Part 27 “Jadi bagaimana, Bu? Jadi kah anak ini sekolah di sini? Berdasarkan nilai, dia sudah melampaui.” Ucapan kepala sekolah membuat aku tergagap dan mengalihkan pandang. Tadinya hanya berniat mengetes sejauh mana kemampuan Dinis, tetapi kenapa jadi terjebak seperti ini? Ah, sekolah yang sekarang kami kunjungi agak jauh dari rumah. Tidak mungkin Dinis akan jalan kaki setiap pagi dan siang. meminta sopirku mengantar jemput dia? Itu terlalu spesial. “Saya pikir-pikir dulu ya, Bu. Tadinya saya kira dia tidak mampu untuk mengerjakan soal yang diberikan.” Kepala sekolah menatap tidak suka. “Bu, kalau Ibu hanya mencoba-coba saja, seharusnya anak ini jangan dibawa kesini,” ucapnya. “Dinis, tunggu di luar,” perintahku pada Dinis. ANak itu menurut saja. “Begini, Bu, saya memang penasaran dengan otak anak pembantu saya ini, makanya saya bawa ke sekolahan Ibu. Tetapi bila dia diterima, apakah mampu berangkat dan pulang jalan kaki? Terus untuk biayanya, pasti besar ya, Bu?” “Seharusnya
Read more