Semua Bab TERNYATA AKU YANG KEDUA: Bab 21 - Bab 30

42 Bab

21

Suara gemercik air membangunkan Leona. Wanita itu baru tersadar ketika jarum jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Setelah shalat subuh, ia kembali terlelap, begitu pula dengan suaminya. Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan sosok Denis yang tampak segar dengan handuk melilit pinggulnya. Leona berharap hari ini Denis tidak lagi bersikap dingin dan marah karena perkataan semalam. "Sayang, sudah bangun?" tanya Denis, dengan tatapan lembut pada sang istri yang kini duduk dan tengah memperhatikan dirinya. Leona mengangguk, lalu bertanya dengan suara lirih, " Kamu ngantor hari ini?" "Aku ada pertemuan penting, harus bertemu dengan klien. Kamu istirahat saja di rumah, jangan pergi kemana-mana ya, soalnya Tomi akan menemaniku," interupsi Denis seraya menggunakan pakaiannya. Dalam hati, Leona merasa lega sekaligus cemas. la berharap kehangatan suami-istrinya kembali
Baca selengkapnya

22

"Sayang, kamu ngapain?" Tanya itu seakan menghujam jantung Leona. Wanita itu terkesiap, sadar itu adalah suaminya. Secepat kilat, ia mengumpulkan tenaga untuk menguasai diri, berdoa agar suaminya tak curiga. "Mas, aku baru saja mau menghubungi Tomi. Mau bilang kalau hp Mas ketinggalan. Tadi aku merapikan bantal, trus lihat hp Mas," jawab Leona dengan nafas yang berat, ia mendekati Denis yang memperhatikannya tajam. "Ada yang hubungi aku nggak?" tanya pria itu, tatapannya penuh curiga. Leona menggeleng. "Nggak tahu, aku nggak liat, aku cuma liat hp Mas trus mau hubungi Tomi. Eh, malah Mas udah balik aja," ia menyembunyikan kegelisahan di balik senyum tipis. Denis terdiam, matanya menelusuri layar ponselnya. Tak lama, ia mendekati Leona, mencium dahinya dengan lembut lalu meninggalkan ruangan itu. "Aku balik ke kantor, nanti pulang
Baca selengkapnya

23

Langit malam mulai terasa semakin pekat, Leona baru saja menyelesaikan shalat magribnya. Dalam dera kelelahan, ia masih asik berbaring di atas ranjang dengan mukena menutupi tubuh rampingnya. Rasanya malas sekali untuk makan malam, terlebih dengan ketidak pastian kapan Denis akan kembali ke rumah. Jemari lentik Leona bermain-main dengan ponselnya, berharap ada kabar atau pesan singkat dari Denis. Namun sayang, pria itu terasa berbeda hari ini, tidak seperti biasanya. Denis hanya menghubungi sekali sepanjang hari, itupun sore tadi. Entah mengapa, hati Leona terus menerawang pada pesan singkat misterius yang terlihat di ponsel Denis. la bertanya-tanya, apakah Denis sedang menemui 'klien 1' itu? Leona berusaha keras untuk menepis dugaan negatif yang menyeruak dalam hatinya, yakin bahwa nomor tersebut milik seorang laki-laki. Namun, detik demi detik perasaan gelisah dan kesepian terus menghantui, merasuki sudut-sudut hati ya
Baca selengkapnya

24

Leona mengepal tangannya saat membaca surat yang Tuti tinggalkan. Air mata mengalir deras di wajahnya yang pucat, membuat napasnya terasa tercekat. Hatinya menolak untuk percaya pada apa yang ditulis Tuti dalam surat itu. Namun, di lubuk hati yang paling dalam, sebuah keraguan mulai tumbuh. Menyangkut pernikahan, suami, dan masa depan yang seakan hancur di hadapannya. "Nggak mungkin, Mas Denis dan Mbak Saras nggak mungkin melakukan ini," Leona berbisik pada dirinya sendiri, mencoba meyakinkan hatinya yang goyah. Sekilas Leona menatap kembali surat itu, menggenggamnya begitu erat hingga tulisan pada kertas menjadi kerut. Kertas yang mungkin menjadi wasiat terakhir Tuti, pembantu rumah tangganya yang telah tiada. Leona menelan ludah, berusaha menepis rasa curiga yang makin menghantuinya. Dia merenung, mencoba mengingat momen-momen yang mencurigakan antara Denis dan Saras. Malam sebelum kejadian nahas itu, dia mendapati sua
Baca selengkapnya

25

Ceklek.. Dengan perlahan, Leona membuka pintu ruangan tersebut, matanya tak henti menelusuri setiap sudut ruangan. Tak dapat dipungkiri, rasa takut menggelayut erat di hatinya, hingga bulu kuduknya merinding. Bayangan wajah Tuti masih saja menghantuinya. Leona duduk di depan layar CCTV yang terpasang, dengan cepat ia mulai memutar kembali rekaman selama satu minggu terakhir, sejak Saras ada di rumahnya. Namun hasilnya nihil, tidak ada rekaman apa pun, bahkan sampai hari ini pun tidak ada. Leona tersenyum pahit, ia mengusap wajahnya yang pucat, rasa ketakutan itu memang sudah ada sejak lama, namun ia terus berusaha menepisnya, tak ingin urusan sepele menghancurkan bahtera rumah tangganya bersama Denis. Namun, setelah hari ini, setelah ia membaca surat itu dan melihat layar rekaman CCTV yang kosong, kepercayaan yang selama ini Leona bangun dengan tulus di atas cinta suci mereka, seolah runtuh tak bersisa.
Baca selengkapnya

26

Leona tersentak kaget ketika mendengar suara pintu terbuka. Detak jantungnya berpacu cepat, matanya menatap sekitar dengan wajah pucat, takut Denis memergokinya. Leona tak tahu alasan apa yang harus diutarakan. Terlebih lagi kertas putih dalam genggaman tangannya, ia bergegas menutup tas Denis, seketika merobek selembar kertas yang diambilnya dari dalam. Dalam sekejap, ia mendekati lemari sambil mencoba menyembunyikan kertas itu, seraya mencari alasan yang tepat untuk mengelak. "Sayang, kamu ngapain?" Denis menyernyitkan dahi, menatap istrinya dengan pandangan curiga yang menusuk ."Eh, aku.. nih, aku siapin baju buat kamu, Mas. Aku tahu kamu pasti capek banget kan?" Otak kecil Leona bergerak cepat mencari alasan, mengalihkan kecurigaan suaminya. Semoga saja Denis takkan curiga lebih jauh. Kecurigaan dalam hati Denis seketika memuncak, seiring dengan kegelisahan yang melanda jiwa. Sejak kematian Tuti, ia merasa tak tenang
Baca selengkapnya

27

Selama ini, meskipun ia adalah pemilik sah perusahaan, Leona sama sekali tidak ingin turun campur dalam pengambilan keputusan. Semuanya sudah ia serahkan pada Denis, termasuk soal keuangan. Betapa menyakitkan ketika harus merasakan sakit hati akibat perbuatan orang yang selama ini dianggap sebagai tempat bersandar. "Iya, aku tahu sayang. Kamu pasti akan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Aku sudah menyiapkan berkasnya; kamu hanya tinggal membubuhi tanda tangan seperti biasa," ujar Denis dengan serius, menatap Leona tepat di matanya. Denis bangkit dari ranjang, melangkah cepat menuju ruang ganti. Sudah pasti ia mencari surat yang Leona sembunyikan. Beruntung Leona berhasil menemukan surat tersebut lebih dahulu. Jika tidak, ia akan menandatangani surat itu tanpa membaca atau bahkan melihat detail isi surat itu. Hatinya berkecamuk, kekecewaan dan amarah bercampur aduk menjadi satu. "Kenapa kamu tegas ma
Baca selengkapnya

28

"Darimana aku harus memulai mencari tahu semuanya?" Gumamnya lirih, seraya langkah kakinya terasa berat menapaki anak tangga satu demi satu. Sekelebat bayangan Tuti melintas dalam benaknya, membuat dada Leona sesak, dan mata berair. "Mbok, Leona janji, kalau memang ternyata Denis ada hubungannya dengan kematian mbok, Leona akan memastikan dia mendekam di balik jeruji besi," ucapnya berjanji dalam hati, tak ingin memberatkan Tuti yang kini telah tiada. "Loh, kok diberesin, Nin? Nyonya kemana?" tanya Sulis, merasa heran melihat keadaan tersebut. "Naik ke atas, katanya mau pergi sama temannya," jawab Nina. Dahi Sulis berkerut, penasaran dengan kelakuan Nyonya mudanya. la merasa perlu memberitahu Denis. Mungkin saja Leona belum mengabarkan rencananya itu pada suaminya. "Ya sudah, kamu sama Bik Lastri makan, saya mau hubungin orang rumah saya dulu," pamit Suli
Baca selengkapnya

29

"Iya, sama mertua kamu juga malahan, emang kenapa?" tanya Tari, seraya mencoba mencerna kekhawatiran Leona. Leona tak menjawab, ia hanya menunjukkan ponselnya pada Tari, membuat wanita itu mengerutkan dahi, bingung. Dengan hati-hati, Tari mengambil alih ponsel milik Leona, memeriksa gambar yang sahabatnya tunjukkan. "Nah, iya! Anak perempuan ini yang digendong Denis," jelas Tari dengan yakin. Dia ingat betul melihat Denis bersama wanita dan dua anak kecil dalam foto tersebut, ada juga wanita paruh baya yang ia tahu sebagai mertua dari sahabatnya. Mendengar jawaban Tari, seketika Leona merasa terhempas ke palung yang dalam. Suami yang selama ini dia anggap setia ternyata telah membohonginya sejak lama. Air matanya berlinang, seakan menjerit menggugat. "Apakah benar yang Tuti katakan, jika Denis dan Saras main api? Tak mungkin wanita itu dan suamiku ada di bandara, apalagi ada mertuaku juga di sana..."
Baca selengkapnya

30

Leona meneguk ludah, mengingat bagaimana Denis begitu perhatian pada anak-anak Saras. Logika yang diungkapkan Tuti terasa semakin masuk akal. Tidak mungkin ada kedekatan begitu besar antara mereka, sementara Arya dan Denis yang seharusnya memiliki hubungan lebih erat, malah seolah terpisah. Mendalamnya lukisan hati yang tercabik-cabik, bagaikan tikaman sembilu merobek hati dan jantung Leona, membuat perih yang menyayat-nyayat batinnya. "Dari mana aku harus memulai Untuk mencari tahu, sementara selama ini aku sudah begitu percaya pada Denis, aku bahkan tidak pernah terbayang bahwa dia akan melakukan hal ini padaku," ujar Leona dengan lirih dan sendu. "Kamu tahu sendiri, sejak menikah aku nggak pernah terlibat dalam urusan perusahaan. Aku menyerahkan semua kepercayaan itu pada Denis, dia mengatur semuanya. Bagaimana mungkin aku bisa mengurus perusahaan tanpa dia?" tanya Leona pesimis, menggelengkan kepala dengan lemah. Ter
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status