Semua Bab Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan: Bab 201 - Bab 210

344 Bab

Bab 201. Kebeli motor baru

Mata Nita masih terbelalak. Dia cukup terkejut dengan nominal yang ia terima dari aplikasi novel online tempat karyanya nangkring disana.Dia cepat-cepat membuka aplikasi banknya yang ada di layar Ponsel untuk memeriksa saldo rekeningnya. Rupanya uang itu benar-benar sudah masuk di akun bank miliknya."Alhamdulillah, Ya Allah!" Dia berseru sendirian di dalam kamar. Entah mau meloncat atau berteriak, tapi Nita sungguh sangat bahagia.Mungkin jika untuk penulis senior yang sudah biasa mendapatkan gaji dari menulis, nominal ini tidak terlalu besar. Tapi bagi Nita yang pemula, nominal ini sudah membuatnya terkagum-kagum.Ini adalah uang pertama yang ia dapat dari hasil jerih payahnya sendiri. Selama hidupnya, baru ini dia bisa menghasilkan uang.Nita menghitung, jika untuk membeli motor seken untuk Heru, uang itu masih ada sisa untuk belanja dapur dan susu anaknya.Hatinya bersorak, dia langsung keluar dan menghampiri suaminya yang masih berusaha menghidupkan motor."Mas Heru, sudah lah.
Baca selengkapnya

Bab 202. Bertemu Gadis gila.

Bapak yang baru datang dan mengetahui jika Heru membeli motor baru, bukannya ikut senang malah marah-marah."Uang dari mana? Ngredit atau bagaimana?""Cas, Pak. Tenang saja, jadi nggak bakal malu-maluin." Jawab Heru."Nggak malu-maluin gimana? Harusnya kamu mikir dong Her, daripada beli motor baru begitu, mending mikirin beli tanah, buat rumah! Jadi bisa mandiri! Kayak Andi tuh! Udah punya tempat tinggal sendiri.""Pak," Heru berdiri dan menatap bapaknya."Jangan terus membanding-bandingkan aku dan Andi. Rejeki orang itu lain-lain. Sudah ada yang mengatur. Aku masih mampu membeli motor saja. Tapi bukan berarti aku nggak mikir buat beli tanah dan bikin rumah! Aku juga lagi nabung sedikit demi sedikit." Kali ini Heru marah dan membantah bapaknya."Ayo, Nita." Dia membimbing istrinya ke kamar."Mas," Nita ingin merengek, hatinya sedih mendengar ucapan bapak mertuanya tadi."Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Kita akan cari kontrakan saja dan pindah. Kamu mau kan? Dari pada kita cuma haru
Baca selengkapnya

Bab 203. Khayalan yang terlalu tinggi

"Tapi kamu tidak bilang jika dia itu Tuan muda Azam. Aku kan tidak tau? Belum pernah melihat wajahnya???" Rengek Arumi."Aduh... Entahlah. Pikirkan sendiri keselamatanmu. Aku tidak mau terlibat!!""Mana bisa seperti itu, Siska. Aku pasti akan dipecatnya. Bantu aku, Siska." Gadis itu terus merengek."Itu sudah pasti, kamu akan dipecatnya secara tidak terhormat. Kamu tau, Tuan muda Azam itu sangat kejam dan tidak punya toleransi, tidak seperti Tuan Gara ayahnya, yang sangat lembut dan ramah. Apalagi kamu ini hanya karyawan baru disini, tamatlah riwayatmu segera!""Aduh.. bagaimana ini? Tolong aku Siska, tolong aku. Kalau aku sampai dipecat, bagaimana nasibku, bagaimana dengan hutang-hutangku, aku banyak hutang, Siska." Arumi menarik narik lengan Siska."Ah..Mana kutahu. Bisa apa aku memangnya? Kamu pikir pangkatku apa disini untuk bisa menolongmu? Huh, dasar bodoh. Cari masalah saja bisanya!" Maki Siska , kemudian pergi.Arumi tidak bisa lagi merengek pada temannya itu, terduduk lesu sa
Baca selengkapnya

Bab 204. Bisakah dia mendapatkannya?

"Tapi Bu, Mbak Fiah saja, bisa dapat orang kota kaya. Mbak Dinda juga. Memang aku nggak boleh kalau mengikuti jejak mereka?" Rehan protes."Rehan, beda dong. Mbak Dinda dan Mbak Fiah itu kan perempuan. Mereka hanya tinggal membawa diri saja. Kalau laki-laki itu, harus membawa istri. Mencukupi kebutuhan Istri. Emang kamu punya apa untuk mencukupi Laura? Level dia jauh sekali di atas kita dibandingkan kita! Jangan ketinggian jika punya keinginan! Istighfar, Rehan!" Bu Marni marah saat itu.Makan siang mereka mulai penuh keheningan, hingga dikejutkan dengan getaran ponsel milik Laura."Mama," dia melirik sang pemanggil."Sebentar ya Bu, Rehan." Dia bergegas berdiri dan berlalu menjauh untuk mengangkat panggilan."Halo Laura! Cepat pulang!"Laura tersentak saat mengangkat panggilan, itu bukan Mamanya tapi Papanya."Pa,""Pulang! Anak gadis macam apa kamu ini, Hah! Main terus ke tempat laki-laki! Cepat pulang! Atau Papa kesana dan menyeretmu!" Belum sempat Laura menjawab, panggilan sudah d
Baca selengkapnya

Bab 205. Anda menerima pembayaran.

Hari ini, Heru dan Nita sepakat untuk pindah ke rumah kontrakan yang baru didapatkan Heru kemarin sore, dengan sisa uang milik Nita.Bapaknya Heru kembali mengoceh, marah saat mereka pamit, mengatakan akan kembali mengontrak."Nanti diusir lagi, kayak waktu itu! Bikin malu lagi!""Mudah-mudahan kali ini nggak, Pak. Biar kami mandiri nggak nyusahin Bapak terus." Jawab Heru."Sama aja lah, kalau sampai nggak kebayar ya malah malu-maluin. Mending uangnya ditabung untuk beli tanah, daripada untuk ngontrak."Heru memilih diam, karena dia tidak tau harus menjawab apa lagi.'Di tabung apanya? Kalau terus tinggal disini yang ada nombok, iya.' dalam hati Heru mengomel.Kenyataannya memang seperti itu. Bapak tidak pernah memikirkan uang belanja dapur kalau ada Heru disini.Beberapa tetangga juga ikut membicarakan Heru dan Nita. Andi dan istrinya adalah orang pertama yang mencibir."Ngontrak lagi, ngontrak lagi. Kayak kucing beranak kamu Her. Makanya buat rumah lho.. Biar nggak kayak kucing ber
Baca selengkapnya

Bab 206. Itu dolar, Mas.

Maklumlah, dia hanya lulusan SD. Bisa baca dan tulis aja sudah bersyukur. Kalau yang begituan dia sama sekali tidak paham. Hanya sekedar paham jika itu adalah Email.Nita langsung terlonjak, segera meminta ponsel dari tangan suaminya dan langsung memeriksa email yang masuk itu.Matanya terbelalak lebar dengan jantung yang berdebar kencang. Tangannya sampai gemetaran dan suhu badannya langsung panas dingin."Alhamdulillah Ya Allah..! Mas!"Dia histeris bukan main. "Aku dapat pembayaran dari Platform yang satunya! Ya Allah! Besar pendapatanku disana!"Heru langsung ikut melihat lagi. "Masa sih?""Apaan? Cuma 3000 lebih gitu." Celetuk Heru setelah melihat nominal yang hanya beberapa ribu saja itu.Nita langsung melotot pada Heru. "Mas! Ini Dollar! Bukan rupiah! Berapa coba kalau jadi rupiah, hah?""Nggak tau." Heru menggeleng."Ya Allah, Mas! Ini banyak kalau jadi rupiah. Kaliin aja, 1$ itu Lima belas ribu. Berapa coba?"Heru langsung mencoba menghitung dengan kalkulator. Dia menganga sa
Baca selengkapnya

Bab 207. Uangku, juga uangmu.

"Kapan-kapan saja lah. Yang penting kalian bisa ganti." Jawab Heru.Tentu saja dia tidak mau menghamburkan uang istrinya. Dia sudah sangat bersyukur istrinya bisa mendapatkan rezeki yang tidak disangka dengan jumlah yang sangat banyak menurutnya. Tidak mungkin Heru berani untuk berbelanja macam-macam semisal baju untuk dirinya. Apalagi jika mengingat selama ini dia belum bisa membelikan pakaian yang layak untuk istri dan anaknya.Nita tahu apa yang dipikirkan suaminya."Mas, ini uang kita ya. Bukan uangku saja. Aku nggak mau kalau mas Heru punya pikiran nggak enak mau pakai uang ini. Aku berjuang demi keluargaku, bukan untuk diriku sendiri."Heru mendongak, menatap mata Nita yang berkaca-kaca."Bukan begitu. Aku hanya,""Mas, selama ini kamu sudah berusaha segenap jiwa raga untuk anak dan istrimu. Kadang kamu gak makan hanya demi aku bisa makan. Tolong jangan sekalipun berpikir jika ini uangku, dan hanya aku yang berhak."Nita meneteskan air mata. Dia begitu mencintai pria ini, meskip
Baca selengkapnya

Bab 208. Beli Tanah .

Mendengar penjelasan Heru, membuat Andi semakin terkejut, tapi dia pura-pura tenang saja. "Iya sih, bisa bikin pakai-pakai plastik dulu gak papa. Asal gak kehujanan aja." Ucapnya, padahal dalam hati dia merasa heran, Heru dapat uang dari mana bisa beli tanah secara cash begitu.Pada akhirnya, Sore ini semua Dil, disaksikan dua warga yang sengaja diminta kehadirannya untuk menjadi saksi dan Pak RT tentunya.Dan pengesahan ini dilakukan di teras rumah Andi. Pak RT sengaja minta numpang sejenak disana. Di teras Andi lah, Heru menyerahkan uang dan Anas menyerah berkas sertifikat tanah lalu tanda tangan dari kedua belah pihak serta para saksi."Alhamdulillah.." Pak RT dan Heru mengucap hamdalah secara bersamaan. Sementara Nita tersenyum dalam hati dengan ucapan syukur yang banyak.Rani merengut di dalam rumahnya sambil mengintip di pinggiran pintu. Dia merasa kesal, dia dan suaminya saja, tanah yang mereka tempati ini masih kurang separo baru lunas dan bisa menerima sertifikat. Ini Nita, m
Baca selengkapnya

Bab 209. Uang dari mana mereka?

Beberapa hari ini Laura terus memantau akun sosial miliknya. Berharap ada pesan balasan dari Rehan. Tapi ternyata harapannya sia-sia karena tidak ada balasan pesan seperti yang dia harapkan.Laura juga mencoba untuk membuka bagian profil akun sosial media milik Rehan, berharap akan ada satu postingan saja yang bisa ia kirimi komentar agar Rehan bisa melihatnya. Tapi semua postingan milik Rehan ternyata di log.Laura benar-benar kesal luar biasa. Ketika menelpon Santi, sepupunya itu juga mengatakan kalau belum sempat pergi ke desa Rehan. Jadi Santi belum bisa bertemu dengan Rehan untuk meminta Nomor Ponselnya.Laura termenung di tepi tempat tidur. Pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Rehan.Apa dia harus pulang ke kampung halaman itu lagi? Tapi bagaimana dia membuat alasan agar diizinkan oleh orang tuanya?Saat dia sedang melamun, pintunya diketuk. Mamanya sudah membuka pintu dan masuk."Laura. Ada Reza di bawah. Bukannya malam ini kalian ada janji akan pergi makan malam diluar?"L
Baca selengkapnya

Bab 210. Nanti dikira pakai jalan nggak benar.

"Kenapa dimatiin, Mas. Nggak sopan itu namanya. Jawab dulu seenggaknya." Nita yang ada di samping suaminya langsung menegur tindakan suaminya itu. Mematikan panggilan dari orang tua yang sedang bertanya, itu seperti bukan sikap Heru yang selama ini selalu sabar menghadapi siapapun."Biarlah, dianggap nggak sopan juga bodo amat lah. Lagian mau jawab apa? Sekolahin BPKB enggak. Maling duit? Nuduh yang aneh aneh aja. Emang aku tukang maling?" Jawab Heru ketus."Kan memang pernah maling, maling beras bapak. Hayo, ngaku…" Nita malah meledek, sambil menunjuk dada suaminya. Dia masih ingat, kala itu bukan Nita tidak tau kalau suaminya datang dengan membawa beras hasil mencuri dari rumah bapaknya sendiri. Hanya saja, Nita tak sampai hati untuk membahasnya.Heru tertawa. "Kalau itu lain. Habisnya ditanya katanya gak punya. Padahal banyak. Jadi ya tak maling sekalian."Mereka berdua tertawa bersama. "Lain kali jangan seperti itu lagi ya Mas. Gak papa aku laper, dari pada harus makan beras malin
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1920212223
...
35
DMCA.com Protection Status