Semua Bab Istri Kedua Om Bara: Bab 41 - Bab 50

114 Bab

41. Siapa Yang Datang?

Sudah seminggu berlalu sejak insiden Keira yang hampir pergi, dan suasana di rumah itu terasa jauh lebih ringan, seolah awan gelap yang selama ini menggantung telah tersapu angin.Keira duduk di sofa, tangannya mengusap lembut perutnya yang semakin membuncit. Matanya menatap jauh ke luar jendela, pikirannya melayang pada perubahan yang terjadi selama seminggu terakhir. Ia bisa merasakan kelegaan yang perlahan merayap dalam hatinya, seperti embun pagi yang menyegarkan setelah malam yang panjang dan melelahkan.Tante Vera benar-benar menepati janjinya. Tak ada lagi tatapan penuh curiga yang dulu selalu menghantui Keira. Kalaupun masih ada, tampaknya Tante Vera pandai menyembunyikannya, sehingga Keira hanya bisa menebak-nebak isi hati wanita itu, tetapi ia memilih untuk bersyukur atas perubahan yang ada.Namun, di balik kelegaan itu, ada rasa bersalah yang semakin menggerogoti hati Keira. Setiap kebaikan yang ditunjukkan Vera terasa seperti pisau tajam yang mengiris hatinya. Ia merasa ta
Baca selengkapnya

42. Kehadiran Yang Menyulut Emosi

Vera, dengan langkah ragu, membuka pintu, dan seketika itu juga, dunianya seolah berhenti berputar. Di hadapannya berdiri Arka, putra sulungnya yang seharusnya masih berada di Amerika, menempuh pendidikan yang telah ia dan suaminya rencanakan dengan sangat hati-hati.Pemuda tampan berusia 20 tahun itu tampak berantakan, jauh dari image anak baik-baik yang selama ini dikenal. Rambutnya acak-acakan, kantung mata yang menghitam menandakan kurang tidur, dan aroma alkohol samar-samar tercium dari tubuhnya. Di tangannya, sebuah koper besar dan tas ransel tersampir di pundaknya, menandakan kepulangan yang tidak direncanakan."Ya ampun, Arka!" pekiknya, suaranya bergetar antara kaget dan masih tidak percaya kalau yang berdiri di hadapannya adalah putra sulungnya."Apa yang kamu lakukan di sini, Arka? Bukankah seharusnya kamu masih di Amerika?"Arka hanya mengangkat bahu dengan sikap acuh yang menyakitkan. Matanya yang biasanya hangat kini dingin, menyiratkan konflik batin yang telah lama ia pe
Baca selengkapnya

43. Konfrontasi Pelik

"Good Morning, Everybody!" Suara Arka memecah keheningan pagi, mengejutkan semua orang yang sudah duduk di meja makan. Pemuda itu melangkah santai, seolah kejadian semalam hanyalah mimpi buruk yang telah terlupakan. Rambutnya masih acak-acakan, dan kantung matanya menandakan malam yang dilewati tanpa tidur nyenyak. Namun, meski begitu, senyum miring tetap terpampang di wajahnya, seperti campuran antara kelelahan dan sikap menantang.Bara, yang sedang menyesap kopinya, nyaris tersedak. Matanya melebar, campuran antara terkejut dan amarah yang belum reda. Vera, yang sedang meletakkan piring di meja, menghentikan gerakannya, tangannya gemetar sedikit. Tasya memperlambat kunyahannya. Sedangkan Keira, yang duduk di sudut meja, hanya bisa menunduk, berusaha tidak menarik perhatian.Arka memandang sekeliling, matanya menyipit melihat meja yang hanya terisi empat set peralatan makan. "Enggak ada piring buatku? Memangnya aku bukan bagian dari keluarga ini lagi apa?!" Nada suaranya sinis, teta
Baca selengkapnya

44. Ketegangan Tengah Malam

Larut malam, di saat sebagian besar anggota keluarga Mahendrata telah terlelap, suasana hening di rumah megah itu terganggu oleh kehadiran Bara. Pria itu keluar dari ruang kerjanya, berniat sekadar membuat secangkir kopi untuk menghilangkan rasa penatnya. Namun, langkahnya terhenti ketika matanya menangkap sosok cantik Keira yang sedang duduk sendirian di ruang keluarga, memandang layar televisi yang menyala tanpa minat."Belum tidur, Kei?" tanya Bara, mendekati Keira dengan langkah ringan. Vera, istrinya, terlihat telah terlelap di kamar, memberi kesempatan bagi Bara untuk berani menghampiri dan menyapa Keira.Keira menggeleng sambil menunjukan senyum tipis dari bibir mungilnya. “Aku enggak bisa tidur, Om. Soalanya dari dalam perut aku kerasa kaya-kyak gerak terus. Kayaknya mereka ngidam pengen nonton film, soalnya waktu aku nonton, mereka langsung diem.”Sembari, Keira mengusap lembut perutnya yang semakin membesar seiring dengan usia kehamilannya. Melihat gerakan itu, Bara tak mam
Baca selengkapnya

45. Ingin Memanfaatkan Keira

Arka berdiri dengan tegak, seringai puas masih terus terpampang jelas di wajahnya. Matanya semakin berkilat penuh kemenangan saat melihat emosi yang kian bergejolak di wajah Papanya. Ia tahu bahwa ia telah berhasil memancing amarah Bara hingga ke titik didihnya. Bahkan, ia bisa melihat dengan jelas keinginan besar dalam diri Papanya untuk melayangkan sebuah tamparan atau pukulan ke wajahnya.Namun, entah apa yang menahan Papanya untuk segera bereaksi. Papanya ia tampak masih mampu mengendalikan emosinya, meskipun terlihat jelas bahwa Papanya itu sedang berjuang keras melawannya. Melihat hal ini, Arka merasa semakin tertantang untuk meruntuhkan pertahanan terakhir Papanya."Lihat, kan? Aku udah mulai membuat ulah di rumah ini,” ujar Arka dengan nada mengejek, suaranya memecah keheningan yang mencekam. Selamat menikmati kesenangan dariku, Pa! Karena masih banyak yang akan kulakukan untuk membuat hidup Papa lebih berwarna dengan tingakahky yang bisa bikin Papa sakit kepala'."Kata-kata d
Baca selengkapnya

46. Diawasi Arka

Di tengah ruangan keluarga, Keira berdiri dengan tubuh tegang, matanya menatap tajam ke arah sosok yang tak henti-hentinya mengikutinya sejak pagi hingga sore nyaris malam telah menjelang.Arka, sebaliknya, tampak santai bersandar di dinding sebrang. Posturnya yang tinggi dan tegap menciptakan bayangan panjang di lantai kayu yang berkilau. Sebuah seringai tipis tersungging di bibirnya yang sempurna, menambah aura misterius pada wajahnya yang tampan, tetapi kontras dengan ketegangan yang terpancar dari Keira. Mata Arka yang gelap, dalam, dan penuh rahasia, tak pernah lepas dari sosok Keira yang ada di hadapannya. Ia mengamati setiap gerak-gerik gadis itu dengan intensitas yang membuat udara di sekitar mereka seolah bergetar. Keira merasakan kemarahan yang telah ia tahan sejak pagi kini mulai mendidih dalam dadanya, siap meluap seperti lava dari gunung berapi yang telah lama tertidur. Dengan suara bergetar menahan emosi, ia akhirnya membuka mulut, memecah keheningan yang mencekam di
Baca selengkapnya

47. Prasangka Yang Tidak-tidak

Untuk sesaat, waktu seolah membeku. Keira merasakan tubuhnya kaku, seakan-akan ia telah berubah menjadi patung es, sama seperti kejadian kemarin yang masih membekas jelas dalam ingatannya. Pikirannya kosong, tak mampu memproses apa yang sedang terjadi. Seolah-olah semua neuron di otaknya berhenti bekerja seketika.Namun, tepat sebelum bibir Arka menyentuh bibirnya, kesadarannya kembali seperti arus listrik yang menyengat. Dengan gerakan cepat yang bahkan mengejutkan dirinya sendiri, ia mendorong dada Arka sekuat tenaga, membuat pemuda itu terhuyung ke belakang bak pohon yang diterpa angin kencang."Jangan pernah sentuh gue lagi!" kata Keira, Ada getaran dalam suaranya, tetapi ia paksakan untuk terdengar tegas. Matanya menatap tajam ke arah Arka, seolah-olah ingin melubangi kepala pemuda itu dengan tatapannya. "sekali lagi lo berani nyentuh gue tanpa izin, gue e
Baca selengkapnya

48. Entah Rencana Apa?

Arka menyeringai, matanya berkilat penuh keyakinan. "Yang gue bilang bukan prasangka! Gue cuma menghubungkan hal-hal yang menurut gue masuk akal. Pertama lo hamil dan tiba-tiba di ajak kesini, buat apa kalau lo bukan hamil anak bokap gue!""Jangan asal nuduh!" Keira membalas dengan nada tinggi. "Gue kesini karena Tante Vera dan Om Bara kasihan sama gue yang lagi hamil dan di rumah Papa cuma dijagain sama pembantu."Arka mendengus, seringainya semakin lebar. "Gitu ya?! Kok gue enggak bisa percaya kalau lo yang anak orang kaya dan bisa menyewa perawat pribadi selama kehamilan lo, mau aja diajak tinggal di rumah ini. Kecuali, bokap gue yang hamilin lo, makanya wajar aja kalau lo mau diajak tinggal disini dengan mudah!”Keira merasakan emosinya semakin bergejolak. Tuduhan-tuduhan Arka seolah menghantam dirinya ber
Baca selengkapnya

49. Luapan Amarah

Sore telah berganti malam ketika suara deru mobil memecah keheningan. Arka, yang sedari tadi duduk dengan tenang di samping Keira, tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Senyum miring perlahan terbentuk di wajahnya, matanya berkilat penuh antisipasi. Keira, yang sedari tadi menjaga jarak dari Arka, merasakan perubahan atmosfer di sekitar mereka. Jantungnya berdegup kencang, firasat buruk mulai menyelimuti pikirannya. Suara langkah kaki yang mendekat terdengar semakin jelas, membuat ketegangan di ruangan itu semakin meningkat.Dalam sekejap mata, tanpa peringatan, Arka bergerak cepat. Tangannya dengan gesit merangkul bahu Keira, menarik tubuh gadis itu mendekat. Keira tersentak, tubuhnya menegang karena terkejut. Untuk kesekian kalinya, ia dibuat terperangah oleh tindakan Arka yang tak terduga.Setelah rasa kagetnya mereda, Keira berusaha memukul tangan Arka, mencoba melepaskan diri dari rangkulan pemuda itu. Namun usahanya sia-sia. Cengkeraman Arka terlalu kuat, seolah-olah tangannya adalah
Baca selengkapnya

50. Menyerah dan Bersalah

Suara pintu yang tertutup di kejauhan menjadi penanda bahwa Keira telah pergi, meninggalkan Arka dan Bara dalam keheningan yang menyesakkan.Arka masih terduduk di lantai, matanya kosong menatap ke arah Keira menghilang. Seketika ia merasa seperti bajingan berengsek yang telah memanfaatkan orang tak bersalah hanya demi kepentingan sendiri.Kesadaran itu menghantamnya bagai ombak besar, menenggelamkannya dalam rasa bersalah yang tak terkira. Ia baru menyadari betapa keterlaluan tindakannya pada Keira. Bayangan mata Keira yang berkaca-kaca dan hampir menangis sebelum gadis itu pergi, terus membayanginya dan menambah beban rasa bersalah yang kini menghimpit dadanya.Bara menatap anaknya dengan pandangan kecewa. Amarahnya yang tadi memuncak kini berganti menjadi kelelahan yang mendalam. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya membuka mulut, "Lain kali sebelum kamu membikin rencana memberontak pada Papa, pikirkan apakah itu merugikan dan menyakiti orang lain atau tidak? Silakan kalau m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status