Home / Horor / SUSUK TERATAI PUTIH / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of SUSUK TERATAI PUTIH : Chapter 1 - Chapter 10

79 Chapters

Bab-1 RAWA IRENG

Tahun 1821...Terlihat tiga pria dewasa menerobos hutan dengan hanya menggunakan penerangan dari obor. Langkah mereka tampak terburu-buru seolah sedang mengejar binatang buruan.“Cepetan, Jo! Nanti dia kabur!”Pria yang dipanggil Paijo bergegas melebarkan langkah kakinya. Mengikuti instruksiu yang diberikan oleh Juragannya. Suara ranting kayu yang terinjak menghiasi malam itu.“Kampret! Di mana cah ayu itu. Hampir tak sikep awak e malah ngilang. Cari terus, Man!” (Hampir saya peluk tubuhnya tapi menghilang.)“Wokey, Juragan!” Pria berbaju lurik yang bernama Maman itu menanggapi lelaki yang dia panggil dengan sebutan juragan.Lelaki dengan perawakan tinggi besar dengan luka goresan di wajah sehingga menampakkan kesan sangar pada dirinya. Lelaki itu dikenal sebagai Juragan Jarwo, antek Menir Belanda di daerahnya.“Waduh! Apa-apaan kamu, Man! Berhenti kok dadakan.” Juragan Jarwo menabrak tubuh Maman yang tiba-tiba menghentikan langkahnya.“Jura—gan, ki—ta pu—lang saja yuk, Juragan. It—u
Read more

BAB.2 CAH AYU

“Aku harus lari, jangan sampai Juragan Jarwo yang mata keranjang itu menangkapku lagi! Aku harus selamat.”Seorang perempuan berlari menembus rimbunnya hutan yang gelap. Hanya cahaya rembulan yang menjadi penerang langkahnya.Kain jariknya sobek hingga terlihat paha mulusnya, baju kebayanya sobek di bagian dada. Telapak kakinya terluka karena menginjak ranting-ranting kering yang tajam.Nafasnya terputus-putus, tapi sekuat tenaga tetap dia pacu dengan menarik nafas sekuat-kuatnya berharap tenaganya takkan hilang.Wanita itu adalah Sumirah, perempuan tercantik di kampungnya, kampung Kalimas.“Sumirah! Sumirah! Jangan kabur kamu, Sumirah!” Juragan Jarwo berteriak kencang.“Itu suara Juragan Jarwo. Oh tidak! Suaranya semakin dekat. Aku harus terus berlari, tidak sudi aku menjadi gundiknya!” Sumirah bermonolog dengan dirinya sendiri.Perempuan yang baru saja ditalak oleh suaminya itu terus berlari tanpa menoleh lagi ke belakang. Hingga akhirnya dirinya terjatuh karena kakinya tersangkut
Read more

BAB.3 NYAI MUTIK

“Cah Ayu....”Sumirah mendengar suara halus perempuan memanggil dirinya, tengkuknya meremang, matanya semakin dia tutup rapat. Suaranya masih tetap menangis sesenggukkan. Sumirah sudah pasrah dengan apa yang terjadi pada dirinya.“Cah Ayu, ojo nangis. Menengo.” ( Anak cantik, jangan menangis. Diamlah...”Suara lembut perempuan terdengar kembali. Sumirah perlahan menghentikan tangisnya.“Cah Ayu, bukak o mripatmu.” ( Anak cantik, bukalah matamu.)Sumirah membuka pelan matanya, detik kemudian matanya terbuka lebar, matanya melotot melihat apa yang ada di depannya.Seekor ular kobra sebesar pohon jati yang berusia ratusan tahun tengah menatap wajahnya, sisiknya yang berwarna putih susu berkilau memantulkan cahaya rembulan. Matanya merah bagaikan batu delima, gigi taringnya tajam bagai sebilah pedang. Ular itu tapi tak beraroma amis khas hewan melata, melainkan ber-aromakan wangi bunga kantil.Perlahan kepala ular semakin mendekati wajah Sumirah.Dekat dan semakin dekat hingga sang ular
Read more

BAB-4 UWAN SETUNGGAL

Nyai Mutik tersenyum miris, sambil menggelengkan kepalanya perlahan setelah mendengar permintaan perempuan ayu yang semalam ditolongnya. Sementara itu Sumirah menunduk takut bila Nyai Mutik marah kepadanya."Apa tujuanmu sebenarnya, Cah Ayu. Sehingga kamu ingin menjadi sepertiku? Sekarang, coba kamu lihat ke arahku, Cah Ayu." Nyai Mutik berkata lirih.Sumirah mengangkat wajahnya, bola matanya beradu dengan bola mata milik Nyai Mutik.Sumirah kaget karena tiba-tiba bola mata Nyai Mutik berubah seperti mata seekor ular, bukan bola mata manusia normal.Tubuh Sumirah kaku, matanya seolah terkunci dan dipaksa menatap bola mata milik Nyai Mutik."Jika menatap mataku saja kau ketakutan, apa mungkin kau bisa menjadi sepertiku, Sumirah?"Perlahan bola mata Nyai Mutik kembali seperti semula, sedangkan tubuh Sumirah terjatuh ke lantai. Tubuhnya penuh keringat dan bergetar hebat, nafasnya cepat. Dadanya terasa sesak, bahkan dia sampai harus bernafas menggunakan mulutnya.Perlahan Nyai Mutik mende
Read more

BAB-5 ALASAN

“Kebakaran!”“Tolong! Ada kebakaran!”“Kebakaran!”Suara kentongan dari bambu terus berbunyi di tengah malam buta, suara riuh warga berlari pontang panting mengambil air dengan ember untuk memadamkan api, tapi sia-sia kobaran api masih berdiri dengan gagahnya, panasnya siap memanggang manusia-manusia yang berani mendekati dirinya.“Sumirah dan Nyai Aminah masih di dalam, bagaimana ini.”Bapak kepala desa bingung, warga panik.Permana tertawa-tawa melihat pemandangan di hadapannya. Setelah puas, lelaki itu pulang karena Gendis telah menunggunya di rumah.“Pie Kang Mas? Wis mbok bakar si Sumirah? Ben kae mati terus aku paling ayu sak ndeso Kang Mas.” ( Bagaimana Mas? Sudah kamu bakar si Sumirah, biar dia mati lalu aku jadi wanita tercantik di desa Mas.)Permana mengelus rambut ikal panjang milik Gendis yang selalu beraroma melati itu. Lalu mencubit pipi wanitanya itu dengan gemas.“Uwis, tenang wae, Sumirah mesti mati nyusul ramane ning neroko” ( Sudah, tenang saja, Sumirah pasti mati,
Read more

BAB-6 TOLONG

Sumirah kini tinggal di gudang padi milik Nyai Aminah karena bangunan utama rusak parah. Beruntung si jago merah tak sampai melahap gudang padi yang terletak di belakang rumah uwaknya tersebut.Sumirah bertahan hidup dari hasil mengais sisa-sisa harta benda milik uwaknya.Perut milik Sumirah berbunyi, pertanda minta diisi. Sumirah melahap nasi jagung yang tadi dia beli di pasar, uang dari hasil menjual perhiasan milik Nyai Aminah yang tak sengaja dia temukan di reruntuhan rumah sudah hampir habis untuk menyambung hidupnya selama sebulan ini.Bukan niat Sumirah hanya ingin menghabiskan harta uwaknya, dirinya berusaha mencari rezeki dengan cara menawarkan tenaganya kepada penduduk, tapi entah kenapa semua menolak dirinya.Ada yang merasa ketakutan jika bertemu dengannya, tapi kebanyakan dari mereka menatap jijik mukanya yang rusak karena luka bakar waktu itu.Hidung mancungnya kini sedikit pesek karena banyak dagingnya yang berkoreng dan terkelupas. Mata kanannya sedikit kabur. Serta ha
Read more

BAB-7 SYARAT dan SUMPAH

Suara guntur saling bersahutan. Hujan deras menari bersama sang angin. Tangan Sumirah berusaha menggapai sesuatu, seluruh badannya mati rasa. Pandangan matanya semakin memudar. Ditambah dengan guyuran hujan yang bagai ribuan jarum jatuh dari langit tepat di atas kulitnya yang terluka dan penuh memar itu menyempurnakan rasa sakit yang diderita oleh sang wanita yang dikhianati oleh lelaki yang selama ini menjadi lintah menyedot habis harta dan juga kebahagiaannya.Sumirah terus menggaungkan nama sosok yang diharap dapat mengangkatnya dari penderitaannya saat ini.Tak lama sesosok pria melangkah ke arahnya, itu adalah hal terakhir yang dia lihat sebelum kesadarannya menghilang.Sang pria menutupi tubuh polos Sumirah dengan selembar kain jarik bermotif emas lalu membopongnya menembus derasnya hujan, membawanya ke tempat di mana Sumirah memanggil nama ratunya, penguasa Rawa Ireng.Sang ratu yang berwujud seekor ular mengelilingi tubuh Sumirah yang tergeletak di sebuah meja batu. Sang ratu
Read more

BAB-8 RATU LINTANG PETHAK ( RATU BINTANG PUTIH)

Pendar cahaya yang terpancar dari tubuh Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng perlahan menghilang.Mata Sumirah yang terpejam terbuka perlahan. Dirinya terbengong mendapati perubahan besar yang tersaji di hadapannya.Sesosok perempuan sangat anggun berdiri di hadapannya, dengan pakaian ratu khas kerajaan Jawa kuno, rambut ter sanggul dengan indahnya berhias ronce bunga melati dan mahkota yang berkilau, aroma kembang kantil menyeruak darinya. Kecantikan yang dia punya ribuan kali lebih menawan daripada kecantikan Nyai Mutik yang Sumirah pikir wanita tercantik yang pernah dia temui.Namun kini dia sadar, penguasa Rawa Ireng yang baru saja menjadi tempat dirinya meminta pertolongan adalah sosok teramat sangat cantik menawan.“Kemarilah, Cah Ayu!”Sumirah sungguh terpesona oleh kecantikan Ratunya. Bahkan suaranya begitu merdu, halus, lemah lembut, tatapan matanya tajam penuh misteri tapi dia tetap tidak kehilangan pesonanya.Perlahan Sumirah turun dari meja batu tempat dirinya pingsan, ragu ka
Read more

BAB-9 KEMBANG TERATAI PUCUK SUKMA

Nyai Mutik semakin pias, tanda-tanda keberadaan Sumirah sudah tidak ada.Matikah dia? Atau masih hidupkah? Nyai Mutik benar-benar tidak bisa merasakan keberadaan anak manusia yang putus asa hingga menyambangi junjungannya dan nekat melakukan ritual yang teramat berbahaya itu.Nyai Mutik melirik ratunya yang tengah tersenyum penuh misteri. Senyuman yang mengerikan namun mempesona secara bersamaan.Nyai Mutik tahu betul betapa sulitnya menyeberangi danau jelmaan Rawa Ireng di hadapannya itu.Sesungguhnya danau yang kelihatan jernih tersebut tetaplah sebuah rawa yang hitam pekat dan berbau busuk, hanya rupanya saja yang berubah, namun tidak mengubah kenyataan bahwa Sumirah kini tengah masuk ke dalam Rawa yang berbau busuk.Dirinya pernah melewati proses seperti yang dilakukan Sumirah saat ini, menyeberang danau yang jernih demi mendapatkan sesuatu yang bersinar di tengah danau tersebut. Awalnya dia mampu menyeberang dengan mudah, namun saat hatinya meragu tiba-tiba danau yang dikelilingi
Read more

BAB-10 GUA PITUTUR

“Kau tahu kenapa disebut pucuk sukma, Sumirah?” Nyai Mutik menatap ke arah Sumirah dengan tatapan sendu seolah menyesalkan keputusan Sumirah yang menempuh jalan ini, jalan yang juga diambilnya yaitu menyembah Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng. Nyai Mutik sejatinya sangat berharap tidak ada lagi seseorang yang akan mengalami hal tragis saat ingin meraih keabadian. Namun, Sumirah yang rupanya telah dipenuhi oleh amarah dan dendam itu bersikeras untuk menginjak dan menempuh jalanan yang kesemuanya bertebaran tulang belulang dari manusia yang gagal melakukan ritual.Sumirah menggelengkan kepalanya, pertanda tidak tahu. Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng tersenyum penuh misteri.“Disebut pucuk sukma karena dia adalah jelmaan dari sukma seseorang yang menjadi tuannya. Sukmamu perlahan akan bercampur dengan bangsa kami melalui bunga teratai itu, Sumirah. Saat kelopak pertama masuk ke tubuhmu, maka sukmamu tak lagi milikmu, tapi milikku sang penguasa Rawa Ireng. Namun kamu jangan khawatir, Sumir
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status