All Chapters of Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.: Chapter 141 - Chapter 150

183 Chapters

bab 142

Seolah tak tau Damar menatap ke arahnya, Ivana santai mengenakan pakaian renang di tempat tadi dia berdiri. Sektika Damar, mengalihkan pandangan, mengangkat tubuhnya menghindar dari melihat bayangan Ivana. Damar lelaki normal, Ivana wanita berkelas yang terbilang cantik. Tak mungkin Damar tak tergoda jika di beri tontonan menggiurkan seperti tadi. Setelah duduk di tepi ranjang, Damar mencoba mengalihkan pandangan dan pikiran, dengan menfokuskan mata pada gawai. Ivana menyeringai penuh kemenangan, dia tau Damar melihatnya tanpa busana tadi, sebab itu lelaki tampan ini bangun dari kursi mencoba mengalihkan tatapan. Ivana meninggalkan kamar, padahal hati dan tubuh masih ingin menggoda lelaki tampan ini, tetapi dia ingin menjalankan rencana yang lebih dahsyat lagi dengan mendekati Nisa. "Elo tersingkir, atau gue jadi madu, Nis. Tak apalah jadi madu jika benar-benar tak bisa menyingkirkan elo." Sepanjang jalan pikiran Ivana terus berbincang sendiri. Sesampainya Ivana di area kola
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

Bab 143

Damar bangun dari duduk, Ivana tersenyum penuh kemenangan. "Sepertinya sangat mudah," monolog Ivana, menatap punggung Damar memasuki huniannya. Damar masuk ke dalam Villa, mengambilkan Ivana air hangat. "Mas!! masih ada urusan sama Roni?" tanya Nisa, yang baru turun dari kamar, dia sudah berganti pakaian."Masih. Sebentar Mas kasih ini dulu, teman kamu kehilangan kunci Vilanya, kayanya kedinginan, mas ambilin air hangat," ujar Damar. Kedua bola mata Nisa membola, "Maksudnya nenek rempong?" "Siapa? Nenek rempong?" tanya Damar. Nisa berjalan mendekati jendela mengintip sedikit. "Hmm ... Bener kan! Udah nggak usah. Ayo, Nisa menarik tangan Damar.""Nis, berkas-berkas mas, ada di depan, tadi lupa mas simpen.""Pokonya jangan keluar lagi, Mas!" lagi Nisa memperingati Damar. Nisa segera menelpon Roni, sambil mengawasi jangan sampai Ivana mengamati berkas-berkas di atas meja. "Pak, buruan balik ke meja Mas Damar tadi duduk, amanin berkas, Mas Damar lagi nyenengin Nisa." "Apa, Non? Emm
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more

Bab 144

"Maaf saya tinggal, Bu." Setelah mengucapkan kata itu, Damar berbalik, kembali melangkahkan kaki, meninggalkan Ivana yang hatinya terbakar rasa marah karna tak di pedulikan. Kedua tangan Ivana terkepal, netranya terus menatap punggung lebar Damar, yang semakin menjauh. Wanita ini kembali berbalik melayangkan langkah ke arah meja yang tadi dia duduki."Pak Damar memang sedikit sulit di dekati, Bu," ucap salah seorang kolega yang masih duduk di meja itu. Ivana hanya menyunggingkan senyum. "Maaf saya tinggal." Ivana meninggalkan meja menuju Villanya. Dengan kasar Ivana menutup pintu kamar menelungkupkan tubuh, otaknya keruh, baru kali ini dia di tolak seorang lelaki. Biasanya dengan segala pesonanya tak ada lelaki yang bisa menolak keinginannya. "Aku hanya meminta di ajak makan bersama, tapi dia menolak. Ahhhh ...." Ivana berteriak kencang di atas bantal. Bantal bersarung putih bersih ini di gunakan Ivana untuk meredam suara teriakannya.Ivana terus berteriak, jari tangan mengepal m
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 145

Semua mata mengarah ke podium, menatap dua wanita cantik yang kini berdiri di sana. Nisa mencari keberadaan Damar. Netranya memindai. Kemana Mas Damar, monolog Nisa. Dengan percaya diri Ivana mulai menyanyikan lagu milik Duo Ratu. Dengan luwes wanita yang terlihat begitu mempesona ini sedikit menggoyangkan pinggul, dan dengan sedikit kencang Ivana menyenggol pinggul Nisa membuat netra Nisa membeliak kaget. Tetapi dengan cepat, Nisa dapat menguasai diri, dia ikut bernyanyi menyambung lagu ketika Ivana berhenti bernyanyi. Ivana mengernyitkan dahi, mendengar Nisa bernyanyi dengan suara yang tak kalah merdu dengan suaranya. Dia baru sadar Nisa yang sekarang sepertinya bukan lagi anak manja yang apa-apa nggak bisa. Nisa tersenyum lebar melihat keterkejutan lawannya kini, ia begitu menikmati music yang melantun, dan dengan suara merdu lantunan syair keluar dari mulutnya, hingga di akhir music. Tepuk tangan menggema memberikan aplaus untuk dua orang wanita cantik di atas panggung. Ketika
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more

Bab 146

Sang Surya memberikan rasa hangat pada jiwa yang kini sedang dianugerahi kebahagiaan yang melimpah ruah. Seorang wanita duduk di balkon menghadap hangatnya sinar Surya. Netranya memandang si lelaki di bawah sana yang sedang beramah tamah dengan beberapa orang, mungkin kolega Damar, pikir Nisa. Semua kepedihan yang di rasakan pada masa yang lalu seolah menguap secepat embun pagi menghilang ketika Sang Surya datang menyinari bumi. Pikiran wanita muda ini mengingat masa lalu ketika hatinya begitu terluka karena mengetahui ada perempuan lain di kehidupan Damar. Tetapi lelaki ini tetap teguh mendampinya, bahkan selalu melindungi se-memberontak apapun Nisa saat itu. Nisa menyunggingkan senyum, mengingat dingin dan marahnya wajah Damar ketika Nisa di jerat dengan minuman peningkat gairah waktu itu. Walau lelaki ini terlihat begitu marah tetapi tetap saja dia melindungi Nisa. Bahkan menjaganya dari keterjerumusan pada kubangan dosa. Hingga akhirnya lelaki ini melanggar janjinya pada i
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

Bab 147

Dua hari ini Damar memberikan semua waktu dan perhatian untuk istri kecilnya. Dua hari ini mereka benar-benar menikmati bulan madu yang indah. Walau, kali ini bukan di tempat special, tetapi rasa yang di dapat sangat special. Nisa duduk di balkon penginapan, di hadapannya terbentang sungai yang mengalirkan air jernih, suara gemericik air menambah syahdu suasana pagi ini. "Mau main air ke bawah nggak? Airnya dingin," ujar Damar. "Nggak, Mas! Dingin banget hawanya," jawab Nisa. "Mau di beri kehangatan?" tanya Damar. "Ishhh ... Kamu, maunya?" Nisa mencebik. "Dan kamu menikmati," Damar berbisik di telinga Nisa. Mencium leher Nisa. Dan Nisa pun diam menikmati. Ponsel Nisa berdering, Chandra menelpon. Nisa segera menjauhkan wajah Damar dari leher Nisa. "Papah telepon, Mas." Damar menjauh tetapi masih terlihat dilayar ponsel. Pemandangan pertama yang Nisa lihat di ponselnya adalah wajah Fatta yang berurai air mata, di pangku oleh Chandra. "Fatta kenapa?" tanya Nisa, khawatir. Damar
last updateLast Updated : 2024-10-10
Read more

Bab 148

Di rumah megah, yang kini semakin hangat, Fina duduk memandang pada dua anak yang sedang bermain. Bayi mungil sudah berubah menjadi bayi gembul, Fatta pun semakin hari semakin besar, adik kaka ini terlihat berceloteh saling berbincang, entah apa yang sedang mereka bicarakan. Para pengasuh sigap ada di sebelah anak asuhnya, mengawasi agar kejadian kemarin tak terulang. Isi kepala Fina berputar, apakah anaknya kelak akan bisa sebahagia anak-anak di hadapannya. Chandra yang ada di sudut ruangan melihat iba pada Fina, hati kecilnya terenyuh mendapati keadaan Fina. Jika saja Fina menjadi istri sholehah, pasti hidupnya tak akan seperti ini. Tapi semua ini mungkin juga karna ada andil dari keadaan Chandra. Jika saja Chandra dapat memberikan nafkah batin dengan baik, mungkin Fina tak melakukan perbuat buruk di belakangnya. Chandra yang tadinya hendak bermain dengan anak Damar mengurungkan niat, ia menemui Darmi. "Mbok, Fina sudah makan?" tanya Chandra. "Sudah Tuan." "Kasih cemilan bergizi
last updateLast Updated : 2024-10-11
Read more

Bab 149

Kaki jenjang Fina melangkah gontai menyusuri koridor Rumah sakit. Hari ini dia di jadwalkan menjalani serangkaian tes. Chandra sudah tak sabar mengetahui anaknya atau bukan yang berada di dalam kandungan Fina. Chandra sudah berada di dalam ruang periksa, sebenarnya Chandra merasa risih di perhatikan oleh para pengunjung, mungkin melihat umur Chandra yang sudah tak muda lagi, dan berada di antara ibu-ibu muda, membuat mereka merasa heran dan memperhatikan dua pasangan yang tak muda lagi ini, mungkin mereka bertanya-tanya siapa yang sedang di periksakan oleh lelaki tua ini. Beruntung Nisa mengantar. "Selamat pagi, Pak, Bu." Si Dokter menyapa. "Silahkan duduk." Dokter cantik mempersilahkan dengan ramah. Dokter cantik ini mengenal siapa Chandra."Pagi, Dok." Chandra menyuruh Fina duduk, dia pun lalu duduk di sebelah Fina. Nisa berdiri di belakang Chandra. "Mbaknya, nggak ada tempat duduk.""Nggak apa-apa, saya berdiri di sini," ujar Nisa. "Pak, boleh saya jelaskan sebelum Bapak menan
last updateLast Updated : 2024-10-12
Read more

Bab 150

Terik matahari menyorot membakar apapun yang ada di muka bumi ini. Siang hari di kota Metropolitan, bersiap saja terkena segala polusi. Polusi udara, polusi suara, polusi cahaya. Sangat kontras dengan hiruk pikuknya kota Jakarta. Sejak keluar dari Rumah Sakit, Fina hanya diam. Netranya menatap pada jalan yang berasap dan berdebu. Wanita ini memikirkan banyak hal. Mulai dari dia harus berubah dan bagaimana dia menjalani kehidupannya pada masa yang akan datang kelak, ketika sudah tak berada di rumah megah Chandra, dan juga mengasuh anak yang dia lahirkan."Pih, mamih pengen itu, Fina menunjuk tukang asongan buah mangga mengkel berwarna kuning." Walaupun sekarang Chandra bukan suaminya, tetapi kebiasaannya meminta sesuatu pada Chandra masih melekat. "Beli yang belum di kupas aja, nanti kita mampir ke Supermaket," ujar Chandra. Fina hanya diam memandang tukang asongan yang melewati mobil di mana Fina berada, terlihat Fina meneguk air liur. Nisa melihat Fina meneguk air liurnya menjadi
last updateLast Updated : 2024-10-13
Read more

Bab 151

Makanan sudah tersaji di atas meja, anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan luas ini. Fina terlihat makan dengan lahap, tidak seperti biasanya, wajahnya pun terlihat lebih baik. "Pah, makan yang banyak, biar sehat." Fina mengambilkan udang asam manis ke piring Chandra. Lelaki ini tersenyum cerah, entah terbuat dari apa hati lelaki tua ini, bahkan kesalahan fatal Fina perlahan bisa dia maafkan. Entah sebab iba atau cinta Chandra pada wanita seksi ini. "Buat Mamih, aja. Ini masih banyak," ujar Chandra. Fina beralih pada Fatta, "Fatta ini Oma ambilkan sop, tambah ya, makan yang banyak, biar cepet besar," ujar Fina pada gadis kecil ini. Fatta mengangguk, lalu memakan lahap bakso yang di ambilkan Fina. Fina menatap Nisa dan Damar, melihat wajah Nisa, Fina enggan menyapa, begitu pula wajah Damar yang datar, sejak mereka turun mereka diam seperti ini, tak biasanya, pasti mereka sedang ada masalah, pikir Fina."Mamah, nanti ajarin PR Fatta, ya?" Gadis kecil ini mengajak Nisa berbi
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
19
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status