Home / Rumah Tangga / HADIAH MUKENA DARI IBU / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of HADIAH MUKENA DARI IBU: Chapter 31 - Chapter 40

66 Chapters

Part 29 B

Sampai kembali di kamar, aku membuka amplop dari bu Normi. Jumlahnya lebih besar dari gaji yang Sumi katakan. Lagi, bibir i ni mengukir sebuah senyum. Hidup memang penuh kejutan dan kita harus siap dengan jalan takdir apapun yang akan menghampiri.Belum lama kami datang ke rumah ini dengan perasaan cemas. Takut kalau tidak bisa diterima karena datang dengan membawa dua orang anak. Diri sempat berpikir jika mungkin saja tenagaku hanya akan terkuras tanpa bayaran, tetapi nasib berkehendak lain.Aku bersujud dan menangis, mengucap syukur atas kemudahan yang Allah berikan. Semua berkat kuasaNya.“Ibu ....” Sebuah panggilan membuat tubuhku bangkit dari posisi tertelungkup di atas lantai.“Ya, Mbak?”“Ibu kenapa menangis? Apa Ibu ingin pulang juga sepertiku?” tanya Dinis sambil mengusap mata setelah bangun tidur.Aku menggeleng dan mendekatinya. “Ibu menangis bahagia karena habis dapat gajian. Ternyata bu Normo memberikan ibu gaji yang lumayan,” jawabku sambil memeluk tubuh mungilnya.“Bena
last updateLast Updated : 2024-04-16
Read more

Part 30 A

Part 30Malu. Itu yang kurasa saat memandang pantulan diri di cermin. Rambut yang dipangkas sampai atas bahu serta berbau wangi, kalung dengan liontin permata melingkar di leher semakin menambah aura yang berbeda.“Begini ‘kan cantik,” puji bu Normi membuatku semakin tersipu.Bagi aku yang tidak berdandan, rasanya tidak nyaman sekali dan sepertinya bu Normi tahu apa yang kurasa.“Wanita itu harus bisa merawat dirinya sendiri. Terkadang tidak sepenuhnya salah suami jika dia berpaling. Kita juga perlu introspeksi diri apakah sudah berpenampilan menarik di hadapan dia, atau belum. Yah, meskipun sih, tetap saja orang selingkuh itu salah. Dan juga, ada lelaki yang tidak kasih nafkah, tetapi menuntut agar cantik. Ada lagi lelaki yang meskipun istrinya sudah cantik tetap keliaran mencari wanita lain. Apapun itu, kita sebagai wanita harus menghargai diri sendiri,” ucap Bu Normi saat kami sudah keluar dari salon dan makan di sebuah warung bakso.“Terima kasih untuk hari ini, Bu,” balasku pada
last updateLast Updated : 2024-04-17
Read more

Part 30 B

Pak Harun tergagap dan mengalihkan pandang. “Taruh di kamar saja sama bereskan piring yang kotor,” jawabnya sambil membenahi korang yang sempat terlepas dari tangan.“Baik, Pak, saya letakkan barang-barang saya ini dulu.” Aku pamit sambil berjalan ke belakang.“Kamu tahu tempat salon dari mana?” Pertanyaan pak Harun membuat langkahku terhenti.“Maaf, Pak, Bu Normi yang memaksa saya melakukan ini. Sebenarnya saya sangat malu dan lebih nyaman dengan penampilan ala orang desa.”“Bagus dong kalau kamu berubah. Sekarang hidup di kota, jadi, jangan kayak orang kampung lagi,” celetuk pak Harun dan aku memilih tidak menyahut. Rasanya malu sekali dan ingin segera bersembunyi.Aku abai pada kalimat yang diucapkan majikanku itu, memilih setengah berlari masuk kamar.***Seperti biasa, setelah Maghrib, aku mengajar mengaji Dinis, lalu mengambilkan makanan, lalu menyuruhnya belajar. Meski kedua majikan baik, untuk makan, tetap dilakukan di kamar. Aku harus tetap sadar diri dengan posisiku saat ini
last updateLast Updated : 2024-04-17
Read more

Part 31 A

Part 31Setelah kejadian di rumah sakit, dimana aku dikira istrinya Pak Harun, rasanya sangat malu jika berdua dengan lelaki itu. Bukan karena diri terlalu besar rasa dengan sangkaan keliru tersebut. Akan tetapi justru sebaliknya, merasa begitu rendah dan tidak pantas meski hanya kekeliruan dari orang yang tidak mengenal kami. Aku hanyalah seorang pembantu yang derajatnya tentu sangat rendah dan tidak pantas untuk disandingkan dengan beliau.Kini, saat masuk ke kamar pak Harun untuk mengurus keperluan beliau, aku lebih mempercepat waktu kebersamaan.“Kenapa kamu sekarang terkesan menghindar dariku?” Pertanyaan dari majikan laki-lakiku membuat langkah yang semula hendak pergi ke dapur menjadi berhenti seperti direm.“Apa, Pak? Em, maksudnya?”“Sejak pulang dari rumah sakit, kenapa kamu jarang mau berbicara denganku kecuali hal yang penting?”Kami saling bertanya tanpa ada yang menjawab.Aku bergeming dan menunduk. Bingung hendak mengatakan apa, padahal selama ini juga aku jarang bicara
last updateLast Updated : 2024-04-20
Read more

Part 31 B

“Pak, semangatlah untuk sembuh! Maaf, Pak, saya mengatakan ini, tetapi sepertinya sudah cukup Bapak meratapi nasib, karena itu hanya akan semakin menyiksa batin Bapak. Bapak masih diberi hidup, jadi, jika hanya seperti ini akan semakin tersiksa. Bapak masih berhak bahagia. Masalah yang Bapak hadapi jauh berbeda dengan saya. Bapak masih sosok ibu yang mendampingi dan memberikan dukungan. Kalian juga tidak kurang makan dan uang. Bayangkan, Pak, jika di posisi saya! Saya harus berjuang untuk dua anak di saat tidak ada sumber penghasilan. Dikucilkan oleh keluarga besar, ditinggal selingkuh dan dizalimi keluarga mertua. Datang kesini, ke rumah orang yang tidak dikenal sama sekali untuk meminta diberi hidup dan tempat tinggal. Nyatanya saya lebih bahagia sekarang, Pak. Bapak hanya berjuang untuk sembuh saja. Siapa tahu jika sudah sembuh, kehidupan yang lebih baik dan bahagia akan menanti. Bukankah setiap orang akan diuji? Hanya saja ujian kita berbeda-beda. Kalau Bapak seperti ini terus, se
last updateLast Updated : 2024-04-20
Read more

Part 32 A

Part 32POV HarnoDasar anak ku--rang a--jar. Entah bagaimana caranya Resmi mengajari Dinis bersikap. Anak sekecil dia sudah berani saja memukul aku, orang yang telah membawanya ada ke dunia ini. Dengan perasaan yang sangat kesal, akhirnya aku angkat kaki dari rumah perempuan jelek itu dengan menahan sakit.Beruntung anggota keluarganya tidak pernah peduli dengan apa yang menimpa Resmi, sehingga aku aman dari segala amukan.Dengan membonceng ojek, aku pulang ke rumah orang tuaku. Sampai di sana, kakak-kakak yang sangat menyayangiku tentu saja geram dengan ulah Dinis. Terlebih Mbak Siti yang begitu membenci ibu dari kedua anakku, ia tambah murka mengetahui kejadian ini.“Anak-anak di sini tidak ada yang punya kelakuan seperti anakmu, Harno. Mana coba? Cari satu dari mereka! Tidak akan kamu menemukan anak ku--rang a--jar seperti dia.” Dengan penuh amarah Mbak Siti berkata.“Ambil saja semua harta Resmi. Biar tahu rasa dia,” sambung Emak.“Dia tidak mau memberikan itu, Mak, makanya aku s
last updateLast Updated : 2024-04-24
Read more

Part 32 B

Setelah mempertimbangkan banyak hall ditambah dorongan dari keluarga, beberapa hari kemudian, akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke rumah Resmi lagi. Kali ini dengan membawa teman yang terkenal preman di desa. Lihat saja nanti Resmi akan setakut apa dia saat melihat Bokir datang ke rumahnya.“Kamu harus kasih aku bayaran tinggi kalau berhasil,” ucap Bokir saat kami di jalan dengan menaiki motornya.“Iya. Pasti itu, kapan sih aku bohong sama kamu? Pulang Jakarta kemarin saja aku kasih uang sama kamu,” jawabku meyakinkan dia. “Tapi kalau tidak berhasil bagaimana?” Aku mulai putus asa.“Ya kasih saja untuk beli rokok dan bensin. Masa nyali kamu menciut sih? Payah! Gagahnya hanya di atas ranjang saja sama wanita-wanita. Menghadapi istri yang katanya sudah tidak dicintai, masa takut?”Aku diam tidak menjawab ejekan Bokir. Sibuk memikirkan bagaimana caranya agar Resmi mau mengalah.Sampai di halaman, rumah Resmi terlihat sepi. Sampah banyak dan berserakan di sana, padahal ia termasuk ora
last updateLast Updated : 2024-04-24
Read more

Part 33 A

Part 33Aku tidak percaya ini, sungguh tidak percaya. Resmi sudah mempersiapkan segala hal saat dia akan pergi. Meski melalui perdebatan yang sangat panjang, tetap saja Haji Abas tidak mau melepaskan tanah milik istriku.“Kalau begitu, Pak Haji saja yang beli tanahnya. Lalu, ambil saja uang yang sudah kalian berikan pada Resmi. Sisanya kasih sama aku.” Jalan ninja terakhir akhirnya ku pilih.“Kamu pikir kami ini orang bodoh apa, Harno? Dari dulu kami hidup di tanah ini dan tahu itu adalah tanah warisan yang diberikan pada Resmi. kamu siapa berani-beraninya memaksa kami untuk menjual?” Tak kusangka, Haji Abas menjawab dengan intonasi yang tinggi.“Pak, Harno ini suami Resmi. Kenapa Pak Haji yang orang lain berani dan lancang untuk melarang?” Sebuah suara keras membuatku menoleh.Ternyata Bapak menyusul kemari.“Karena Resmi sudah memberikan kami amanah untuk menjaga tanah itu. Anda pikir kami tidak tahu apa yang telah kalian lakukan pada Resmi? Tidak tahu malu datang kemari dan meminta
last updateLast Updated : 2024-04-28
Read more

Part 33 B

Lebaran baru saja selesai. Itu artinya pernikahan Imah hanya beberapa minggu lagi dilaksanakan. Dikarenakan belum punya uang, maka untuk membayar rias pengantin, terpaksa menjual cengkeh kering Emak.Ternyata itu memicu masalah baru muncul. Wati marah-marah dan tidak terima karena ia tidak mendapat bagian.“AKu saja dulu nikah tidak pakai rias-riasan segala. Daripada rias mahal, tetapi dengan mengambil hak orang lain, mending pakai yang sederhana saja,” ucapnya sambil menuding wajah Imah.Hatiku terbakar emosi melihat dia berulah demikian. Aku langsung bangkit dan menampar wajahnya. “Berani-beraninya kamu bicara seperti itu, Wati. Pada saat kamu nikah, kamu menikah dengan orang miskin, minta disamakan dengan Imah? Beda kelas, wati! Berkorban sedikit untuk adikmu, tidak akan membuat kamu melarat. Toh uang yang dipakai masih pakai uang orang tua kita. Aku saja ikhlas, kenapa kamu tidak?” ucapku setelah melayangkan tangan pada pipi membuatn adik yang lahir setelah aku itu terhuyung.“Tid
last updateLast Updated : 2024-04-28
Read more

Part 34 A

Part 34Tidaklah aku akan diuji, sampai hati benar-benar berada di titik yang pasrah*Resmi*Dengan tangan gemetar, aku meletakkan gagang telepon. Mas Harno, lelaki itu, apa lagi yang diinginkan dariku? Bukankah aku hanya dianggap sebagai benalu dalam hidupnya? Kenapa sekarang ia mencariku? Mustahil jika tanpa sebab. Pasti ada yang diinginkan dariku.Hati menjadi cemas, terlebih Pak Harun dan Bu Normi belum juga pulang.Sumi, apa dia tega memberikan alamat rumah ini? Lalu tanah yang ku tinggalkan? Apa Pak Haji Abas akan semudah itu menyerahkan pada lelaki tak berperasaan seperti Mas Harno?Sepertinya batas antara bahagia dan sedih, tidak ada sehelai rambut pun. Buktinya, aku yang mengira keadaan akan baik-baik saja, ternyata perkiraan itu meleset.Gegas aku masuk ke kamar dan memberitahu Dinis agar tidak membiarkan adiknya keluar rumah. Sementara waktu, mereka harus bersembunyi, setidaknya sampai kedua majikanku pulang kembali.Aku membuka dompet besar yang tersimpan di lemari serta m
last updateLast Updated : 2024-05-01
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status