"Darimana aku harus memulai mencari tahu semuanya?" Gumamnya lirih, seraya langkah kakinya terasa berat menapaki anak tangga satu demi satu. Sekelebat bayangan Tuti melintas dalam benaknya, membuat dada Leona sesak, dan mata berair.
"Mbok, Leona janji, kalau memang ternyata Denis ada hubungannya dengan kematian mbok, Leona akan memastikan dia mendekam di balik jeruji besi," ucapnya berjanji dalam hati, tak ingin memberatkan Tuti yang kini telah tiada. "Loh, kok diberesin, Nin? Nyonya kemana?" tanya Sulis, merasa heran melihat keadaan tersebut. "Naik ke atas, katanya mau pergi sama temannya," jawab Nina. Dahi Sulis berkerut, penasaran dengan kelakuan Nyonya mudanya. la merasa perlu memberitahu Denis. Mungkin saja Leona belum mengabarkan rencananya itu pada suaminya. "Ya sudah, kamu sama Bik Lastri makan, saya mau hubungin orang rumah saya dulu," pamit Suli"Iya, sama mertua kamu juga malahan, emang kenapa?" tanya Tari, seraya mencoba mencerna kekhawatiran Leona. Leona tak menjawab, ia hanya menunjukkan ponselnya pada Tari, membuat wanita itu mengerutkan dahi, bingung. Dengan hati-hati, Tari mengambil alih ponsel milik Leona, memeriksa gambar yang sahabatnya tunjukkan. "Nah, iya! Anak perempuan ini yang digendong Denis," jelas Tari dengan yakin. Dia ingat betul melihat Denis bersama wanita dan dua anak kecil dalam foto tersebut, ada juga wanita paruh baya yang ia tahu sebagai mertua dari sahabatnya. Mendengar jawaban Tari, seketika Leona merasa terhempas ke palung yang dalam. Suami yang selama ini dia anggap setia ternyata telah membohonginya sejak lama. Air matanya berlinang, seakan menjerit menggugat. "Apakah benar yang Tuti katakan, jika Denis dan Saras main api? Tak mungkin wanita itu dan suamiku ada di bandara, apalagi ada mertuaku juga di sana..."
Leona meneguk ludah, mengingat bagaimana Denis begitu perhatian pada anak-anak Saras. Logika yang diungkapkan Tuti terasa semakin masuk akal. Tidak mungkin ada kedekatan begitu besar antara mereka, sementara Arya dan Denis yang seharusnya memiliki hubungan lebih erat, malah seolah terpisah. Mendalamnya lukisan hati yang tercabik-cabik, bagaikan tikaman sembilu merobek hati dan jantung Leona, membuat perih yang menyayat-nyayat batinnya. "Dari mana aku harus memulai Untuk mencari tahu, sementara selama ini aku sudah begitu percaya pada Denis, aku bahkan tidak pernah terbayang bahwa dia akan melakukan hal ini padaku," ujar Leona dengan lirih dan sendu. "Kamu tahu sendiri, sejak menikah aku nggak pernah terlibat dalam urusan perusahaan. Aku menyerahkan semua kepercayaan itu pada Denis, dia mengatur semuanya. Bagaimana mungkin aku bisa mengurus perusahaan tanpa dia?" tanya Leona pesimis, menggelengkan kepala dengan lemah. Ter
Leona menahan napas, menunggu respons dari dalam ruangan. Tak ada jawaban, namun derap langkah terdengar mendekat ke arah mereka. Hati Leona berdebar lebih cepat, hingga akhirnya terlihat sosok seorang pria paruh baya yang mungkin berumur sekitar 50 tahunan. "Leona, ayo masuk nak." la mengajak Leona, sambil tersenyum simpul. Terakhir kali mereka bertemu adalah 1,5 tahun yang lalu. Meski begitu, wajah pria itu tak pernah pudar dari ingatan Leona. Leona meresapi ruangan yang cukup luas itu. pandangan wanita itu menyapu setiap sudut ruangan. "Saya kaget ketika mendengar kamu datang, apa kabarmu, Nak?" Dalam suasana yang begitu mendalam, mereka saling menjabat tangan, sebelum akhirnya Anwar mempersilakan Leona duduk di sofa yang empuk. "Saya baik, Pak. Bapak sendiri apa kabarnya? Saya harap Bapak senantiasa sehat," ucap Leona dengan senyuman menghiasi wajah cantiknya. Tanpa disadari,
Leona termenung di atas sajadah, setelah baru saja menunaikan shalat Magrib. Kesal menunggu Denis yang tak kunjung datang, bukan lantaran rindu yang mendalam seperti biasanya. Kali ini, Leona ingin mengetahui reaksi Denis terkait sikapnya yang berubah drastis sepanjang hari. Denis hanya mengirim pesan singkat padannya siang hari. Itupun dia hanya menanyakan apakah Leona sudah kembali atau belum, entah apa yang telah terjadi. Seiring kebenaran yang mulai terungkap, Leona merasa lelah memikirkan masalah-masalah yang menghampiri hidupnya. la mengira bahwa kehidupannya akan berjalan tenang dan damai bersama Denis. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis dan bahagia, namun siapa sangka, saat menginjak tahun ketiga pernikahannya, satu per satu kebusukan laki-laki itu mulai terbongkar. Leona kemudian mengerti mengapa Denis enggan untuk memiliki anak dengannya, barangkali Saras-lah yang melarang pria itu untuk melakukannya. S
Tadi malam Saras sempat begitu bahagia, ia yakin Denis akan meninggalkan Leona dan merebut semua harta yang dimiliki. Namun, kenyataan berkata lain; masih ada banyak rintangan yang harus dihadapi Denis. Mimpi yang sempat Saras harapkan untuk menguasai harta Leona, tampaknya masih harus tertunda. "Ya sudah, aku pulang dulu, sudah malam," ujar Denis sebelum bangkit dari duduknya. Dengan lembut, ia mencium bibir Saras, namun Saras menahannya. Mata wanita itu berbinar, memohon pada sang suami untuk menyentuhnya lebih dalam lagi. Denis yang paham akan keinginan Saras pun menghela napas berat. la tengah lelah dan stres, namun tak kuasa menolak godaan istrinya yang begitu menggoda. Akhirnya, keduanya menuntaskan hasrat mereka, melakukan pergumulan mesra di atas sofa yang luas itu. Sementara itu, tidak seperti sebelumnya, Leona tidak lagi merasa gelisah menunggu suaminya pulang. Malam ini, tak ada rasa cemas di ha
Denis mengguyur tubuhnya dengan air dingin, stresnya perlahan berkurang setelah bertemu Saras. Kini, dia hanya perlu menyusun rencana selanjutnya, membuat surat baru, dan kembali meminta tanda tangan pada Leona. la berharap hingga hari itu tiba, Leona tetap menjadi istri yang patuh dan penurut. Sementara itu, ia harus tinggal bersama Saras untuk memudahkan penyusunan strategi. Sampai saat ini, Denis masih merasa sebagai pemenang, terutama karena ia tahu betul bahwa Leona hidup sebatang kara dan sangat mencintainya. Senyum tipis menghiasi bibir Denis; ia menyeka rambutnya dengan handuk lalu mengenakannya di sekeliling pinggang, lantas berlalu keluar kamar. Mungkin mendapatkan pijatan relaksasi dari Leona bisa mengurangi lelah tubuhnya. Lagipula, istrinya yang penurut pasti tak akan menolak permintaannya. Dengan langkah percaya diri, Denis melenggang keluar dari kamar mandi. Pandangannya tertuju pada ranjang tempat Leona terbaring, d
"Maaf ya, aku jadi ngerepotin kamu gini," ucap Leona dengan wajah cemas. Wanita cantik yang duduk di samping Leona tersenyum sambil menepuk-nepuk lengannya. "Ya ampun, Leon, aku malah seneng kok bisa bantuin kamu. Santai aja, kita ini sahabat," sahutnya. Leona terpaksa meminta Tari menemaninya dalam menghadapi masa sulit ini. Entah mengapa, ia merasa butuh sekali adanya dukungan teman. Leona merasa tak akan sanggup sendiri menghadapi kenyataan yang pasti akan menyakitkan nanti, dan dia tak kuat menanggung perasaannya seorang diri. Sudut bibir Leona terangkat sedikit, merasa bersyukur masih memiliki Tari yang selalu setia mendukungnya, sementara teman-teman lainnya lebih memilih menjauhi. Entah apa alasan mereka, namun memang sejak dulu Leona dikenal sebagai pribadi yang introvert. Dengan perlahan, mobil yang dikemudikan Leona melaju menuju komplek perumahan tempat mertuanya tinggal. Sejujurnya, Leona
"Mama merasa nggak sih, sikap Mbak Leona akhir-akhir ini berubah? Dia jarang menghubungi Mama lagi, dan sudah lama nggak transfer uang," gumam Dini dengan nada khawatir. Pembicaraan tentang Leona menggantung menjadi perdebatan yang hangat di antara mereka. Rasa kesal dan kecewa menyeruak, apalagi karena uang bulanan mereka belum juga dikirimkan oleh Denis. "Menurutku, Mah, ini pasti ada kaitannya dengan kedatangan Mbak Saras ke sana. Mungkinkah Mbak Leona mulai curiga dan merasa ada sesuatu yang tidak beres?" Dini mencoba menyusun teka-teki yang mungkin terjadi, raut wajahnya tampak semakin cemas. Dini mulai curiga, menangkap perubahan sikap Leona yang belakangan terasa asing. Biasanya wanita itu hampir setiap hari menghubungi ibunya. Namun kini, tak ada lagi panggilan sayang seolah mereka ibu dan anak kandung. "Entahlah, Mama juga bingung. Mas mu selalu menuruti Saras, permintaannya selalu jadi prio
Di sinilah Ferdy berada di ruang UGD. Pria tampan itu tengah di periksa dokter di dalam, dan setelah beberapa saat menunggu akhirnya sang dokter keluar juga.Leona menghampiri dokter itu lebih dulu dan bertanya pada sang dokter bagaimana keadaan suaminya. Tari dan Rendy mengikuti Leona dari belakang."Dok gimana keadaan suami saya" tanya Leona dengan wajah cemasnya.Dokter itu tersenyum dan menjawab pertanyaan Leona."Ibu tenang saja suami ibu tidak apa-apa hanya saja dia kekurangan asupan makanan dan membuat tubuhnya menjadi tak bertenaga. Apa sebelumnya suami ibu sering muntah" tanya sang dokter di akhir kalimat."Iya dok sejak saya hamil dia sering muntah di pagi hari dan suami saya juga gak nafsu makan dok" jawab Leona."Nah di situ kendalanya buk, suami ibu ini tengah mengalami yang namanya morning sikcnees setiap pagi atau nama lainnya sindrom couvade pada calon ayahnya, ini memang biasa terjadi buk di setiap pasangan yang
Dua bulan kemudianPagi-pagi sekali suara muntahan pria tampan memenuhi kamar mandi, ia tengah memuntahkan isi perutnya yang sama sekali tak mengeluarkan apa-apa yang keluar hanyalah cairan bening dan kental. Siapa lagi kalau bukan Ferdy ya Ferdy tengah mengalami morning sickness atau bisa di sebut sindrom couvade, morning sickness seharusnya Leona yang mengalami kini berbanding balik Ferdy lah yang mengalaminya, dua Minggu sudah Ferdy tak masuk kerja di karnakan tubuhnya yang tak bertenaga dan nafsu makan pun berkurang.Ya Leona tengah hamil anak pertamanya, dan morning sickness itu Ferdy yang mengalami bukan Leona, awalnya memang baik-baik saja tetapi saat kandungan Leona memasuki 2 Minggu mual muntah selalu menghampiri Ferdy tiap pagi. Leona terkadang merasa khawatir akan kondisi Ferdy yang semakin lama semakin lemas tak bertenaga Leona pernah menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit agar di berikan beberapa vitamin atau semacam obat agar Ferdy bisa bertenaga lagi
Ferdy mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang sembari tangannya mengelus puncak kepala sang istri, senyuman Ferdy tak pernah luntur sejak tadi pria tampan benar-benar sangat bahagia setelah dirinya menikahi wanita yang amat ia cintai, sebelum pulang. Leona meminta Ferdy mengantarkan dirinya ke makam sang ayah dan ibunya, wanita cantik itu merindukan orang tuanya, Ferdy dengan cepat mengiyakan ucapan sang istri.Sesampainya di pemakam, Ferdy dan Leona sama-sama turun dari mobil. Ferdy menggandeng tangan Leona menuju makam ayahnya yang bersebelahan dengan makam ibunya."Assalamualaikum Pah Mah "ucap Leona dan Ferdy yang saat ini sudah berada di tengah makam orang tuanya."Pah Mah, lihatlah Leona sekarang gak sendiri lagi. Leona udah ada yang jagain" ucap Leona pertama kali."Sekarang Papa sama Mama jangan sedih lagi liat Leona dari atas sana, Leona sekarang udah bahagia seperti yang pernah ayah bilang" ucap Leona dengan suara serak, Leona berusah
Tangan lebar nan kasar itu kini berada di bukit kembar Leona, Ferdy merasakan bukit Leona yang masih terasa padat dan berisi, dan perlahan tapi pasti Ferdy meremas bukit kembar Leona dengan lembut hingga membuat Leona sedikit melenguh di sela-sela lumatan bibir mereka. Setelah di rasa Leona kehabisan patokan oksigen, barulah Ferdy melepaskan tautan bibirnya dari bibir Leona. Leona menghirup udara sebanyak-banyaknya seakan udara di kamar mandi tidak cukup untuk dirinya.Ferdy belum menghentikan aksinya, kini kepalanya berada di ceruk leher sang istri dan kembali membuat tanda kepemilikan di sana, padahal tanda semalam belum hilang dan sekarang Ferdy memberikannya lagi.Leona menutup matanya merasakan Ferdy yang menghisap lehernya sedikit kuat dan itu membuat Leona meleguh karnanya apa lagi di tambah sensasi yang di berikan Ferdy yaitu meremas salah satu bukit kembar Leona."Ah Mas hentikan sudah cukup gumam Leona sambil menahan sesuatu yang bergej
Leona melebarkan matanya melihat pusaka Ferdy yang besar dan sedikit panjang.Leona meringis sendiri dalam hatinya. Apakah muat punya Ferdy masuk ke goa kenikmatannya, ah rasanya pasti menyakitkan tapi enak batin Leona.Perlahan Ferdy memposisikan tubuhnya di tengah-tengah paha Leona, "Kamu siap sayang?" tanya Ferdy.Leona mengangguk sebagai jawaban.Melihat anggukan sang istri. Pria tampan itu mulai meluruskan posisinya, dan perlahan tapi pasti pusaka yang sudah berdiri tegak itu mulai memasuki goa surganya."Gak usah di tutup matanya, ga usah malu. Teriak aja sayang, mendesah aja yah gak bakalan ada yang dengar kamar ini kedap suara kamu bisa teriak sekerasnya" ucap Ferdy.Sebelum melakukannya lagi Ferdy melumat bibir Leona, ia juga mulai memasukkan Pusakanya di goa kenikmatan istrinya kali ini Ferdy tidak pelan-pelan lagi, melainkan sekaligus sebab dirinya sudah penuhi oleh nafsu yang tertahan."Aahhh Mas enak banget"ucap
Ragu-ragu Leona mengangguk kecil, melihat anggukan sang istri. Ferdy mendekati Leona dan menyuruh istrinya itu membalikkan tubuh.Leona berbalik dengan wajahnya menghadap cermin wastafel sembari memandang Ferdy yang mulai membuka perlahan resleting gaun nya.Jantung Leona saat ini tidak sedang baik-baik saja, ia merasakan detak jantung yang begitu cepat serta keringat dingin di telapak tangannya, Leona benar-benar sangat gugup, apa lagi saat melihat Ferdy yang sudah melepaskan resleting gaun dan menatap punggungnya yang putih bersih tanpa noda."Putih banget kulit kamu sayang" ucap Ferdy pelan.Leona tersenyum malu mendengar perkataan sang suami.Ferdy mulai membuka gaun yang tak berlengan itu. Cara Ferdy membukanya yaitu dengan menurunkan gaun tersebut ke bawah tetapi sebelum melakukannya Leona menahan tangan Ferdy agar tak meneruskan membuka gaun tersebut."Kenapa sayang?" tanya Ferdy yang bingung."Kamu mau ngapain" tanya
Setelah ijab qobul disebutkan oleh Ferdy para tamu pun memberikan selamat pada kedua mempelai, kini Ferdy dan Leona berdiri di pelaminan, beberapa tamu masih ada yang belum memberikan selamat dan mereka juga menyempatkan diri menyalami Ferdy dan Leona lalu mengucapkan kata samawa pada kedua mempelai.Dan sebagian tamu juga ada yang sudah pulang dan ada yang masih betah di acara tersebut.Pak Anwar pun mendekati pengantin baru itu, " Selamat yah nak atas pernikahan kalian, bapak berharap kalian bahagia hingga maut memisahkan, Pak Ferdy saya titipkan nak Leona yah, sayangi dia" Ucap Pak Anwar sembari menepuk pundak Ferdy kemudian menyalami mereka berdua.Tari dan Rendy juga tak lupa memberikan selamat untuk Ferdy dan Leona, mereka berdua pun segera menghampiri sahabatnya itu."Selamat yah Leona sekarang kamu udah jadi istri Ferdy. Semoga pernikahan kalian samawa sampai kakek nenek" Ucap Tari pada Leona, tangan mereka saling bertautan di udara.
Satu bulan kemudian.......Dan satu minggu penuh Ferdy dan Leona habiskan untuk persiapan acara pernikahannya, dari fitting baju pengantin sampai dekorasi ballroom hotel yang mereka sewa satu minggu yang lalu.Dan hari itu pun tiba. Ferdy yang ingin menikahi Leona setelah perjuangan panjang yang ia lewati. Semua kesalah pahaman yang pernah singgah di sela-sela hubungannya, dan drama lainnya semua ia lewati. Dan akhirnya semua telah selesai.Semenjak kembalinya Leona di sisi Ferdy, lelaki tampan itu selalu tersenyum dan tampak sekali kebahagiaan di wajahnya sebab Leona yang selalu membuat Fedry tersenyum di saat-saat suka dukanya.Dan disinilah Leona sekarang tengah memandang baju pengantin dan di temani Tari ,sedari tadi ia menatap wajahnya di cermin, di saat hari bahagianya kedua orang tuanya sudah tidak ada jujur Leona begitu sangat merindukan kedua orang tuanya. Andai mereka masih hidup pasti ibu dan ayah Leona sangat bahagia anaknya menikah de
Setelah meninggalkan bandara, Ferdy berjalan dengan langkah berat menuju rumahnya. Langit senja mulai meredup, menambah suasana kelam yang menyelimuti hatinya. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi oleh kenangan bersama Leona, setiap tawa, tangis, dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi.Sesampainya di rumah, Ferdy merasa hampa. Ia duduk di tepi tempat tidur, memegang foto Leona yang selalu ada di meja kecil di samping tempat tidur. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya tumpah, membasahi pipinya."Saat kamu pergi, Leona, aku merasa seperti kehilangan sebagian dari diriku. Tapi aku tahu, kamu memilih jalan ini untuk kebaikan kita berdua. Aku hanya bisa berharap bahwa suatu hari, takdir akan mempertemukan kita kembali," gumam Ferdy dengan suara bergetar.Beberapa hari berlalu, dan Ferdy mencoba menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun, hatinya tetap terasa kosong. Ia terus merindukan Leona, meskipun berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya di dep