All Chapters of Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan: Chapter 231 - Chapter 240

344 Chapters

Bab 231. Kenapa hutangmu begitu banyak?

Azam melajukan mobilnya setelah Arumi duduk manis di sampingnya. Dia mengarahkan mobil ke kost milik Arumi, setelah sempat mengajak gadis itu mampir ke restoran untuk membungkus beberapa makanan untuk makan malamnya.."Besok kamu berangkat lagi ke kantor." ucap Azam yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Arumi. Wajahnya masam, sedikit sedikit dia melirik jam di pergelangan tangan Azam. Azam sempat merasa aneh saat memergoki aksinya.Mobil itu berhenti sedikit jauh dari tempat kost milik Arumi."Turun lah." Azam menoleh pada Arumi."Terima kasih ya, Tuan Azam!" Arumi membuka pintu."Beristirahatlah dan jangan keluar lagi agar kamu segar. Besok kita akan sedikit lebih sibuk dari pada hari ini!""Iya tuan." Arumi pun melangkah keluar mobil dan berjalan ke arah kost nya.Azam hanya tersenyum memandangi langkah kecil Gadis itu hingga benar benar menghilang dari matanya.Agak lama Azam terdiam disitu, rupanya dia sedang memikirkan kejadian di kantor tadi, ketika dia mendekap dan menciumi P
Read more

Bab 232. Ingin mendengar cerita.

"Tidak! Jawab dulu pertanyaan ku. Tidak mungkin jika tidak ada sebab kamu bisa banyak hutang seperti itu! Itu hutang untuk apa?""Itu hutang Ayahku. Puas!""Ayahmu?" Azam tercengang."Iya. Hutang ayahku, dan ayahku sudah meninggal, jadi aku yang harus membayarnya. Jika tidak, Ayahku tidak akan tenang disana. Cepat lepaskan aku!""Tidak Arumi. Kamu tidak boleh memulung lagi. Ayo masuk. Ayo masuk!"Azam menarik paksa Arumi untuk kembali ke tempat kostnya."Mana kamarmu. Yang mana kamarmu?""Tuan! Kamu ini kenapa sih?""Kembali ke kamarmu Arumi. Kamu ini anak gadis. Mana bisa malam malam keluyuran di jalanan untuk mencari barang bekas?" Azam terus menggelandang tubuh Arumi."Tuan. Aku sudah biasa melakukannya?"Azam berhenti, menoleh pada Arumi."Mulai sekarang, jangan biasakan lagi. Aku tidak mau kamu jadi pemulung!""Tapi,""Aku akan membayar semua Hutangmu. Katakan saja. Pada siapa saja dan berapa saja. Kamu dengar aku kan Arumi? Aku akan membayarnya! Tanpa memotong gajimu. Kamu tidak
Read more

Bab 233. Azam memang beda.

"Dulu, setiap hari aku menangis karena takut ibu mati. Ayah bilang, ibu tidak akan mati. Dia akan menemaniku sampai tua. Tapi harapan itu sia-sia. Mereka pergi meninggalkan aku secara bergantian." Arumi menangis sesenggukan, ketika menceritakan kenangan pahit yang dialaminya saat harus kehilangan kedua orang tuanya.Hati Azam pilu mendengar cerita gadis itu."Eh, eh. Tidak usah menangis. Kamu kan sudah bekerja. Kehidupanmu akan jauh lebih baik. Aku akan membantumu membuat ayahmu segera tenang disana." Azam kembali mengusap air mata Arumi dengan ujung bajunya."Kenapa memakai itu, Tuan? Bajumu jadi basah, kan? Kalau rusak bagaimana? Ini pasti mahal harganya.""'Astoge.., ni anak!'Azam jadi ingin tertawa. 'Benar benar ya? Masih melow begini, sempat-sempatnya memikirkan bajuku?'"Baiklah. Mulai besok, bekerjalah dengan baik. Bantu aku mengurus perusahaan ayahku. Kamu paham?"Arumi mengangguk."Jangan lagi memulung!""Iya, Tuan. Tidak lagi.""Em, kalau begitu aku pulang."Arumi mendonga
Read more

Bab 234. Disuruh merantau

"Gimana Pak, udah selesai panennya?" Heru berbasa basi pada bapak yang sudah duduk di kursi sofa. Dia duduk sambil menggoyang-goyangkan pantatnya mencoba sofa baru milik mereka. Sementara ibu langsung mengambil Gemilang dari tangan Nita. Ya meskipun Gemilang ini adalah cucu tiri Bu Nur, tapi dia sebenarnya sangat sayang. Dia belum punya cucu. Baru ini lah. Dua anaknya masih SD.Kadang dia kangen setengah mati, tapi ya begitulah. Bapak sering malas mengantar ibu ke rumah mereka."Ini sofanya baru ya?" Bapak belum menjawab pertanyaan Heru, malah bertanya. Soalnya waktu pindahan itu dia tidak melihat ada sofa. Kok sekarang sudah ada."Udah Minggu kemarin belinya, Pak. Ini yang murahan kok." Nita yang menjawab."Ya Allah.. Syukurlah, Nak. Kalian terus ada kemajuan." Sahut ibu sambil menimang Gemilang."Pak, udah panennya? Gimana hasilnya?" Heru kembali bertanya."Udah selesai. Hasil ya sebenernya lumayan. Tapi ya, namanya juga modal banyak yang utang, mana lahan juga numpang. Jadi ya, has
Read more

Bab 235. Kemana anak itu?

"Ya sudah! Ini hanya saran, dipakai syukur, nggak ya nggak papa." Ucap Bapak. Mungkin dia kesal, tapi sedikit malu juga. Pada akhirnya berpamitan pulang. Ibu sampai tidak sempat makan, padahal tadi ingin makan. Akhirnya daging sapi dibungkus oleh Nita untuk dibawakan pulang saja.Sepanjang perjalanan bapak mengomel."Lagian Bapak ini aneh! Anak sudah hidup lumayan kok di suruh kerja jauh! Nggak usah nyamain anak kita sama anak orang lah. Bener kata Heru, orang itu punya prinsip masing-masing. Mereka juga sudah dewasa, gak usah nemen-nemen ikut campur urusan Anak! Nggak bagus juga!" Ibu menyahut Omelan bapak. Selama ini padahal ibu tidak pernah menyahut omongan bapak. Mungkin karena dia sangat kesal.Nita hanya bisa mengusap dada mengatakan kata "yang sabar" untuk suaminya.Heru hanya mengangguk, kemudian keduanya tersenyum dan melangkah ke kamar setelah mengunci semua jendela dan pintu.Mereka telah berjanji akan bersama-sama dalam segala keadaan. Tidak ada kata berpisah atau berjauha
Read more

Bab 236. Si kribo ternyata sakit.

"Itu Tuan, Arumi, tadi pagi saat saya samperin ke Kostnya, dia masih tidur Tuan. Saya sudah membangunkannya. Tapi dia tidak mau bangun." jawab Siska masih menunduk."Dasar pemalas!" umpat Azam, sembari pergi begitu saja.Entah kenapa Azam sangat kesal saat tau jika si kribo itu masih tidur di kostnya.Pikirannya cuma satu, melabraknya untuk memarahinya habis habisan.Azam cepat ke mobilnya dan segera melaju."Kenapa dia jadi pemalas ya? Padahal biasanya dia itu sangat aktif. " Azam berbicara sendiri lagi."Harusnya dia itu bersyukur diberi pekerjaan enak seperti saat ini. Eh, malah seenak jidatnya saja. Awas saja ya, aku akan menyentilmu.""Apanya yang enak disentil kira kira ya? Haha.. Aku akan menyentil bibirnya saja. Itu pasti menyenangkan." Azam terkekeh, menertawakan kegenitannya sendiri."Kenapa bibirmu jadi membuatku kangen sih, Jelek?"Tak perlu waktu lama, azam sudah berhenti saja di depan kost milik Arumi. Cepat turun dan berjalan ke arah kamar Arumi.Dia mengetuk pintu, beb
Read more

Bab 237. Membawanya pulang.

Azam sesering mungkin menoleh pada gadis itu karena terus mendengar rintihan dari Arumi. Dia meringkuk di jok dengan melilit selimut di tubuhnya."Selain dingin, apa lagi yang dirasa?" Azam bertanya."Kepalaku rasanya mau pecah. Seluruh tulangku rasanya mau copot." Jawab Arumi, dia tidak menoleh sama sekali."Apa kamu sering sakit seperti ini?" Azam kembali bertanya.Arumi hanya mengangguk saja. Tidak lagi menjawab. Mungkin kali ini dia benar-benar sedang menahan sakit.Tidak perlu waktu yang lama, mereka tiba di rumah sakit. Sebelum turun Azam meraih Jaketnya yang ada di jok belakang.Dia memakaikan jaket itu pada Arumi sebelum mengajaknya keluar dan masuk.Arumi tidak membantah, kali ini rupanya dia tahu diri. Tidak mungkin kan harus masuk dengan membawa selimut lusuhnya?***Azam cukup terkejut saat Dokter yang menangani Arumi memberi penjelasan terkait penyakit Arumi setelah selesai memeriksanya."Mbaknya ini, terkena penyakit tipes. Penyebabnya bisa jadi pola hidup yang tidak seh
Read more

Bab 238. Makannya sambil melihat wajahku.

Sesaat Arumi hanya mengangguk saja. Melihat Arumi mengangguk, Azam langsung memutar haluan mobilnya untuk menuju tempat yang ia sebut milik pribadinya tadi.Lumayan lama di perjalanan, mobil Azam sampai juga di tempat tujuannya. Sebuah villa kecil namun mewah dan terlihat sejuk serta asri. Terletak di pinggiran sebuah danau yang indahDia menoleh, melihat Arumi yang terlelap. Mungkin ini juga pengaruh suntikan obat dari dokter.Azam turun tanpa membangunkan Arumi. Dia membopong tubuh kecil Arumi.Dalam hati dia berkata sambil melangkah.'Kurus sekali dia ini. Seperti menggendong anak-anak saja.'Tapi baru saja langkah kaki Azam mendekati pintu, Arumi membuka matanya. Dia terkejut saat menyadari sudah ada di gendongan Azam. Dia langsung berontak dan turun dari gendongan Azam."Kenapa tidak membangunkan aku saja?""Kamu tadi tidurnya sangat terlelap. Aku jadi tidak tega.""Memang sudah sampai ya?" Mata Arumi memindai sekeliling. Meskipun kepalanya masih sangat pusing dan berat, tapi dia
Read more

Bab 239. Kamu jelek, tapi aku jatuh cinta.

"Ck, kamu ini. Memandangnya pakai perasaan dong. Pasti buburnya jadi enak.""Coba sekali lagi." Azam kembali menyuap."Masih pait Tuan., tidak manis, tidak enak ah.."Azam mendengus. "Telan telan saja lah kalau begitu. Tak perlu dikunyah. Ayo!" kembali menyuap.Akhirnya Arumi menelan beberapa bubur itu. Kemudian meminum obat."Istirahatlah, agar demammu cepat turun." Azam menarik selimut.Arumi kini tersenyum hangat, sebersit rasa syukur di hatinya, sudah ditemukan pria sebaik Azam.Kemudian Azam menyisih untuk menghubungi Rendi.Saat panggilan terangkat, Azam menceritakan apa yang terjadi kepada Rendi. Dia memang hanya berani bercerita kepada Rendi saja. Tentu saja Rendi bisa mengerti."Baiklah Azam. Paham hanya ingin memberimu pesan. Hati-hati. Anak gadis orang. Kamu Harus menjaganya. Jangan sampai membuat orang tuamu malu ya?""Siap, Paman. Azam tidak akan seperti itu."Azam menghela nafas ketika Rendi sudah mengakhiri panggilannya. Malam ini dan besok, dia tidak mungkin meninggal
Read more

Bab 240. I love you, Jelek.

"Arumi, kamu akan cantik jika bersamaku. Kamu akan kaya jika menikah denganku. Jadi apa masalahnya? Kamu tidak punya orang tua. Orang tuaku akan senang hati menganggapmu sebagai anaknya.""Tapi, aku belum siap. Aku belum mau punya pacar. Apalagi menikah.""Kalau kamu masih menolakku, aku akan mengurungmu disini. Hayo , pilih mana. Menjadi kekasihku secara baik baik atau menjadi simpanan ku di Villa ini?""Kamu Gila ya?" Arumi menghentakkan tangannya.Azam tertawa. "Aku tidak peduli. Aku mencintaimu!""Tapi aku tidak!""Terserah kamu saja. Aku tidak perlu kamu mencintaiku atau tidak!"Plup!Azam malah mencium bibir Arumi untuk beberapa saat lamanya. Gadis itu tak bisa berkutik kecuali hanya menghentakkan kakinya saja. Sampai Azam berhenti sendiri dan menempelkan kedua kening mereka, dengan kedua tangan memegang pipi Arumi. Cukup lama dengan posisi itu.Azam menarik wajahnya. Untuk menatap Arumi yang menyeka bibirnya yang basah.Wajah itu sangat tertekuk dengan bibir yang manyun. Namun
Read more
PREV
1
...
2223242526
...
35
DMCA.com Protection Status