Home / CEO / Neraka Pernikahan CEO Arogan / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Neraka Pernikahan CEO Arogan: Chapter 101 - Chapter 110

155 Chapters

Bab 101

"Ya Allah, maaf! Saya nggak sengaja!" Orang yang menabrak Ardi langsung turun dari mobil dan ia mendekati korbannya. "Kalau nyetir jangan sembarangan, woy, Pak!" Seseorang mendorong bahu sopir mobil yang wajahnya seketika saja menjadi pias. "Kamu gimana, Di? Kaki kananmu kayaknya patah itu!" seru Harun panik sambil merangkul pundak Ardi. "Aakh! Nggak tahu, Bah. Sakiit bangeet!" keluh Ardi terlihat meringis kesakitan. Harun teringat dulu waktu menemukan Ardi di sungai, lelaki muda itu juga dalam keadaan patah tulang. Hanya saja tangan kirinya yang patah. Waktu itu Harun membawa Ardi ke sinse kampung yang tak jauh dari rumahnya saja. Akan tetapi, kali ini ia berada jauh dari desanya. Sopir mobil pick up pengangkut pepayanya tadi berjanji nanti pukul 2 siang baru bisa menjemput kembali dan itu masih cukup lama. "Ayo tolong, angkat ke mobil saya! Biar dibawa ke rumah sakit!" seru sang sopir kendaraan roda empat yang telah menabrak Ardi cemas. "Ah, iya! Tolong angkatkan cucu saya!"
Read more

Bab 102

"Mas, Pak Rayyan sudah tahu belum soal masalah ini?" tanya Toni masih dengan raut yang cemas, "saya takut Pak Rayyan marah, Mas ...." "Iya, udah tahu si boss," sahut Bobby masih menatap ke arah lift yang sudah tertutup di sana. Dahinya berkerut kencang sebab berusaha mengingat-ingat di mana ia pernah melihat wajah korban yang ditabrak Toni itu. "Terus gimana, Mas? Pasti Pak Rayyan marah, nih. Nanti saya dipecat lagi." Toni terlihat panik. "Marah ya pasti marahlah, Pak. Bapak nyetir gimana, sih, sampe nabrak orang?" cetus Bobby sebal. Kini ia menoleh ke arah Toni yang terlihat merasa bersalah. "Maklum, pasarnya rame, Mas. Jalanan jadi sempit. Saya nggak sengaja terlalu ke pinggir bawa mobilnya. Lagian trotoar dipake pedagang buat jualan, Mas!" keluh Toni panjang lebar. "Ya udah, Pak. Nanti kita urus orang itu," tukas Bobby malas untuk memperpanjang lagi. Ia hanya kesal, karena masalah yang dibuat Toni ini jadi menambah pekerjaannya saja. "Biaya operasi orang itu gimana, Mas
Read more

Bab 103

'Hmm ... Ardi. Kayaknya aku nggak pernah punya teman atau kenalan yang bernama Ardi,' ucap Bobby di dalam hati. Akan tetapi, tetap saja ia merasa heran. Sebab sepertinya ia benar-benar familiar dengan wajah pria yang ditabrak oleh Toni itu.Tiba-tiba terdengar suara dering ponsel Bobby. Pria itu pun segera menyambutnya. "Hallo, Boss?""Bob, gimana? Belum selesai kamu ngurus orang itu?" Ternyata yang menelepon adalah Rayyan."Orangnya masih dioperasi, Boss," jawab Bobby apa adanya.Toni dan sang putri hanya melihat ke arah Bobby yang tengah bercakap dengan atasannya itu. Mereka juga sedang menunggui sang korban yang kini tengah ditangani dokter."Ngapain kamu nunggu di situ? Nanti aja balik lagi. Kerjaanmu masih banyak di sini!" cetus Rayyan terdengar sebal.'Ya elaah si boss ini. Nggak bisa liat orang lagi seneng deket cewek cantik,' gerutu Bobby di dalam hati. Matanya melirik ke arah Windi. "Okelah, Boss. Aku meluncur ke sana sekarang."Rayyan langsung memutus panggilan dari seberang
Read more

Bab 104

Rayyan mengernyitkan dahinya dengan kencang. "Dia mirip sekali dengan ini, Boss!" seru Bobby lagi sambil menunjuk foto yang ada di tangannya kini. Rayyan kemudian bangkit, lantas mendekat ke arah Bobby. Ia langsung merampas frame tersebut dan meletakkan benda itu kembali ke atas rak di sana. "Muka orang mirip ya wajar. Muka kamu aja pasaran gitu," ujar pria itu cuek. "Ya Allah, Boss. Beneran ini, mirip bangettt!" cetus Bobby dengan wajah serius. Rayyan menoleh kembali ke arah Bobby. Kini ia terdiam di tempatnya berdiri. 'Si Bobby kelihatan serius sekali. Tapi, apa mungkin itu benar Gilang?' Hatinya bertanya-tanya. "Emang kulitnya keliatan lebih gelap, sihq. Tapi, itu kayak sering terpapar matahari, doang. Tapi, aku yakin banget itu orang mirip sekali sama Mas Gilang," lanjut Bobby dengan penjelasannya, "kalau emang mirip tapi bukan kembar, nggak mungkin juga plek ketiplek begitu, Boss. Lagian mayat Mas Gilang 'kan, hilang dan nggak pernah diketemukan sampai sekarang. Iya, 'kan?"
Read more

Bab 105

"Bener, 'kan, Boss? Mirip banget!" bisik Bobby di dekat telinga sang presiden direktur. Kedua mata Bobby kemudian mencari-cari sosok Windi, tetapi gadis manis itu ternyata tidak ada di ruangan itu. 'Mana si manis tadi? Udah pulang apa yak?' tanyanya membatin. 'Aku tak percaya ini. Benarkah dia Gilang ...?' bisik hati Rayyan merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Toni heran melihat gelagat aneh boss besar di perusahaan tempatnya bekerja itu. Ia segera bangkit dari duduknya. Begitu juga Ardi. Bibir pria itu tadinya tersenyum. Namun, sontak saja Ardi menurunkan kedua sudut bibirnya. Ia juga merasa heran sekaligus bingung dengan tatapan aneh dari mata orang asing yang baru saja masuk itu ke arahnya. 'Kenapa orang itu melihatku seperti itu?' tanyanya membatin. "Ekhem, Mas Ardi, perkenalkan, ini ... presiden direktur kami. Pak Rayyan Yudistira," ucap Toni memperkenalkan Rayyan kepada Ardi. Lelaki 40 tahunan itu bergerak maju beberapa langkah ke arah brankar Ardi. Ia meras
Read more

Bab 106

"Be–benar, 'kan, apa yang aku bilang, Boss!" seru Bobby tiba-tiba. Perasaannya menjadi gugup sendiri. Dirinya juga sebenarnya tidak menyangka, kemungkinan besar tebakannya benar. Di hadapan mereka saat ini tak lain adalah Gilang yang selama ini disangka telah tewas. Ardi menoleh ke arah Bobby. Begitu juga Rayyan dan juga Toni. "Ada apa ini, Mas Bobby? Mas Bobby bilang apa memangnya?" tanya Toni merasa bingung dan penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada semua orang di ruang tersebut. Pria itu tidak terlalu mengenal sosok Gilang, sebab ia lebih sering mobile ke sana kemari karena urusan kantor. Dirinya jarang dan mungkin hampir tidak pernah bertemu dengan Gilang. Rayyan masih terdiam di sana. Ia benar-benar merasa shock dengan apa yang Ardi sampaikan saat ini. "Mmm ... kalau Mas sendiri siapa? Mas kenal dengan saya juga?" tanya Ardi kepada Bobby. Kedua alisnya bertautan dengan kencang. Bobby kembali menoleh ke arah sang atasan sekali lagi. "Boss," panggilnya. Ia merasa k
Read more

Bab 107

Di Desa Mandiri ...."Assalamualaikum!" ucap Harun ketika masuk ke dalam rumahnya. Pria tua itu sampai ketika hari sudah gelap, tepatnya pukul 20.15 WIB.Terdengar jawaban salam dari bagian kamar Delia dan suaminya. Wanita muda itu gegas berlari kecil menghampiri. Meski baru seharian, ia sudah merasa rindu kepada sang suami. Akan tetapi, senyumnya yang tadi terkembang pun tiba-tiba meredup. "Loh, Bah? Kok, Abah sendirian? Bang Ardi mana?" tanyanya kepada Harun sambil celingak-celinguk ke arah pintu yang sudah ditutup rapat dan dikunci oleh sang kakek.Harun berjalan terus dan langsung menuju ke ruang dapur sekaligus ruang makan mereka tanpa menjawab. Delia mengekori kakeknya dengan perasaan yang penuh tanda tanya. Hal itu karena hari ini Harun pulang agak terlambat. Biasanya jika seusai dari kota, tak lama setelah waktu magrib tiba, Harun bakalan sudah sampai di rumah. Namun, berbeda dengan hari ini, lelaki tua itu terlambat lebih dari satu jam lamanya. Tadi di perjalanan, Harun ha
Read more

Bab 108

Sepulang dari masjid untuk beribadah shalat subuh, Harun menuju ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap berangkat ke kota. Delia juga sudah menyiapkan bekal untuk mereka sarapan di jalan nantinya. Wanita itu menghampiri sang kakek ke dalam kamarnya yang terbuka. "Abah udah ngomong ke Pak RT?" tanyanya to the point. "Udah. Tapi, Pak RT nggak bisa. Dia mesti ke rumah keluarganya, mau ada acara hajatan keluarga. Jadi, Abah minta tolong ke si Ujang. Ini kita langsung turun," jawab Harun sambil mengganti baju kokonya dengan kemeja. "Loh, kok, ke Kang Ujang?" Delia merasa heran. Mestinya Harun meminta tolong ke orang yang punya kendaraan roda empat. Sementara Ujang hanya punya motor. Begitu pikirnya. "Ujang rupanya baru beli mobil bekas buat dia usaha." "Oh, gitu." Delia pun mengangguk. Ia baru tahu tentang hal itu. "Kamu udah siap?" Harun menaikkan alisnya ke arah sang cucu. Lelaki itu sudah siap akan berangkat. "Udah, Bah. Makanan buat sarapan juga udah aku siapin. Sekarang biar aku m
Read more

Bab 109

"Bob, nanti kamu belikan HP buat Gilang biar dia bisa hubungi siapa? Abah Harun ya namanya, Lang?" Rayyan menoleh ke arah sang adik yang duduk di sampingnya di bagian belakang mobil yang mereka kendarai sekarang. Ia memastikan nama orang yang telah menolong Gilang selama ini. Saat ini mereka semua berencana untuk membawa Gilang ke rumah sakit yang direkomendasikan oleh Bobby. Yakni seorang dokter kenalan Rayyan sendiri. "Ah, iya, Mas. Abah Harun, namanya," sahut Gilang sembari tersenyum canggung. Di dalam kepala pria itu ada sesuatu yang ia pikirkan saat ini. "Oke, Boss," balas Bobby yang duduk di sebelah Toni, sang sopir atas perintah dari boss besarnya. "Abang," ujar Rayyan menoleh ke arah adiknya. Hal itu membuat Gilang terlihat bingung, "kamu biasanya manggil saya, Abang," lanjut Rayyan menjelaskan maksudnya. "Oh, oke, Bang." Gilang baru paham mengapa tiba-tiba Rayyan berkata 'abang' tadi. Rayyan menarik kedua sudut bibirnya ke atas dengan lebar. "Nanti boleh kamu carikan ju
Read more

Bab 110

"Yang saya bawa kemari untuk melanjutkan perawatan itu, Gilang," lanjut Rayyan menyampaikan kepada sang dokter. "Apa? Saya ... saya nggak paham maksudnya, Pak Ray?" Sang dokter berusaha mencerna apa yang Rayyan maksudkan. Sebelumnya ia hanya diberitahu oleh Rayyan, kalau ia ingin membawa seseorang yang menderita patah kaki untuk dirawat setelah dioperasi di rumah sakit lain, tetapi tanpa persiapan rujukan, sebab semuanya serba terburu-buru. Oleh karena, sang dokter pernah berutang budi kepada Rayyan di masa lampau, maka ia tentu saja langsung menyambut untuk membantu. "Iya, Dok. Selama ini 'kan, jenazah adik saya nggak pernah ditemukan. Ternyata dia masih hidup sampai sekarang. Sopir kantor saya nggak sengaja menabraknya di area pasar. Dan ternyata lagi, Gilang selama ini terkena amnesia. Makanya dia nggak kembali ke rumah kami." Sang dokter tampak terperangah di sana. Ia seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja diceritakan oleh Rayyan. Hal itu terdengar seperti cerita fiksi.
Read more
PREV
1
...
910111213
...
16
DMCA.com Protection Status