Part 13“Mbak, makan dulu, Mbak ....” Sebuah ketukan di depan pintu membuatku bangun. Jujur saja, perut memang minta diisi.“Dinis, Mbak, bangun, kita makan yuk!” ajakku pada Dinis yang baru saja terlelap. Aku menggoyang-goyangkan badannya pelan.Dinis membuka matanya perlahan. “Ibu, aku lapar,” ucapnya pelan.“Iya, makanya, ayo kita makan,” ajakku lagi.Entah bagaimanapun sikap dari keluarga ini yang tiba-tiba berubah, perutku punya hak untuk diisi. Setidaknya agar punya tenaga untuk menghadapi kenyataan yang entah seperti apa. Sejak kedatanganku di rumah ini, aku punya firasat yang tidak baik.Suasana dapur tidak ramai, tetapi tidak juga sepi. Beberapa orang masih memasak di sana. Namun, tak satupun yang mau bertanya padaku.“Makan dulu,” ucap Wati sambil menyodorkan dua piring nasi dan sepiring bihun berbumbu kecap.Mataku menangkap setumpuk ayam yang sudah dimasak yang terletak di nampan, tak jauh dari kami. Aku melirik Dinis. Ia melihat makanan yang terlihat lezat itu dengan urat
Baca selengkapnya