"Aku tidak sengaja melihat mobilmu. Pas aku ingin mengintipmu, aku sangat terkejut melihat dua pria tadi sudah menyeretmu. Kebetulan aku sedang memegang ini. Jadi, ku pukul saja dia . Dan ku injak-injak saja tangannya." Jelas gadis itu."Hebat kan aku! Bisa merobohkan seorang berandalan!" Arumi membusungkan dadanya."Hebat kepalamu itu! Lain kali jangan bertindak ceroboh!"Azam malah membentaknya."Kamu ya, tidak berterima kasih padaku karena sudah menolongmu, malah marah!Dasar payah! Kamu itu manusia bukan sih?" Umpat Arumi.Azam menyerngitkan alisnya, merasa bersalah dengan suara kerasnya tadi."Masalahnya, kalau pria tadi tidak terjatuh. Kepalamu yang akan pecah, bodoh! Ini pistol asli. Kamu pikir mainan??" Dia menodongkan pistol milik pria tadi ke dada Arumi."Aa.. singkirkan itu dari ku!" Teriak Arumi langsung menepis tangan Azam dengan wajahnya yang menjadi pucat.Azam hanya tersenyum tipis kemudian menyelipkan pistol itu di balik kemejanya. Sambil berpikir, siapa orang-orang ta
"Aku akan membayarnya. Tiga bulan gaji. Sudah cepat makan. Aku buru-buru!""Benar ya? Tiga bulan gaji. Kalau bohong awas ya? Aku akan menyumpahi mu lagi." Arumi menuding hidung Azam , yang langsung menepisnya."Jangan dipotong hutang dulu!" kembali Arumi menuding.'Ya Ampun!' Azam sangatlah dongkol. Baru kali ini hidungnya di tunjuk seseorang. Gadis ini, sudah dekil kurang ajar pula. Untung dia sudah menyelamatkannya. Jika tidak, entahlah.Azam sudah selesai makan, dia melirik Arumi yang juga sudah selesai. Dia menggelengkan kepala saat Arumi dengan sengaja membungkus sisa makanan mereka ke dalam kantong plastik yang baru saja dia minta dari pelayan."Eh, rumput! Sudah! Bikin malu saja kamu ini!" Azam menegur karena kesal."Sayang, Tuan muda. Kan sudah dibayar. Mubazir. Mending kubawa pulang. Bisa untuk makan malam." Arumi menjawab tanpa mempedulikan ekspresi kesal Azam yang sejak tadi sudah tengok sana sini."Ah, terserahlah. Cepat, cepat!" Dia melangkah duluan meninggalkan Arumi.A
Sementara itu di kampung.Hari ini Nita dan Heru sudah mulai pindah setelah rumah mereka selesai dipasang keramik dan kWh. Hanya bagian dalam yang sengaja mereka bagusi terlebih dahulu karena ingin segera dihuni. Bagian luar urusan nanti menurut mereka.Kalau dulu mereka sering pindah dengan menggunakan motor dan mengusung barang milik mereka dengan mondar mandir beberapa kali, sekarang tidak. Mereka menyewa sebuah mobil kijang milik tetangganya karena perlu membawa beberapa barang yang sempat mereka beli saat masih di kontrakan. Seperti lemari dan rak piring.Rani melotot saat melihat mereka sibuk. Beberapa tetangga turun tangan untuk membantu memindai barang tapi dia hanya melotot saja dari teras rumah. Alasannya, anak masih demam. Jadi tidak bisa membantu.Beberapa bapak-bapak membantu memasukkan barang dan langsung menata. Dan beberapa ibu-ibu menurunkan belanjaan. Malam ini Nita berencana untuk memasak besar dan mengadakan syukuran untuk rumah baru mereka.Bu Nur dan Pak Rahmat j
Hari-hari disini sudah mulai berjalan dengan banyak kebahagiaan."Mas, Gemilang sudah tidur. Aku mandi dulu ya, baru masak." Suatu siang dia bicara pada suaminya."Biar aku yang masak sambil nyuci. Kamu mau dimasakin apa?" Heru menjawab demikian."Hehe. Terima kasih. Apa saja, pasti aku makan. Kalau begitu, abis mandi aku mau ngebut nulis ya?" Jawab Nita. Dia memang sedang memikirkan untuk mengejar target bulan ini. Agar bulan depan bisa mendapatkan pendapatan yang lebih, supaya bisa segera membuatkan usaha untuk suaminya.Nita kasihan pada Heru yang mulai berpikir mencari pekerjaan. Dia juga lebih suka jika suaminya tidak bekerja pada orang lain lagi melainkan punya usaha sendiri."Siap Buk Bos. Jangan khawatir. Masakan akan segera siap. Cucian juga, nanti kamu tinggal jemur."Heru memang begitu, dia sangat pengertian. Ini bukan karena Nita bisa menghasilkan uang. Heru memang selalu membantu pekerjaan rumah jika tidak bekerja. Bukan karena sekarang dia menganggur dan istri yang bisa
Di kota.Malam ini Azam berniat menemui Riko dirumahnya. Tapi karena malam ini Riko sedang pergi dan menginap di rumah neneknya, dia memutuskan untuk menemui Rendi saja. Dia sudah menelponnya dan mereka sudah janjian.Azam memang lebih dekat dengan Rendi dibanding dengan Riko. Menurut, sikap Riko yang terlalu tegas dan waspada melebihi ayahnya membuatnya merasa kurang nyaman. Sebenarnya Riko memang harus mengambil sikap seperti itu, tidak peduli dengan siapapun. Anaknya sendiri, adik ataupun anak-anak Gara.Dia hanya ingin mendidik mereka dengan baik agar bisa mengikuti jejak orang tuanya.Azam menceritakan kejadian yang ia alami kemarin pada Rendi."Apa kamu punya musuh?" Rendi bertanya."Mana ada, Paman? Aku ini anak yang baik. Kumpul sama teman saja gak pernah. Musuh dari mana?" Bantah Azam.Rendi merenung sejenak. "Musuh tidak ada, lalu bagaimana dengan para gadis yang kamu kecewakan?"Azam terbelalak, sedikit terkejut saat Rendi bertanya demikian.Rendi bukan tidak tahu bagaimana
Di jalanan yang masih sepi. Hanya masih terlihat beberapa pengguna jalan saja. Pagi ini Mobil yang dikendarai Rendi terus melaju dengan kecepatan yang sedang.Mereka baru saja kembali dari kantor polisi. Menyerahkan dua orang berandal yang tempo lalu menyerang Azam.Awalnya Azam tidak setuju untuk menyerahkan mereka pada pihak yang berwajib. Dia ingin menghakimi mereka.Rendi paham jiwa kuda Azam. Tapi dia tidak mungkin membiarkan Azam jatuh dalam masalah yang akan menyeret nama baik keluarga Mahendra. Rendi terus membujuk Azam agar bersedia menyerahkan segala sesuatunya pada polisi saja. Polisi yang akan menangani kasus ini dan menyelidiki siapa dalang dibalik mereka.Pada akhirnya, Azam setuju.Setelah beberapa saat diperjalanan, akhirnya mobil itu pun tiba di rumah besar milik Rendi.Setelah Rendi turun, Azam kembali menghidupkan Mobilnya."Azam, kamu akan pergi ke kantor?" Rendi bertanya. Padahal mereka sudah sepakat jika hari ini akan mengambil cuti terkait penangkapan dua orang
"Aku akan menjaganya. Jangan meminta uang Tuan kembali ya?" ucap Arumi sambil cengar-cengir.Azam tersenyum, "Begitu kan, bagus. Kamu memang harus menurut, karena aku ini sekarang atasanmu. Dan kamu Asisten pribadiku. Mengerti?""Ah, iya Tuan. Mengerti." Arumi pun mengangguk penuh semangat."Tapi, apa pekerjaanku Tuan?""Pekerjaan? Ah, iya. Apa ya?" Azam sendiri merasa bingung memikirkan pekerjaan untuk Arumi, karena biasanya dia akan melakukan pekerjaannya sendiri tanpa bantuan siapapun."Tidak ada ya? Bagaimana kalau aku menjadi Office Girl lagi saja, Tuan. Itu pasti menyenangkan." usul Arumi."Hah! Menyenangkan kepalamu itu! Sudah habis uang banyak untuk ke salon, kamu hanya akan bekerja sebagai Office Girl? Mana bisa. Aku akan merugi." Jawab Azam."Ck, lalu apa? Memelototi anda begini saja? Tidak mungkin kan?" ucap Azam."Kamu bisa membantuku disini. Mengerjakan semua tugas kantor. Menemaniku makan, menemaniku menemui tamu. Dan, masih banyak lagi!""Hm, mana bisa. Aku tidak menger
'Ini? Tuan Azam berpura pura tapi seperti sungguhan sih? Menyebalkan!'Arumi hendak berontak, tapi Azam cepat berbisik padanya. "Bantu aku, atau kamu akan aku pecat!"Arumi merinding dengan bisikkan Azam. "Eh, i,iya." berbisik juga.Kemudian menatap Levia."He, kamu! Aku ini sebenarnya memang bukan pacarnya Azam. Tapi, tapi.. Ya.. Begitulah. Aku calon istrinya. Dia sudah terlanjur melamarku. Langsung di depan orang tuaku!""Kamu pasti bohong! Kamu baru saja mengatakan kalau kamu tidak mau dengan Azam kan?!" teriak Levia ,tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Arumi."Ya mau bagaimana lagi. Ayahku sudah menerimanya. Masa iya aku tolak. Aku tidak mau jadi anak durhaka."'Hiya,. Maafkan aku Ayah! Aku harus berbohong!!' pekik hati Arumi."Azam! Kamu hanya ingin mempermainkanku? Kamu mengatakan jika tidak bisa mencintai siapapun wanita!" Levia masih saja ingin bertahan."Itu benar, aku memang tidak pernah mencintai wanita manapun kecuali dia ini." Bicara begitu, Azam sambil menciumi p