Semua Bab Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.: Bab 121 - Bab 130

137 Bab

Bab 121

"Mas kamu kenapa pingsan di ruang kerja?" tanya Nisa, mengusap kepala Damar. "Lagian masih cape udah turun. Untung Nisa turun, ambil minum."Damar hanya diam, tak menanggapi ucapan Nisa, "Jam berapa ini Nis?" tanya Damar. "Udah mau subuh, mas mau mandi?" tanya Nisa. "Nanti, kepala mas masih sakit. Sini tidur sampe subuh." Damar menarik tubuh Nisa pada pelukannya. Isi kepala lelaki tampan ini berfikir, punya rencana apa Fina. Damar tidak sabaran menunggu pagi datang. "Mbok!! Fina belum sarapan?" tanya Damar pagi ini sudah duduk di meja makan dengan menggunakan pakaian eksekutif muda. Sungguh terlihat tampan dan berkharisma. "Pagi-pagi sekali nyonya sudah pergi, Den," jawab Darmi. "Ngapain nyariin Fina, Mas?" tanya Nisa masam. Damar tersenyum kikuk. "Iya juga ngapain nanyain Fina di sini," monolognya. "Kamu semalem pingsan, libur kerja aja!" ujar Nisa. "Di rumah ada kamu, mana bisa libur, Nis," jawab Damar, memulai santap paginya."Iisshhh ... Kamu pikirannya mesum terus," ujar
Baca selengkapnya

Bab 122

Sesedih apapun ekspresi Fina tak membuat Damar simpati, atau kasihan. Pria ini mendengkus kasar. "Aku ingin tau kenapa kamu melakukan itu?" tanya Damar masih dengan wajah tegang menahan amarah. "Aku nggak mau pergi dari rumah itu, waktuku dua minggu lagi di rumah itu, karna si Chandra tua bangka telah menceraikan aku," ujar Fina dengan suara bergetar. Kening Damar mengernyit, dia sama sekali tidak tau ada permasalahan apa antara Chandra dan Fina. Permasalahan yang dia hadapi begitu kompleks belakangan ini. "Akhirnya Papah sadar siapa kamu?" tanya Damar dengan wajah menghina. Fina hanya menundukkan kepala mendapati tatapan Damar yang penuh permusuhan. "Lalu, apa yang kamu lakukan saat aku tak sadarkan diri?"Fina terlihat gelisah, dia menggeser bokong beberapa kali. "Katakan!!" bentak Damar lagi. "A-aku belum melakukan apapun, memang aku berniat emmm ... Tapi Nisa keburu datang," ujar Fina gugup. "Anggap saja aku percaya, kesinikan ponselmu." Damar memerintahkan Fina menyerah
Baca selengkapnya

Bab 123

Mobil melaju membelah kota Jakarta. Siang ini kota Jakarta di guyur hujan, membuat jalan padat merayap tak ada pergerakan sama sekali. "Pak, lewat tol aja, nggak bergerak sama sekali jalanannya," ujar Damar. Pak supir mengangguk, mengamati arah jalan menuju masuk pintu tol. Ini lah kondisi kota Jakarta, semakin di perlebar jalan semakin banyak pula penjualan mobil yang dilakukan dealer mobil. Banyak kebijakan yang di berlakukan pemerintah untuk mengendalikan kemacetan, tetapi sepertinya sia-sia, kebijakan ganjil genap pun seperti tak berefek, karna para pemilik uang akan mengakali dengan membeli mobil dengan plat yang di butuhkan. Nisa duduk di pangkuan Damar. "Mas aku duduk di situ aja," Nisa menunjuk bangku kosong, di sebelah Damar duduk. "Sini aja, mas pengen deket-deket sama kamu," ujar Damar, mengendus leher Nisa. "Kamu mau bulan madu lagi nggak?" tanya Damar. "Dulu mas memgecewakan kamu, sekarang mau mas ganti," ucap Damar, terus menyesap leher Nisa. Nisa mendorong muka Da
Baca selengkapnya

Bab 124

Chandra sudah duduk bersebelahan dengan Nisa, Damar duduk di sebelah Pak supir. "Udah nyaman Pah?" tanya Nisa. Chandra mengangguk. Mobil pun melaju perlahan, membelah jalan Kota Jakarta. Tak berapa lama mobil hitam terparkir di depan rumah tak sebesar rumah yang ditinggali Nisa. "Pah ayo turun dulu, kita ketemu sama ibunya almarhum Kak Kirana," ajak Nisa. Chandra pun turun, menemui Murni, berbincang sejenak, beberapa pakaian Fatta sudah di siapkan wanita setengah tua ini. "Nak, titip Fatta,"ucap Murni pada Nisa. Fatta masih di pangkuan wanita setengah tua ini. Nisa mengangguk, "Iya Bu, saya juga sayang sama Fatta," ujar Nisa. Lalu Murni menatap Damar, "Nak Damar, kalau lagi jalan-jalan ke Bandung, mampir ke rumah Ibu," ucap Murni, sedih. Dia berasa kehilangan dua anak sekaligus, juga kehilangan cucu. "Nanti Ambu kalo kangen Fatta boleh ya nengok ke rumah, Nak Nisa." Murni berkata gerogi, pasalnya dia hanya orang kampung, tanpa adanya Damar mungkin dia masih menjadi wanita tua
Baca selengkapnya

Bab 125

"Pah ikut jalan-jalan ke Mall, kita refresing," ajak Nisa pada Chandra. "Papah di rumah saja," jawab lelaki tua ini. "Mau ngapain di rumah? Oh iya, Mamih kenapa sekarang tidur di kamar tamu?" tanya Nisa. "Nisa udah lama mau nanya lupa mulu."Chandra melirik pada Nisa. "Kamu belum tau?" tanya Chandra pada putri cantiknya. Nisa menggeleng."Papah sudah menceraikan Fina," jawab Chandra pelan. Mulut Nisa ternganga tak percaya, "Kenapa Pah?" tanya Nisa. "Sudah sana kalau mau jalan-jalan, sama siapa?" tanya Chandra, mengalihkan pertanyaan Nisa mengapa Chandra mencerakan Fina, dia tak ingin membuka aib mantan istrinya itu."Sama Fatta, terus mau sampai kapan Mamih di sini Pah?" tanya Nisa, "Papah sudah bercerai nggak baik tinggal serumah. "Semingguan lagi, selama masa idah papah masih wajib menanggung semua kebutuhan Fina," ujar Chandra. "Setelah ini mau tinggal di mana Mamih?" tanya Nisa, dia memang memiliki hati bersih, masih juga memikirkan Fina yang selama ini telah merebut Chand
Baca selengkapnya

Bab 126

Rumah terasa hangat. Baby Attala di ayun oleh Atun. Fatta sedang asik menjajar mainan yang tadi siang dia beli bermain bersama Kila, Nisa duduk menikmati film kesukaannya, Chandra duduk di sebelah Nisa. "Mama, ini aku buatin buger!" Fatta menyerahkan burger mainan kepada Nisa. "Oohh ... Makasih, buat Opa mana? Kok mamah doang yang di kasih?" ujar Nisa. "Sebentar Fatta buatkan sosis jumbo buat Opa!" ujar gadis kecil ini sedikit berlari ke tempat dia menjejer mainannya tadi. "Sekalian minum Fatta," ujar Nisa terkikik. Chandra hanya tersenyum melihat kelakuan putrinya, ternyata tak serumit kelihatannya, walau Nisa mengasuh dua anak Damar dan Kirana, tetapi Damar tak membiarkan istri kecilnya lelah, lelaki tampan ini menyiapkan beberapa pengasuh untuk menangani dua anaknya. Selama ini Nisa belum pernah memandikan atau hanya membuatkan susu Atalla, Nisa hanya sebagai status Mamah untuk kedua putra putri Damar. Sesekali Nisa menggendong Attala, bagaimanapun Nisa ingin mempun
Baca selengkapnya

Bab 127

Setelah Attala kembali tidur, Damar dan Nisa keluar kamar, Nisa menggelayut manja pada Damar. "Nisa pengen di gendong juga." Damar memalingkan wajah menatap wajah Nisa, bola mata Nisa mengerjab, penuh rajukan. "Iihhh ... Kaya Fatta aja." Damar menarik hidung Nisa. Lalu berjongkok. "Ayo gendong belakang." Nisa langsung menaiki punggung Damar. Perlahan lelaki tampan ini bagun, "Ya Allah semakin berat, ini berat lemak apa berat dosa," ujar Damar. Nisa mencubit dada Damar. "Enak aja berat Dosa, kamu yang banyak dosanya," Nisa berkata judes. "Ya ... tadi Fatta beli mainan berapa? Jujur?" tanya Damar, sambil menaruh bobot tubuh Nisa di pembaringan. He he he ... Nisa tersenyum canggung. "Ayo jawab jujur?" tanya Damar lagi, menatap wajah istri kecilnya penuh selidik. "Nisa mau ke kamar mandi dulu, Mas." wanita cantik ini turun dari ranjang. Membersihkan badan, lalu menggunakan pakaian penggoda yang sudah dia siapkan. Nisa keluar dari kamar mandi, dia lihat lelakinya suda
Baca selengkapnya

Bab 128

Setelah semua menyelesaikan makan, Chandra mengajak seluruh anggota keluarganya berkumpul di ruang keluarga. Fina mulai gelisah pasti saat ini Chandra akan mengumumkan perceraian mereka. Semua keluarga termasuk semua pelayan mendekat, mencari tempat duduk ternyaman. Setelah semua duduk, Chandra mulai mengutarakan maksud mengumpulkan mereka. Fina yang duduk di sebelah Chandra semakin gelisah ketika Chandra berbicara pada inti permasalahan. "Pah, maafin mamih," Fina tak bisa menahan tangisnya. "Pah! Kenapa harus ada perceraian? Apa nggak bisa di bicarakan secara baik-baik," tanya Nisa. "Pah, kita rujuk, mamih nggak mau pisah dari papah, mamih nggak bisa hidup tanpa papah!" ujar Fina, sesenggukan. Damar tak memberikan respon apapun, wajahnya datar, dia bersyukur Chandra cepat mengambil keputusan ini, Fina harus di singkirkan dari kehidupan mereka, jika Fina masih berada di sini hanya akan menjadi duri dalam daging. Perangai wanita ini tak akan berubah sampai kapan pun.
Baca selengkapnya

Bab 129

Mereka menikmati pagi di taman, mengisi liburan Damar dengan mengeratkan keharmonisan, mencoba menjalin kehangatan di keluarga kecil ini, senyum terukir indah di bibir kedua sejoli ini. Nisa mengangkat bayi gembul dari kereta dorong, lalu memangku Attala. Tangan mungil mencoba menggapai wajah Nisa, bibir mungil merekah, netra bulat beriris bersih mengerjab memandang Nisa. Setiap melihat netra bersih ini, Nisa langsung memgingat Kirana. Tatapan bayi kecil ini sama persis seperti tatapan Kirana. Sesekali mulut Nisa mengecup tangan mungil yang mengenai pipinya. Damar di sampingnya mengajak bicara bayi gembul dalam gendongan Nisa. Berusaha menjalin kedekatan atas pertemuan yang sedikit dengan anak-anaknya. Banyak pedagang dadakan mangkal di dekat taman ini, Damar menawari Nisa beberapa makanan yang mungkin tak pernah Nisa makan atau temui. "Kamu di sini dulu, mas beliin makanan, kamu pengen apaan?" tanya Damar. "Apa aja, terserah, Nisa bingung itu tukang apa aja," ujar Nisa.
Baca selengkapnya

Bab 130

Pintu kamar Fina tak tertutup rapat, Nisa masuk menghampiri Darmi yang berdiri di tepi ranjang, seorang dokter wanita sedang memeriksa Fina, wanita seksi ini terlihat pucat tidak seperti biasanya. "Mamih kenapa Mbok?" bisik Nisa, pada wanita tua ini. Darmi menggeleng, "belum ketauan Non. Udah semingguan Nyonya keliatan nggak bergairah, jarang pergi-pergi, katanya lemes." Dokter perempuan berhijab yanh sedang memeriksa Fina tersenyum. "Ibu kapan terakhir datang bulan?" Mata Fina memincing, berusaha mengingat, wanita yang sudah berumur kepala empat ini menggeleng. "Saya nggak perhatikan Dok, saya lupa," jawabnya. "Tapi masih lancar datang bulan 'kan?" tanya Dokter wanita ini. "Masih Dok," jawab Fina. "Bisa bangun ke kamar mandi nggak?" tanya Dokter wanita ini. "Mau ngapain, Dok?" tanya Fina. "Saya butuh urin, untuk ini." Dokter perempuan ini memperlihatkan alat tes kehamilan pada Fina. Kepala Fina menggeleng keras. "Nggak Dok! Jangan bilang saya hamil, saya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status