Tadi malam Saras sempat begitu bahagia, ia yakin Denis akan meninggalkan Leona dan merebut semua harta yang dimiliki. Namun, kenyataan berkata lain; masih ada banyak rintangan yang harus dihadapi Denis. Mimpi yang sempat Saras harapkan untuk menguasai harta Leona, tampaknya masih harus tertunda.
"Ya sudah, aku pulang dulu, sudah malam," ujar Denis sebelum bangkit dari duduknya. Dengan lembut, ia mencium bibir Saras, namun Saras menahannya. Mata wanita itu berbinar, memohon pada sang suami untuk menyentuhnya lebih dalam lagi. Denis yang paham akan keinginan Saras pun menghela napas berat. la tengah lelah dan stres, namun tak kuasa menolak godaan istrinya yang begitu menggoda. Akhirnya, keduanya menuntaskan hasrat mereka, melakukan pergumulan mesra di atas sofa yang luas itu. Sementara itu, tidak seperti sebelumnya, Leona tidak lagi merasa gelisah menunggu suaminya pulang. Malam ini, tak ada rasa cemas di haDenis mengguyur tubuhnya dengan air dingin, stresnya perlahan berkurang setelah bertemu Saras. Kini, dia hanya perlu menyusun rencana selanjutnya, membuat surat baru, dan kembali meminta tanda tangan pada Leona. la berharap hingga hari itu tiba, Leona tetap menjadi istri yang patuh dan penurut. Sementara itu, ia harus tinggal bersama Saras untuk memudahkan penyusunan strategi. Sampai saat ini, Denis masih merasa sebagai pemenang, terutama karena ia tahu betul bahwa Leona hidup sebatang kara dan sangat mencintainya. Senyum tipis menghiasi bibir Denis; ia menyeka rambutnya dengan handuk lalu mengenakannya di sekeliling pinggang, lantas berlalu keluar kamar. Mungkin mendapatkan pijatan relaksasi dari Leona bisa mengurangi lelah tubuhnya. Lagipula, istrinya yang penurut pasti tak akan menolak permintaannya. Dengan langkah percaya diri, Denis melenggang keluar dari kamar mandi. Pandangannya tertuju pada ranjang tempat Leona terbaring, d
"Maaf ya, aku jadi ngerepotin kamu gini," ucap Leona dengan wajah cemas. Wanita cantik yang duduk di samping Leona tersenyum sambil menepuk-nepuk lengannya. "Ya ampun, Leon, aku malah seneng kok bisa bantuin kamu. Santai aja, kita ini sahabat," sahutnya. Leona terpaksa meminta Tari menemaninya dalam menghadapi masa sulit ini. Entah mengapa, ia merasa butuh sekali adanya dukungan teman. Leona merasa tak akan sanggup sendiri menghadapi kenyataan yang pasti akan menyakitkan nanti, dan dia tak kuat menanggung perasaannya seorang diri. Sudut bibir Leona terangkat sedikit, merasa bersyukur masih memiliki Tari yang selalu setia mendukungnya, sementara teman-teman lainnya lebih memilih menjauhi. Entah apa alasan mereka, namun memang sejak dulu Leona dikenal sebagai pribadi yang introvert. Dengan perlahan, mobil yang dikemudikan Leona melaju menuju komplek perumahan tempat mertuanya tinggal. Sejujurnya, Leona
"Mama merasa nggak sih, sikap Mbak Leona akhir-akhir ini berubah? Dia jarang menghubungi Mama lagi, dan sudah lama nggak transfer uang," gumam Dini dengan nada khawatir. Pembicaraan tentang Leona menggantung menjadi perdebatan yang hangat di antara mereka. Rasa kesal dan kecewa menyeruak, apalagi karena uang bulanan mereka belum juga dikirimkan oleh Denis. "Menurutku, Mah, ini pasti ada kaitannya dengan kedatangan Mbak Saras ke sana. Mungkinkah Mbak Leona mulai curiga dan merasa ada sesuatu yang tidak beres?" Dini mencoba menyusun teka-teki yang mungkin terjadi, raut wajahnya tampak semakin cemas. Dini mulai curiga, menangkap perubahan sikap Leona yang belakangan terasa asing. Biasanya wanita itu hampir setiap hari menghubungi ibunya. Namun kini, tak ada lagi panggilan sayang seolah mereka ibu dan anak kandung. "Entahlah, Mama juga bingung. Mas mu selalu menuruti Saras, permintaannya selalu jadi prio
Sudah hampir seperempat jam mereka berada di sana, namun tak kunjung tampak mobil mertuanya melintas. Bahkan, semakin banyak mobil mewah yang memasuki gapura tersebut. Lama kelamaan, perasaan Leona mulai terasa tak menentu; bulu kuduknya merinding dan rasa herannya semakin mendalam, mengapa tempat itu tak tercantum dalam Maps, atau apakah sang pemilik memang sengaja menyembunyikannya. "Untuk apa Mama Laras dan Dini ke sana?" gumam Leona dalam hati, sambil hanya mengaduk-aduk piring pecel di hadapannya, tanpa berniat menikmatinya, berbeda dengan Tari yang sudah melahap setengah porsinya. Melihat kelakuan aneh sahabatnya itu, Tari merasa khawatir dan akhirnya menyikut lengan Leona, membuatnya tersadar dari lamunannya. "Ayo, buruan makan. Setelah ini kita pergi dari sini," bisik Tari seraya menatap Leona dengan tatapan penuh perhatian. Akhirnya, meskipun dengan terpaksa, Leona menyuapkan beberapa sendok pecel itu ke dalam m
Hari demi hari, keuangan perusahaan terus menurun, dan sebagai pemimpin, Denis harus berpikir keras untuk mengelola agar perusahaan tetap berjalan. Dengan semangat yang tak kenal lelah, ia mencari investor yang mau menanamkan modal. "Leo, apa sudah ada agenda pertemuan kita dengan perusahaan Dirgantara?" tanya Denis dengan ekspresi tegang dan tatapan kesal. "Belum, Pak. Pak Angga belum mengabarkan lagi," jawab asistennya dengan ragu. Denis berdecak kesal, emosinya terlihat teramat membuncah. "Kenapa juga harus pemuda itu yang menangani ini? Kerjanya lambat, hingga saat ini belum ada tanda-tanda dana investasi dari mereka!" keluhnya, melampiaskan kekesalan akibat kehilangan surat pengalihan perusahaan. "Kamu hubungi dia, tanya kapan kepastiannya," perintah Denis dengan suara yang bergetar akibat emosi yang meluap. Leo mengangguk, menahan perasaan terjepit di antara beban pekerjaan
Untung saja, kediaman mertuanya tidak memiliki CCTV. Hanya ada satu pembantu yang tinggal di rumah itu, sementara yang satu lagi berangkat pagi dan pulang siang hari. Leona merasa berdebar ketika melangkah masuk ke rumah mertuanya; sepanjang dua tahun menikah, ia jarang mengunjungi tempat ini dan hanya beberapa kali menginap. Biasanya, mertuanya lebih sering menginap di kediaman Leona. Perlahan, Leona menapaki anak tangga, menuju kamar mertuanya di lantai dua. Dengan langkah hati-hati dan waspada, ia membuka pintu kamar itu. "Syukurlah, nggak dikunci," gumam Leona lega, berharap bisa menemukan sesuatu disana. Pandangannya mengedar kesana kemari, ada yang bilang jika seseorang bermain ilmu hitam, maka ada barang mistis yang di simpannya. Langkah pertama Leona langsung tertuju kearah lemari, sayang pintu lemari tekrunci rapat. "Astaghfirullah, kenapa sih di kunci
Air mata Leona seakan ingin terus mengalir tanpa henti, membayangi kenangan indah dua tahun silam, dan sekaligus melukai hatinya lebih dalam lagi. Mengeyam rasa sakit ketika menyadari bahwa kasih sayang dan perhatian sang suami semuanya hanyalah kepura-puraan semata, demi harta sejati. "Tumpahkanlah semua rasa sakitmu, Leon. Menangislah jika itu bisa membuat kamu merasa lebih baik. Keluarkan segala uneg-uneg, kekecewaan, dan apa pun yang menghantui hati perasaanmu. Setelah semua ini usai, bangkitlah sekuatmu. Jadilah wanita tangguh, rebut kembali apa yang seharusnya menjadi hak kamu," nasihat Tari dengan nada lembut. Tak pelak lagi, ucapan Tari kembali menggiring Leona menuju deru tangis yang pecah semakin memilukan, padahal wanita itu baru saja berusaha untuk mengendalikan diri dari kesedihan yang menyiksa. Dalam hati Leona merutuki kebodohannya sendiri, mencintai laki-laki s
Suara Adzan subuh menggema, menghantarkan deraian syahdu meski sepanjang malam Leona sulit terlelap. Namun, ia tetap berusaha bangkit menuju sajadah, untuk menuaikan shalatnya. Ketiadaan Denis di rumah itu menciptakan kedamaian untuknya, menyelimuti Leona dalam perpaduan keteduhan dan kesendirian. Dulu, saat Denis masih ada di sisinya, Leona bahkan jarang menunaikan kewajiban nya sebagai umat muslim. Shalat bagaikan asing dalam rutinitas mereka. Terpengaruh Denis yang memang jarang sekali meresapi panggilan Illahi. Sinar matahari yang begitu terik seakan menemani Leona, memberikan keberanian dan kesabaran untuknya. Semalaman suntuk, ia luapkan patah hatinya, mengumpulkan kekuatan untuk membalas akting Denis yang mempermainkan perasaannya. Leona meraih teleponnya, dan dengan malas mencoba menghubungi Denis. Meski saat ini baru pukul enam pagi, ia penasaran apakah suaminya menjawab panggilan i
Di sinilah Ferdy berada di ruang UGD. Pria tampan itu tengah di periksa dokter di dalam, dan setelah beberapa saat menunggu akhirnya sang dokter keluar juga.Leona menghampiri dokter itu lebih dulu dan bertanya pada sang dokter bagaimana keadaan suaminya. Tari dan Rendy mengikuti Leona dari belakang."Dok gimana keadaan suami saya" tanya Leona dengan wajah cemasnya.Dokter itu tersenyum dan menjawab pertanyaan Leona."Ibu tenang saja suami ibu tidak apa-apa hanya saja dia kekurangan asupan makanan dan membuat tubuhnya menjadi tak bertenaga. Apa sebelumnya suami ibu sering muntah" tanya sang dokter di akhir kalimat."Iya dok sejak saya hamil dia sering muntah di pagi hari dan suami saya juga gak nafsu makan dok" jawab Leona."Nah di situ kendalanya buk, suami ibu ini tengah mengalami yang namanya morning sikcnees setiap pagi atau nama lainnya sindrom couvade pada calon ayahnya, ini memang biasa terjadi buk di setiap pasangan yang
Dua bulan kemudianPagi-pagi sekali suara muntahan pria tampan memenuhi kamar mandi, ia tengah memuntahkan isi perutnya yang sama sekali tak mengeluarkan apa-apa yang keluar hanyalah cairan bening dan kental. Siapa lagi kalau bukan Ferdy ya Ferdy tengah mengalami morning sickness atau bisa di sebut sindrom couvade, morning sickness seharusnya Leona yang mengalami kini berbanding balik Ferdy lah yang mengalaminya, dua Minggu sudah Ferdy tak masuk kerja di karnakan tubuhnya yang tak bertenaga dan nafsu makan pun berkurang.Ya Leona tengah hamil anak pertamanya, dan morning sickness itu Ferdy yang mengalami bukan Leona, awalnya memang baik-baik saja tetapi saat kandungan Leona memasuki 2 Minggu mual muntah selalu menghampiri Ferdy tiap pagi. Leona terkadang merasa khawatir akan kondisi Ferdy yang semakin lama semakin lemas tak bertenaga Leona pernah menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit agar di berikan beberapa vitamin atau semacam obat agar Ferdy bisa bertenaga lagi
Ferdy mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang sembari tangannya mengelus puncak kepala sang istri, senyuman Ferdy tak pernah luntur sejak tadi pria tampan benar-benar sangat bahagia setelah dirinya menikahi wanita yang amat ia cintai, sebelum pulang. Leona meminta Ferdy mengantarkan dirinya ke makam sang ayah dan ibunya, wanita cantik itu merindukan orang tuanya, Ferdy dengan cepat mengiyakan ucapan sang istri.Sesampainya di pemakam, Ferdy dan Leona sama-sama turun dari mobil. Ferdy menggandeng tangan Leona menuju makam ayahnya yang bersebelahan dengan makam ibunya."Assalamualaikum Pah Mah "ucap Leona dan Ferdy yang saat ini sudah berada di tengah makam orang tuanya."Pah Mah, lihatlah Leona sekarang gak sendiri lagi. Leona udah ada yang jagain" ucap Leona pertama kali."Sekarang Papa sama Mama jangan sedih lagi liat Leona dari atas sana, Leona sekarang udah bahagia seperti yang pernah ayah bilang" ucap Leona dengan suara serak, Leona berusah
Tangan lebar nan kasar itu kini berada di bukit kembar Leona, Ferdy merasakan bukit Leona yang masih terasa padat dan berisi, dan perlahan tapi pasti Ferdy meremas bukit kembar Leona dengan lembut hingga membuat Leona sedikit melenguh di sela-sela lumatan bibir mereka. Setelah di rasa Leona kehabisan patokan oksigen, barulah Ferdy melepaskan tautan bibirnya dari bibir Leona. Leona menghirup udara sebanyak-banyaknya seakan udara di kamar mandi tidak cukup untuk dirinya.Ferdy belum menghentikan aksinya, kini kepalanya berada di ceruk leher sang istri dan kembali membuat tanda kepemilikan di sana, padahal tanda semalam belum hilang dan sekarang Ferdy memberikannya lagi.Leona menutup matanya merasakan Ferdy yang menghisap lehernya sedikit kuat dan itu membuat Leona meleguh karnanya apa lagi di tambah sensasi yang di berikan Ferdy yaitu meremas salah satu bukit kembar Leona."Ah Mas hentikan sudah cukup gumam Leona sambil menahan sesuatu yang bergej
Leona melebarkan matanya melihat pusaka Ferdy yang besar dan sedikit panjang.Leona meringis sendiri dalam hatinya. Apakah muat punya Ferdy masuk ke goa kenikmatannya, ah rasanya pasti menyakitkan tapi enak batin Leona.Perlahan Ferdy memposisikan tubuhnya di tengah-tengah paha Leona, "Kamu siap sayang?" tanya Ferdy.Leona mengangguk sebagai jawaban.Melihat anggukan sang istri. Pria tampan itu mulai meluruskan posisinya, dan perlahan tapi pasti pusaka yang sudah berdiri tegak itu mulai memasuki goa surganya."Gak usah di tutup matanya, ga usah malu. Teriak aja sayang, mendesah aja yah gak bakalan ada yang dengar kamar ini kedap suara kamu bisa teriak sekerasnya" ucap Ferdy.Sebelum melakukannya lagi Ferdy melumat bibir Leona, ia juga mulai memasukkan Pusakanya di goa kenikmatan istrinya kali ini Ferdy tidak pelan-pelan lagi, melainkan sekaligus sebab dirinya sudah penuhi oleh nafsu yang tertahan."Aahhh Mas enak banget"ucap
Ragu-ragu Leona mengangguk kecil, melihat anggukan sang istri. Ferdy mendekati Leona dan menyuruh istrinya itu membalikkan tubuh.Leona berbalik dengan wajahnya menghadap cermin wastafel sembari memandang Ferdy yang mulai membuka perlahan resleting gaun nya.Jantung Leona saat ini tidak sedang baik-baik saja, ia merasakan detak jantung yang begitu cepat serta keringat dingin di telapak tangannya, Leona benar-benar sangat gugup, apa lagi saat melihat Ferdy yang sudah melepaskan resleting gaun dan menatap punggungnya yang putih bersih tanpa noda."Putih banget kulit kamu sayang" ucap Ferdy pelan.Leona tersenyum malu mendengar perkataan sang suami.Ferdy mulai membuka gaun yang tak berlengan itu. Cara Ferdy membukanya yaitu dengan menurunkan gaun tersebut ke bawah tetapi sebelum melakukannya Leona menahan tangan Ferdy agar tak meneruskan membuka gaun tersebut."Kenapa sayang?" tanya Ferdy yang bingung."Kamu mau ngapain" tanya
Setelah ijab qobul disebutkan oleh Ferdy para tamu pun memberikan selamat pada kedua mempelai, kini Ferdy dan Leona berdiri di pelaminan, beberapa tamu masih ada yang belum memberikan selamat dan mereka juga menyempatkan diri menyalami Ferdy dan Leona lalu mengucapkan kata samawa pada kedua mempelai.Dan sebagian tamu juga ada yang sudah pulang dan ada yang masih betah di acara tersebut.Pak Anwar pun mendekati pengantin baru itu, " Selamat yah nak atas pernikahan kalian, bapak berharap kalian bahagia hingga maut memisahkan, Pak Ferdy saya titipkan nak Leona yah, sayangi dia" Ucap Pak Anwar sembari menepuk pundak Ferdy kemudian menyalami mereka berdua.Tari dan Rendy juga tak lupa memberikan selamat untuk Ferdy dan Leona, mereka berdua pun segera menghampiri sahabatnya itu."Selamat yah Leona sekarang kamu udah jadi istri Ferdy. Semoga pernikahan kalian samawa sampai kakek nenek" Ucap Tari pada Leona, tangan mereka saling bertautan di udara.
Satu bulan kemudian.......Dan satu minggu penuh Ferdy dan Leona habiskan untuk persiapan acara pernikahannya, dari fitting baju pengantin sampai dekorasi ballroom hotel yang mereka sewa satu minggu yang lalu.Dan hari itu pun tiba. Ferdy yang ingin menikahi Leona setelah perjuangan panjang yang ia lewati. Semua kesalah pahaman yang pernah singgah di sela-sela hubungannya, dan drama lainnya semua ia lewati. Dan akhirnya semua telah selesai.Semenjak kembalinya Leona di sisi Ferdy, lelaki tampan itu selalu tersenyum dan tampak sekali kebahagiaan di wajahnya sebab Leona yang selalu membuat Fedry tersenyum di saat-saat suka dukanya.Dan disinilah Leona sekarang tengah memandang baju pengantin dan di temani Tari ,sedari tadi ia menatap wajahnya di cermin, di saat hari bahagianya kedua orang tuanya sudah tidak ada jujur Leona begitu sangat merindukan kedua orang tuanya. Andai mereka masih hidup pasti ibu dan ayah Leona sangat bahagia anaknya menikah de
Setelah meninggalkan bandara, Ferdy berjalan dengan langkah berat menuju rumahnya. Langit senja mulai meredup, menambah suasana kelam yang menyelimuti hatinya. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi oleh kenangan bersama Leona, setiap tawa, tangis, dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi.Sesampainya di rumah, Ferdy merasa hampa. Ia duduk di tepi tempat tidur, memegang foto Leona yang selalu ada di meja kecil di samping tempat tidur. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya tumpah, membasahi pipinya."Saat kamu pergi, Leona, aku merasa seperti kehilangan sebagian dari diriku. Tapi aku tahu, kamu memilih jalan ini untuk kebaikan kita berdua. Aku hanya bisa berharap bahwa suatu hari, takdir akan mempertemukan kita kembali," gumam Ferdy dengan suara bergetar.Beberapa hari berlalu, dan Ferdy mencoba menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun, hatinya tetap terasa kosong. Ia terus merindukan Leona, meskipun berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya di dep