Besok pagi-pagi ya, Mas, kita pindahnya. Aku nggak mau terlalu lama ngerepotin di rumah ini," pungkas Lestari lagi."Oke," jawab Rayyan singkat.Lestari kemudian beringsut merapatkan tubuhnya pada sang suami. Ia ingin memeluk pria kesayangannya itu demi sedikit meredakan sebak di dada, sebab masih terus terngiang-ngiang dengan ucapan dan tudingan dar

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 156

    Di tempat yang berbeda, Harun baru saja selesai bertransaksi kepada seorang pemilik toko buah di pasar kota. Ketika pria tua itu hendak kembali menuju parkiran mobil pick-up milik temannya yang mengangkut hasil panen pepaya, tak sengaja matanya menangkap sesosok yang seperti tak asing baginya. Orang itu sedang berbelanja sayur-mayur bersama seorang wanita di sampingnya. Kedua alis Harun bertaut kencang. "Itu ... itu bukannya bapak-bapak yang pernah menabrak Ardi?" bisiknya pada diri sendiri. Setelah meyakinkan diri, Harun melangkahkan kakinya dengan lebih kencang menuju ke arah sana. Tangannya kemudian terulur ke pundak pria yang tengah memilah sayuran tersebut. Kontan saja pria itu menoleh ke arah Harun. "Pak Harun?" ucapnya menyebut nama pria tua itu. Dengan sangat tipis Harun berusaha menarik kedua sudut bibirnya. Jantungnya sedikit berdebar sebab rasa yang membuncah. Ia yakin, pria di hadapannya ini bisa membawanya bertemu kembali dengan cucu menantunya yang selama ini dicari

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 155

    "Loh? Nyonya mau pergi ke mana? Memangnya sudah dibeli rumah barunya?" Nunung bertanya heran, sebab sang majikan wanita berpamitan dengan beberapa koper yang sudah disiapkan di dekat mereka."Iya, Bi. Sudah beli rumah. Tapi, ini nggak langsung pindah ke rumah itu. Saya dan Tari mau ke tempat teman saya dulu." Jawaban itu justru keluar dari lisan Rayyan, "Bibi sementara di sini dulu. Kalau kami sudah benar-benar pindah ke rumah yang baru, Bibi akan saya jemput," lanjut lelaki itu menjelaskan."O–oh, gitu, Tuan?" Meski masih merasa heran karena kepergian majikannya yang mendadak seperti ini, Nunung hanya bisa menuruti.Lestari memilih diam dari tadi, sebab ia mengikuti suaminya saja. Saat ini, ia hanya ingin segera pergi dari rumah itu."Bi, aku pamit dulu ya ...." Lestari mendekati sang ART, kemudian memeluk wanita tua yang selama ini telah ia anggap seperti ibunya sendiri."I–iya, Nya. Hati-hati di jalan. Nyonya kabari saya kalau sudah sampai di rumah temen Tuan ya! Nyonya juga jangan

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 154

    Terdengar suara isakan dari Lestari membuat Rayyan seolah baru tersadar. Lelaki itu kemudian berjalan mendekat ke arah tempat duduk istrinya, lalu merangkul pundak wanita itu. "Tari ... kamu ... nggak apa-apa?" 'Ck! Pertanyaan bodoh! Nggak apa-apa gimana? Dia sedih, Gobl0k!' Batin Rayyan memarahi dirinya sendiri sebab mengucapkan pertanyaan yang ia anggap tidak perlu itu. Lestari bangkit berdiri dengan perlahan-lahan. Kakinya terasa begitu lemas rasanya. Ia lalu berjalan pelan dan lunglai menuju ke arah kamarnya. Rayyan bingung dengan apa yang mesti ia lakukan. Lelaki itu hanya bisa mengiringi sang istri menuju ke arah kamar mereka. Sesampainya di dalam kamar. Lestari menuju ke arah ranjangnya dan merebahkan diri sembari kembali menangis di atas bantalnya. Sungguh, ia merasa begitu sedih, sebab telah membuat Gilang sangat kecewa seperti saat ini. Sementara Rayyan, pria itu hanya bisa duduk di pinggir ranjang tersebut dengan kepala yang terasa berdenyut. Ia benar-benar tidak tahu

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 153

    "Jadi, kamu sudah ingat tentang Tari?" tanya Rayyan tak mau lagi berbasa-basi."Bi, nggak apa-apa, kok. Bibi lanjutin kerjaan Bibi lagi, gih," bisik Lestari lirih ke arah Nunung di sebelahnya."Eeh, i–iya. Baik, Nyonya," sahut Nunung tergagap. Akan tetapi, wanita tua itu tetap menurut. Ia pun berbalik dan melenggang kembali ke teras belakang rumah.Lestari kembali mengarahkan pandangan ke arah Gilang dan juga Rayyan yang tengah berbicara di sana dengan perasaan yang tidak menentu. 'Apa benar, Mas Gilang sudah mengingat tentang kami?' bisik hatinya bertanya-tanya."Yaaah, begitulah. Aku bahkan sudah ingat kata-kata kamu malam itu, Tari." Gilang terus melihat ke arah sang wanita.Lestari mencoba mengingat apa yang pernah ia katakan. "Kata-kataku?" Rayyan ikut menoleh ke arah sang istri dengan sorot penasaran."Ya, kamu ingat di depan Burhan kamu bilang cinta sama Mas, 'kan? Burhan bilang, nggak lama dari berita kematian Mas, kamu memang batal menikah dengan Fadil, si anak kepala desa i

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 152

    Meski hatinya terasa panas, Rayyan hanya bisa menyunggingkan senyuman dengan terpaksa. Ia tidak mau rasa cemburunya itu tertangkap oleh sang istri. "Mudah-mudahan aja rumah yang ditawarkan ke Bobby kemarin cocok buatku dan Lestari nanti," lirih ucapan Rayyan pada diri sendiri. Ya, tadi Bobby bilang mereka sudah janjian untuk melakukan survey ke sebuah rumah besok. Lokasi rumah tersebut hanya sekitar dua puluh menit dari kantor pusat perusahaan Rayyan ini. Memang harganya cukup tinggi, tetapi kalau cocok, Rayyan tidak mau menunda lagi untuk mengurus kepindahannya. Ia ingin segera memboyong Lestari menjauh dari Gilang. 'Kalau lebih lama lagi aku melihat kebersamaan mereka. Aku bisa gila!' keluh pria itu membatin. *** "Kakak iparku ini mau ke mana? Pagi-pagi udah cantik aja?" sapa Gilang, ketika langkah kakinya baru sampai di ruang makan. Ia hendak bergabung dengan Rayyan dan Lestari yang sudah lebih dulu berada di sana. Mata Gilang melirik sebentar melihat ekspresi sang kakak le

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 151

    Lima hari belakangan ini, ketika sedang berada di kantor, Rayyan terlihat gusar dan tidak fokus dengan pekerjaannya. Gilang sudah tiga hari ikut ke kantornya dan belajar bekerja di sana. Ia didampingi langsung oleh Bobby. Lelaki itu terlihat serius dalam belajar. "Bos yakin dengan keputusan akan memberikan posisi CEO pada Mas Gilang?" tanya Bobby kepada sang atasan. Mereka kini sedang berada di ruangan presiden direktur, yakni Rayyan sendiri. Pria itu baru saja menyampaikan kepada asisten setianya untuk mengajari Gilang agar ke depan bisa menduduki posisi CEO yang saat ini dirangkap oleh Rayyan sendiri selain ia juga sebagai owner sekaligus presiden direktur di perusahaan itu. Selama ini Rayyan memang cukup sibuk karena jabatan yang dirangkapnya itu. Meskipun demikian, selama ini ia mampu sebab didukung oleh Bobby yang selalu bisa ia andalkan. "Ya, kamu mesti ajari dia yang bener, Bobb. Gilang sebaiknya tidak usah melanjutkan jadi guru lagi. Aku nggak mau dia dihina orang lagi s

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 150

    Wanita cantik yang kini wajahnya terlihat agak pucat itu mengangguk cepat. Lestari baru sadar kalau tangannya sendiri terasa sangat dingin ketika sang suami meraih dan menggenggamnya saat ini. "Ini jarimu kenapa?" tanya Rayyan ketika melihat dan meraba jari telunjuk tangan kanan Lestari yang dibalut plaster. "Ini, nggak sengaja kena pisau, Mas. Nggak apa-apa, kok! Luka kecil aja." "Kamu lain kali hati-hati," pesan sang suami. Lestari tersenyum kikuk ketika sadar kalau sedari tadi Gilang mencuri-curi pandang ke arahnya. "A–ku siapin makan siang dulu, Mas," ujarnya kepada sang suami seraya berbalik badan dan langsung berjalan ke arah dapur menyusul Nunung. Rayyan menyembunyikan helaan napasnya ketika melihat punggung sang istri yang menjauh. Di dalam hati entah mengapa ia merasa timbul kesedihan. Ia menebak kalau benar, sang istri sepertinya masih menyimpan perasaan kepada adik angkatnya. "Naah, ini diaa! Terima kasih, Bi Nunung yang caeeem ...!" seru Bobby menarik Rayyan kembali

DMCA.com Protection Status