Share

Bab 148

Author: Azzurra
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Di rumah megah, yang kini semakin hangat, Fina duduk memandang pada dua anak yang sedang bermain. Bayi mungil sudah berubah menjadi bayi gembul, Fatta pun semakin hari semakin besar, adik kaka ini terlihat berceloteh saling berbincang, entah apa yang sedang mereka bicarakan. Para pengasuh sigap ada di sebelah anak asuhnya, mengawasi agar kejadian kemarin tak terulang.

Isi kepala Fina berputar, apakah anaknya kelak akan bisa sebahagia anak-anak di hadapannya. Chandra yang ada di sudut ruangan melihat iba pada Fina, hati kecilnya terenyuh mendapati keadaan Fina. Jika saja Fina menjadi istri sholehah, pasti hidupnya tak akan seperti ini. Tapi semua ini mungkin juga karna ada andil dari keadaan Chandra. Jika saja Chandra dapat memberikan nafkah batin dengan baik, mungkin Fina tak melakukan perbuat buruk di belakangnya.

Chandra yang tadinya hendak bermain dengan anak Damar mengurungkan niat, ia menemui Darmi. "Mbok, Fina sudah makan?" tanya Chandra.

"Sudah Tuan."

"Kasih cemilan bergizi
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kafkaika
lanjut kak...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 149

    Kaki jenjang Fina melangkah gontai menyusuri koridor Rumah sakit. Hari ini dia di jadwalkan menjalani serangkaian tes. Chandra sudah tak sabar mengetahui anaknya atau bukan yang berada di dalam kandungan Fina. Chandra sudah berada di dalam ruang periksa, sebenarnya Chandra merasa risih di perhatikan oleh para pengunjung, mungkin melihat umur Chandra yang sudah tak muda lagi, dan berada di antara ibu-ibu muda, membuat mereka merasa heran dan memperhatikan dua pasangan yang tak muda lagi ini, mungkin mereka bertanya-tanya siapa yang sedang di periksakan oleh lelaki tua ini. Beruntung Nisa mengantar. "Selamat pagi, Pak, Bu." Si Dokter menyapa. "Silahkan duduk." Dokter cantik mempersilahkan dengan ramah. Dokter cantik ini mengenal siapa Chandra."Pagi, Dok." Chandra menyuruh Fina duduk, dia pun lalu duduk di sebelah Fina. Nisa berdiri di belakang Chandra. "Mbaknya, nggak ada tempat duduk.""Nggak apa-apa, saya berdiri di sini," ujar Nisa. "Pak, boleh saya jelaskan sebelum Bapak menan

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 150

    Terik matahari menyorot membakar apapun yang ada di muka bumi ini. Siang hari di kota Metropolitan, bersiap saja terkena segala polusi. Polusi udara, polusi suara, polusi cahaya. Sangat kontras dengan hiruk pikuknya kota Jakarta. Sejak keluar dari Rumah Sakit, Fina hanya diam. Netranya menatap pada jalan yang berasap dan berdebu. Wanita ini memikirkan banyak hal. Mulai dari dia harus berubah dan bagaimana dia menjalani kehidupannya pada masa yang akan datang kelak, ketika sudah tak berada di rumah megah Chandra, dan juga mengasuh anak yang dia lahirkan."Pih, mamih pengen itu, Fina menunjuk tukang asongan buah mangga mengkel berwarna kuning." Walaupun sekarang Chandra bukan suaminya, tetapi kebiasaannya meminta sesuatu pada Chandra masih melekat. "Beli yang belum di kupas aja, nanti kita mampir ke Supermaket," ujar Chandra. Fina hanya diam memandang tukang asongan yang melewati mobil di mana Fina berada, terlihat Fina meneguk air liur. Nisa melihat Fina meneguk air liurnya menjadi

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 151

    Makanan sudah tersaji di atas meja, anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan luas ini. Fina terlihat makan dengan lahap, tidak seperti biasanya, wajahnya pun terlihat lebih baik. "Pah, makan yang banyak, biar sehat." Fina mengambilkan udang asam manis ke piring Chandra. Lelaki ini tersenyum cerah, entah terbuat dari apa hati lelaki tua ini, bahkan kesalahan fatal Fina perlahan bisa dia maafkan. Entah sebab iba atau cinta Chandra pada wanita seksi ini. "Buat Mamih, aja. Ini masih banyak," ujar Chandra. Fina beralih pada Fatta, "Fatta ini Oma ambilkan sop, tambah ya, makan yang banyak, biar cepet besar," ujar Fina pada gadis kecil ini. Fatta mengangguk, lalu memakan lahap bakso yang di ambilkan Fina. Fina menatap Nisa dan Damar, melihat wajah Nisa, Fina enggan menyapa, begitu pula wajah Damar yang datar, sejak mereka turun mereka diam seperti ini, tak biasanya, pasti mereka sedang ada masalah, pikir Fina."Mamah, nanti ajarin PR Fatta, ya?" Gadis kecil ini mengajak Nisa berbi

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 152

    "Tadi bukannya udah mas jelasin, kok masih marah." Damar membawa tubuh ramping Nisa ke dalam dan menaruh di atas pembaringan. Nisa tak menanggapi lagi. Dia menarik selimut menutupi tubuh hingga kepala. Tidur membelakangi Damar. Lelaki ini pun membaringkan tubuh di sebelah Nisa, menarik tubuh Nisa agar mendekat padanya. "Kamu besok ikut ke kantor aja, mau nggak? Nggak apa-apa kalo mau ngawal mas ke mana aja."Nisa seolah tak mendengar bisikan Damar, dia memejamkan mata, berusaha melupakan vidio kiriman Ivana tadi, hati tak terima Damar membopong Ivana, seharusnya Damar meminta tolong saja orang lain untuk menolong Ivana. 'pikir Nisa. Damar membuang nafas kasar, dia menelentangkan tubuh menghadap langit-langit kamar. Huru hara dalam rumah tangganya dengan Nisa belum seberapa, perjalanan kehidupan dengan Nisa masih di fase awal. Selama ini Damar berusaha menjaga mata dan hati. Dia berharap Nisalah wanita satu-satunya yang bertahta kini, tetapi gangguan selalu ada saja yang datang. Sa

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 153

    Kegiatan pagi ini di dalam gedung Hadiyata begitu sibuk, hari ini ada rapat besar dengan semua kepala divisi. Dan hari ini hari pertama Nisa mendampingi Damar sebagai seorang sekretaris. "Bu Nisa ini file-file yang harus di bawa ke ruang rapat, bagaimana? apakah Bu Nisa sudah siap?" tanya Roni pada wanita yang dia hormati. Nisa mengangguk yakin."Nanti saat Bu Nisa di ruang rapat ponsel saya akan stand by, jadi kalau ada yang kurang paham bisa tanyakan ke saya," ujar Roni, lagi. "Sudah siap," Damar datang dari dalam ruangannya. Tanpa mengeluarkan suara Nisa hanya mengangguk. Baru kali ini dia ikut serta dalam menjalankan bisnis. Yang dia tau selama ini adalah menghabiskan uang. Nisa berjalan bersisian dengan Damar, lelaki berperawakan tinggi ini berjalan penuh percaya diri menuju ruang rapat. wanita cantik ini melirik pada suaminya, merasa di perhatikan Damar menengok pada Nisa. "Kenapa? Gerogi?" tanya Damar. Nisa menggangguk. "Nggak usah gerogi, percaya diri, gesture berpengar

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 154

    Sengaja Nisa mengganti pakaian siang ini, dia ingin menunjukkan pada Ivana jika dia habis enak-enak bareng Damar setelah makan siang tadi, padahal sebenarnya di dalam kantor suaminya Nisa terlelap, rasanya dia lelah sekali, baru kali ini dia benar-benar bekerja. Menguras tenaga dan otak. Setelah menggoda Damar dan makan, lalu melakukan ibadah, mata Nisa mendadak mengantuk, dia pun terlelap di pelukan Damar, lelakinya membangunkan ketika hendak memulai lagi rapat siang ini.Ivana menatap Nisa jengah, begitupun Nisa menatap Ivana dengan pandangan tak mau kalah. Damar memperhatikan gelagat Nisa, hatinya bersorak, Nisa adik kecilnya dari dulu memang selalu overprotektif terhadap dirinya. "Baik, sesuai kesepakatan kita, penambahan bahan baku akan di lakukan awal bulan depan, untuk kerjasama pertama kita di bidang ini, maka akan kami beri pengurangan harga 10%. Silahkan Pak Damar Anda bisa tanda tangan si sini." Ivana menunjuk kertas yang dia sodorkan di hadapan Damar. "Semakin cepat Anda

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 155

    "Udah nggak usah gugup begitu!! selama ini gue fine aja, asal elo nggak banyak ngoceh, sekarang gue kasih elo pilihan, elo mau lebih pro ke gue apa pro ke sana? Kalo elo lebih pro ke sana, gue melebarkan tangan dengan senang hati. Setidaknya hilang satu mata-mata kekek tua itu." "Tapi, Mbak ak--""Elo cuma harus bersikap seperti biasa aja, anggap aja gue nggak tau, kasih aja laporan setiap hari seperti biasa," ucap Ivana santai. "Terus kalo sampai waktunya Mbak nggak dapet jodoh yang pas bagaimana?" tanya Mila pelan. "Itu urusan gue, elo nggak usah repot, pokoknya pas waktunya, gue pasti dapet apa yang gue rencanain," jawab Ivana percaya diri. Mila menaikkan kaca mata yang merosot dari hidung kecilnya, gelisah. ***"Mas, kalo di senggol-senggol Ivana jangan diem aja dong," ujar Nisa, saat ini mereka sudah masuk ke dalam bed cover. "Kapan Ivana senggol-senggol?" tanya Damar, lelaki ini membaringkan tubuh di sebelah Nisa, lalu kembali meraih ponsel karna ada pesan masuk. "Emang t

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 156

    l"Pah, mamih mau bicara!" ujar Fina, setelah menyelesaikan makan, karna Chandra sudah mengangkat tubuh, hendak meninggalkan meja makan. "Mau bicara tentang apa, Mih?" tanya Chnadra, menghentikan langkah.Fina melirik pada Fatta yang masih menyelesaikan makan di suapi Kila. "Ayo ke ruang kerja." Chandra mengerti arti tatapan mata Fina, lelaki ini berjalan menuju ruang kerja di ikuti Fina. "Kila, nanti buat bekal, Fata, mau di bawakan puding, ada di kulkas, ya," perintah Fina sebelum meninggalkan meja makan. Kila mengangguk, "Iya, Nya."Fina mengekor di belakang Chandra perutnya sudah semakin terlihat bulat, tubuhnya pun sedikit berisi. Wanita yang dulu begitu merawat penampilannya ini kini seolah tak lagi memperhatikan tubuhnya, tetapi sepertinya dia nyaman dengan apa yang dia lakukan sekarang. Wanita dengan pakaian longgar ini menutup pintu perlahan. Membalikkan tubuh berjalan menuju Chandra berada. "Duduk, Mih," suruh Chandra saat Fina hanya berdiri mematung di hadapannya. Fi

Latest chapter

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 181

    Di gedung Hardiyata, Damar menyugar rambutnya frustasi bayangan Nisa memenuhi isi otaknya. Sudah lama Damar berpuasa, tak berani menyentuh istrinya. Di raihnya gawai lalu di tekan nomor Nisa, Damar menatap ponsel tak berkedip, nampak Nisa menggunakan pakaian haram yang sedang dia coba. "Mah, lagi ngapain? Kok pake pakaian seperti itu?" tanya Damar, jakunnya turun naik melihat penampakan istrinya. "Eh ... Lupa Nisa lagi pake baju beginian," segera Nisa memakai daster yang teronggok di pinggir ranjang. "Nisa lagi nyoba-nyoba, masih muat apa, nggak!" ujar Nisa salah tingkah melihat Damar menatap tak berkedip. Damar terus mengajak Nisa bicara, lelaki ini beranjak dari tempat duduk, meninggalkan kantor, tetapi masih terus berbincamg dengan Nisa. "Mas kamu mau kemana? Kalo sibuk matiin aja, Nisa mau nenenin Agam," ujar Nisa, sudah mengeluarkan aset yang membuat Damar berkhayal kemana-mana. "Ya sudah." Damar mematikan ponsel, lima belas menit kemudian dia sudah berada di depan pintu kama

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 180

    Bayi mungil sudah berada di box bayi, pengajian di gelar di rumah megah ini. Mengundang anak-anak yatim dari beberapa yayasan. Besok siangnya di rumah mengadakan open house, membagikan sembako gratis untuk warga kurang mampu bekerja sama dengan rt setempat membagikan hadiah atas kebahagian yang sudah keluarga Chandra dapat. Semakin hari kebahagian semakin berpendar di dalam rumah ini, anak-anak yang sehat dan terlihat bahagia. Chandra pun semakin sehat, Fina semakin mendekatkan diri pada sang Maha Pencipta. Karir Damar semakin gemilang dan Nisa semakin memperbaiki diri menjadi orang tua dari tiga anak yang masih sangat membutuhkan kasih sayang. Pagi ini rumah terasa berbeda dari sebelumnya.Oe oe oe ....Huuu ... huuu ... huuu ....Suara nyaring bayi bersahutan dengan suara tangis Nisa. Damar terlihat gelisah dan bingung. Dia mengayun bayi yang sedang menangis kencang. Sudah dua minggu berlalu dari masa Nisa melahirkan, selama itu Damar tak bisa pergi kemanapun. Hari ini Damar mema

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 179

    Nafas Nisa sudah teratur Damar menatap Nisa, ingin mencium bibir yang sedikit terbuka, tetapi di urungkan, dia tak ingin mengganggu istri kecilnya. Lelaki ini menuju ruang kantor, menyelesaikan tugas kantor dari rumah. Roni pun siaga menghandle pekerjaan Damar. Memang Roni merupakan tangan kanan yang tak diragukan lagi kesetiaannya sejak di bawah naungan Chandra, hingga kini Damar yang menguasai pun Roni masih terus setia. Setelah menyelesaikan pekerjaan lelaki ini menuju ruang makan, ternyata Nisa sudah duduk di sana, menunggu anggota keluarga yang lain datang ke meja makan untuk makan siang. "Sudah bangun?" sapa Damar. Nisa mengangguk. "Mau langsung makan, Mas?" tanya Nisa."Nanti tunggu, Papah," jawab Damar. "Makan lah dulu, tak usah menunggu kalau lama." Suara Chandra menyahut, lalu duduk di tempat biasa lelaki tua ini duduk. "Mamih mana, Pah?" tanya Nisa. "Lagi rewel Alika, nanti papah bawakan makanan ke kamar saja. Ayo di makan." Chandra mempersilahkan anak-anaknya makan.

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 178

    Nisa menatap kamar bayi bernuansa biru laut. Menurut prediksi dokter, bayi dalam kandungan Nisa adalah bayi laki-laki. Semua barang yang Nisa beli untuk calon bayinya berwarna biru, orens, hijau, sebisa mungkin dia hindari warna pink. Nisa duduk di pinggir ranjang melipat pakaian kecil, sesekali mencium, seolah dia sudah begitu rindu pada bayi yang sudah sekian lama di nanti. Damar mengamati gerik Nisa dari ambang pintu, lelaki ini menyandar di daun pintu, sambil melipat tangan. Bibirnya tersenyum senang melihat Nisa bahagia. "Masih ada yang kurang, Mah?" tanya Damar, membuat Nisa terjingkat tak mengira Damar menyapa. "Mas ... bikin kaget," ujar Nisa mengerucutkan bibir. Damar menghampiri Nisa, menarik bangku kecil lalu menaikkan kaki Nisa di atas bangku kecil. "Kakinya bengkak banget, sakit nggak?" tanya Damar. "Kalo berdiri lama sakit, kamu nggak kenapa-kenapa cuti kerja lama, Mas?" tanya Nisa, "Yang mau lahiran kan Nisa kok yang cuti kerja kamu?" tanya Nisa penasaran la

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 177

    Waktu kian berjalan, mengiringi kebahagiaan Nisa dan Damar. Semakin hari cinta mereka semakin bersemi. Pagi ini Nisa berada di balkon duduk di kursi goyang menghadap taman di bawah kamarnya, tangannya mengelus perut yang semakin membuncit.Terdengar pintu terbuka, Damar menghampiri Nisa lalu berjongkok di hadapan wanita cantik ini. Lelaki ini terlihat berkeringat, tubuhnya berbalut kaos tanpa lengan terlihat otot tangannya menyembul, menandakan kekuatan tubuhnya. Tanpa aba-aba lelaki atletis ini mencium pipi Nisa. "Udah mandi belum?" tanya Damar, menyeka keringat di dahi, dengan anduk kecil yang terlampir di leher.Nisa menggeleng. "Nanti aja, Nisa mode males. Kok udahan olah raganya?" tanya Nisa. "Udah." Damar bangun dari jongkok, langsung mengangkat tubuh Nisa memggendong seraya berjalan ke arah kamar mandi. "Kamu masih keringetan, nanti dulu mandinya," ujar Nisa, menyentuh leher Damar menyeka keringat yang masih tersisa. Langkah Damar terhenti, beralih menuju ranjang. "Duduk du

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 176

    Nisa menggendong Attala karna batita ini merajuk minta di gendong, Nisa mengendong lalu mencium batita ini, menyalurkan kasih sayang, menunjukkan bahwa kasih sayangnya kepada Attala tidak akan berkurang, walau ada bayi lain hadir di rumah ini. Attala tertawa terbahak karna Nisa memborbardir dengan ciuman bertubi. "Dedek Atta ngiri sama dedek bayi?" tanya Nisa. Bola mata bulat mengerjap mencerna ucapan Nisa. "Bener kan Atta ngiri, nggak boleh ngiri, Mamah, Opa, Oma tetep sayang sama kamu, ya!! Attala juga harus sayang sama dedek bayi oke!!" ujar Nisa mengajarkan Attala, anak lelaki Damar dan Kirana. Attala tersenyum melihat raut wajah Nisa, bayi satu tahun ini kembali terbahak karna di serang ciuman oleh Nisa. Damar baru saja pulang dari kantor, bibirnya tersenyum bahagia melihat Nisa dan seluruh keluarga menyayangi kedua putra putrinya. Melihat Damar pulang Nisa segera menyambut suaminya, memberinya sesajen khas suami baru pulang kerja. lelaki ini memandang bayi dalam ayunan, mem

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 175

    Mentari memberi kehangatan pada penduduk bumi. Nisa menghampiri Damar yang sedang bercermin, wanita muda ini mengambil krim penghilang kemerahan di wajah Damar akibat gigitan semut semalam. "Mas, maafin Nisa ya!" ujar Nisa dengan wajah menggemaskan, tangannya lincah membubuhi krim di wajah suaminya. Damar mengangguk. "Buat Mamah cantik, sama calon dedek bayi apa sih yang nggak," ujar Damar tulus, tangannya mengelus perut Nisa yang sudah sedikit menonjol. Nisa merangkulkan tangan di leher Damar, mencium lembut bibir suaminya. "Makasih ya, Mas, dedek bayinya seneng banget." Setelah mencium Damar Nisa menarik tangan lelaki atletis ini keluar kamar. Karna tangan lelakinya sudah semakin menggerayang ke tempat lain.Damar merangkul pinggang Nisa erat, berjalan turun ke bawah, sampai di bawah Nisa langsung menuju kulkas hendak mengambil buah yang suaminya petik semalam. Beberapa pintu kulkas sudah Nisa buka tetapi barang yang dia cari tak ada. "Mbak, tempat ungu di sini liat nggak?" tany

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 174

    Indahnya dunia membuat banyak orang terlena. Sisi gelap dunia lebih mendominasi menampilkan kesempurnaan, keindahan juga kebahagiaan. Keindahan dunia hanyalah fatamorgana kebahagaian, daya tarik agar manusia lalai pada kebenaran dan jalan Tuhan. Tetapi bagi mereka yang mendapatkan keindahan dunia dan menggunakan dengan baik, untuk kebaikan diri dan orang lain, maka mereka mendapatkan kebaikan dari apa yang dia miliki dan menjadi bekal kehidupan abadi kelak. Damar lelaki penyayang ini duduk di bangku kebesarannya mendengarkan Roni menyampaikan pencapaian-pencapaian semua bisnis yang sekarang dalam genggaman. Semua usaha yang awalnya di niatkan untuk membantu masyarakat nyatanya menghasilkan rupiah di luar ekspektasi. Wajah cerah, senyum menawan terukir di bibir Damar, begitu pun Roni tak henti menjelaskan apa yang harus dia jelaskan dan paparkan. "Makasih Ron, sudah membersamai saya selama ini, saya harap apa yang kita kerjakan bisa memberikan kebaikan untuk orang lain terutama unt

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 173

    "Duduk dulu, Bu," ujar Damar, di buat sesantai mungkin. Melihat tak ada reaksi apapun dari Damar membuat Ivana makin meradang. "Pak Damar nggak cemburu liat istrinya di peluk lelaki lain?" tanya Ivana berapi-api. Damar mencoba tersenyum senatural mungkin. "Nanti bisa saya tanyakan ke istri saya, Bu. Jadi Bu Ivana tak usah repot-repot, menunjukkan hal seperti ini kepada saya, lain kali."Mendengar penuturan Damar, Ivana mengepalkan telapak tangan kencang, hingga kuku menancap pada telapak tangan. "Oke, kalo foto ini memang nggak berpengaruh," ujar Ivana, "Permisi. Sekarnag pasti lelaki ini sedang ada di rumah Pak Damar." Ivana bangkit dari duduk lekas meninggalkan kantor. Setelah Ivana pergi Damar memanggil Roni berbincang, lalu dia meninggalkan kantor. Dengan Cepat Damar menaiki mobil tanpa supir. Klakson berbunyi nyaring di depan pintu pagar yang menjulang tinggi, dengan cepat Rudi membuka pagar. Hati Damar sedikit terbakar tadi, tapi sebisa mungkin dia harus bisa meredam segal

DMCA.com Protection Status