All Chapters of Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan: Chapter 211 - Chapter 220

344 Chapters

Bab 211. Nanti dikira pesugihan.

"Siapa bilang, kata pak ustadz, suami yang seharusnya melayani istri, cuma kalau suami sibuk, barulah istri boleh membantu."Pada akhirnya mereka hanya tertawa dan jadi rebutan piring.Sikap Heru inilah yang membuat Nita begitu mencintai suaminya tanpa pamrih. Tidak pernah ingin mengeluh, tidak pernah berpikir untuk pergi sedikitpun, meskipun mereka hidup penuh kekurangan dan pernah berada di titik terendah sekalipun. Selalu penuh senyuman.Nita melihat wajah suaminya, meskipun terlihat tenang, tapi Nita bisa tahu jika Heru sedang berusaha menyembunyikan kegelisahan."Ada apa Mas, apa ada yang dipikirkan?"Heru tersenyum, mengelus pipi Nita. "Tau saja kamu ini kalau orang lagi puyeng." Heru kadang merasa aneh, istrinya ini tidak bisa dibohongi."Tau lah. Ada apa?"Heru menghela nafas panjang, "Kebun tempatku bekerja dijual Nit, dan yang beli sudah ada anak buah tetap. Jadi kami diberhentikan. Puyeng, harus cari kerjaan yang baru. Padahal bos kami itu sangat baik."Nita mengerti, betap
Read more

Bab 212. Menjelaskan pada Bapak.

Selesai Maghrib, Adi sudah berada di rumah kontrakan Heru. Nita membuatkan dua cangkir kopi untuk mereka berdua.Karena tidak ada ruangan lain, Heru dan Adi mengobrol di ruangan depan sekaligus yang juga dijadikan ruangan kamar untuk mereka. Tapi rata-rata Kontrakan di sana memang seperti itu, jadi sudah tidak heran lagi. Makan ya disitulah, tidur ya disitu, ada tamu atau teman main pun ya tetap disitu. Kecuali dapur dan tempat mandi, memang berpisah."Gimana-gimana? Mau ngajak kerja apa nih? Aku tadi di telepon belum terlalu jelas." Adi bertanya setelah menyesap sedikit kopi buatan Nita."Jadi gini Di, gimana kalau kamu bekerja saja sama aku, buat batako untuk rumah kami. Kamu kan bisa, gimana? Kamu mau gak? Boleh borongan, harian juga boleh. Terserah bagaimana baiknya." Ucap Heru menjelaskan.Adi manggut-manggut, paham dengan apa yang diutarakan oleh Heru."Jadi ini seriusan?" Dia bertanya, bukan tidak yakin sebenarnya hanya saja Adi sekedar ingin basa-basi saja."Serius lah, kalau
Read more

Bab 213. Meradang

Mereka belum menjawab, sampai bapak kembali berujar."Kalau bapak tau darimana kalian dapat uang kan enak, apa dari keluarga Nita, atau dari mana, kan kalau ada orang ngomong macam-macam, bapak bisa jelasin.""Bukannya orang tua itu cerewet Her, Nita. Tapi mau gimana pun namanya anak. Meskipun bapak selama ini nggak bisa bantu apa-apa ke anak, yang namanya anak tetap kepikiran kalau ada apa-apa." Ucap Bapak. Kali ini dia lebih lembut.Nita menyenggol lengan suaminya. Memberi kode agar suaminya menjelaskan.Heru berdehem, kemudian mulai menjelaskan. Mengerti atau tidak, dia berusaha menjelaskan. Dan bapak beserta ibu, manggut-manggut.Mereka sebenarnya tidak terlalu paham, tapi mulai sedikit mengerti apa yang dijelaskan oleh Heru."Oalah, pantes aja. Ibu juga pernah denger dari Anas. Kalau gak salah ya begitu kata Anas. Kalian dapat uang dari Nita yang gajian, kerja nulis. Tapi ibu gak paham, nulis apa gitu kata Anas." Ibu langsung menyela.Sementara Bapak, ikut mengucapkan syukur."Al
Read more

Bab 214. Bertemu lagi dengan gadis gila.

Saat ini Andi sang suami keluar dari dalam kamar. Seharian ini memang sedang libur bekerja karena sejak kemarin mengeluh sakit pinggang."Ngapain bengong ngeliatin orang?" Andi menegur sang istri."Itu Mas, Nita sama Heru, dapat uang dari mana ya mereka? Kok bisa buat batako?" Rani bertanya sambil melirik kearah Adi dan Heru yang masih sibuk bekerja."Gak tau lah. Mungkin Mereka nabung. Kan buat batako juga gak banyak banyak amat biaya. Mereka cuma masih nyicil dulu katanya.""Oh, jadi belum langsung mau diriin ya?" Rani kembali bertanya."Kamu kira mau berapa uang habis buat rumah itu? Apa apa mahal sekarang. Kita aja yang cuma Papan seperti ini hampir habis 20 an juta. Apalagi kalau mau buat rumah batako? Mereka itu cuma nyicil aja katanya, mumpung si Heru gak ada kerjaan." Jawab Andi."Tapi itu si Adi bukannya kerja?""Paling cuma bantuin aja. Kan sama sama lagi nganggurnya."Rani mulai sedikit lega mendengar penjelasan suaminya. Dia mengira jika mereka akan langsung mendirikan rum
Read more

Bab 215. Sudah dekil, banyak hutang!

"Hei, lepaskan dia. Aku akan membayar hutangnya. Ayo lepaskan!" ucap Azam pada dua pria itu."Tuan, Muda?" Arumi merasa seperti tidak percaya."Kamu serius akan membayar hutangnya, Bung?""Ya. Katakan saja berapa hutangnya." jawab Azam."Sepuluh juta. Kamu bisa melunasinya sekarang? Jika tidak, kami akan tetap membawanya.""Ck, hanya segitu. Tunggu sebentar." Azam merogoh dompetnya."Sial! Tidak ada uang cash rupanya." gumam Azam. Terpaksa dia mengeluarkan selembar cek, mengambil pena di balik jasnya kemudian menulis dahulu nominal yang sengaja ia lebihi dari nominal yang di sebut mereka tadi."Aku tidak membawa uang cash. Ambil ini. Itu sudah aku lebihi. Cepat lepaskan dia!" Azam memberikan cek tersebut yang langsung disambar satu pria itu. Setelah meneliti, Pria itu tersenyum dan mendorong tubuh Arumi ke arah Azam yang cepat menangkap tubuhnya agar tidak terjatuh."Begini kan, bagus. Jadi kamu tidak merepotkan kami lagi!" ucap pria itu, melangkah pergi diikuti temannya.Azam langsun
Read more

Bab 216. Akan membangun rumah.

Hari-hari telah berlalu dengan kelelahan Heru dan Adi yang masih sibuk seputar penyiapan bahan bangunan.Keringat mereka bercucuran terbakar matahari yang sangat menyengat. Capek dan haus. Mereka sampai menghabiskan es batu hingga dua teko dalam setengah hari ini.Sekarang mereka duduk di depan gubuk sambil menyalakan rokok. Dua pria itu menatap tumpukan Batako yang sudah tinggi. Jika diperkirakan ini sudah cukup bila untuk mendirikan rumah yang cukup besar bahkan beserta Dapurnya."Mungkin cukup. Kalau nanti ada kekurangan bisa pesan saja." Ucap Heru.Adi menoleh, mengerutkan dahinya."Walah. Jadi aku libur dong?" Dia sudah sedikit resah memikirkan mau cari kerja dimana lagi."Kamu mau lanjut kerja?" Tanya Heru."Ya iya kalau ada. Itu ngoret-ngoret calon belakang rumah jadi lah Her." Iba Adi.Heru tertawa jadinya. "Nggak segitunya juga kali Di, kan kita belum ada kayu. Jadi bisa cari kayu. Tapi istriku minta beli jadi saja kayunya. Biar bagus katanya."Adi yang tadi hampir lega kemba
Read more

Bab 217. Cari informasi.

"Aku kok jadi aneh lho, Mas. Itu gak wajar mereka. Bahan bahan itu aja udah lebih dari 100 juta. Belum bayar tukang. Dari mana coba mereka bisa dapat dana sebanyak itu dalam Waktu singkat?" Lagi-lagi Rani bertanya pada suaminya."Ya gak tau lah. Namanya juga rezeki orang. Kita gak tau dari mananya. Kalau mau lebih jelas, Sono tanya sendiri!" Jawab Andi makin terbakar rasa tidak nyaman.Selama ini menurutnya, dia sudah berusaha dengan gigih. Bekerja siang malam, ibarat kata kepala jadi kaki, kaki jadi kepala. Tapi hasilnya tetap masih begini saja. Heru yang sering tidak bekerja malah sudah punya banyak kemajuan.Dia melirik punggung Istrinya yang benar-benar pergi mendatangi Nita untuk cari informasi.Saat sampai di hadapan Nita, Rani belum bertanya apapun. Matanya membulat melihat tumpukan bahan-bahan bangunan yang begitu banyak. Dia berpikir jika mereka ini memang akan membangun rumah yang lumayan besar.Lalu dia menoleh kebelakang, menarik ujung bibir berbentuk senyuman tipis. "Mau
Read more

Bab 218. Diserang seseorang.

"Kok enak-enakan nganggur? Setiap hari mas Heru kepanasan. Bercucuran keringat. Angkat batako angkat semen. Ngaduk pasir. Itu kalau kalau kerja tempat orang ya dapat uang. Berhubung kerja ditempat sendiri gak dapat uang. Tapi kan mengurangi biaya. Jadi sama aja mas Heru gak nganggur." Jawab Nita. Dia sedikit kesal karena Akhir akhir ini Heru sering mengeluh karena tidak bekerja."Mas." Sekarang Nita duduk di samping Heru sambil menyodorkan secangkir kopi."Aku tuh ada rencana. Ini kalau mas Heru setuju. Jadi begini, doain aku terus dapat pendapatan seperti ini."Heru menoleh, menatap wajah serius Nita."Rencana gimana?""Jadi begini. Nanti setelah kita pindah, buatlah bangunan di samping teras itu. Nanti kita isi bahan-bahan sembako. Kita buka toko kecil-kecilan dulu. Disana kan belum ada warung maupun toko. Mana calonnya disana itu rame lho Mas. Percaya deh sama aku. Dikit-dikit, tapi kita lengkapi semua. Ada Bensin dan juga pulsa. Pasti lumayan."Heru terperangah. Dia tidak menyangk
Read more

Bab 219. Kemakan sumpah.

"Aku tidak sengaja melihat mobilmu. Pas aku ingin mengintipmu, aku sangat terkejut melihat dua pria tadi sudah menyeretmu. Kebetulan aku sedang memegang ini. Jadi, ku pukul saja dia . Dan ku injak-injak saja tangannya." Jelas gadis itu."Hebat kan aku! Bisa merobohkan seorang berandalan!" Arumi membusungkan dadanya."Hebat kepalamu itu! Lain kali jangan bertindak ceroboh!"Azam malah membentaknya."Kamu ya, tidak berterima kasih padaku karena sudah menolongmu, malah marah!Dasar payah! Kamu itu manusia bukan sih?" Umpat Arumi.Azam menyerngitkan alisnya, merasa bersalah dengan suara kerasnya tadi."Masalahnya, kalau pria tadi tidak terjatuh. Kepalamu yang akan pecah, bodoh! Ini pistol asli. Kamu pikir mainan??" Dia menodongkan pistol milik pria tadi ke dada Arumi."Aa.. singkirkan itu dari ku!" Teriak Arumi langsung menepis tangan Azam dengan wajahnya yang menjadi pucat.Azam hanya tersenyum tipis kemudian menyelipkan pistol itu di balik kemejanya. Sambil berpikir, siapa orang-orang ta
Read more

Bab 220. Terbayang si jelek.

"Aku akan membayarnya. Tiga bulan gaji. Sudah cepat makan. Aku buru-buru!""Benar ya? Tiga bulan gaji. Kalau bohong awas ya? Aku akan menyumpahi mu lagi." Arumi menuding hidung Azam , yang langsung menepisnya."Jangan dipotong hutang dulu!" kembali Arumi menuding.'Ya Ampun!' Azam sangatlah dongkol. Baru kali ini hidungnya di tunjuk seseorang. Gadis ini, sudah dekil kurang ajar pula. Untung dia sudah menyelamatkannya. Jika tidak, entahlah.Azam sudah selesai makan, dia melirik Arumi yang juga sudah selesai. Dia menggelengkan kepala saat Arumi dengan sengaja membungkus sisa makanan mereka ke dalam kantong plastik yang baru saja dia minta dari pelayan."Eh, rumput! Sudah! Bikin malu saja kamu ini!" Azam menegur karena kesal."Sayang, Tuan muda. Kan sudah dibayar. Mubazir. Mending kubawa pulang. Bisa untuk makan malam." Arumi menjawab tanpa mempedulikan ekspresi kesal Azam yang sejak tadi sudah tengok sana sini."Ah, terserahlah. Cepat, cepat!" Dia melangkah duluan meninggalkan Arumi.A
Read more
PREV
1
...
2021222324
...
35
DMCA.com Protection Status