Share

BAB-6 TOLONG

Penulis: UMMA LAILA
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-26 12:09:05

 

Sumirah kini tinggal di gudang padi milik Nyai Aminah karena bangunan utama rusak parah. Beruntung si jago merah tak sampai melahap gudang padi yang terletak di belakang rumah uwaknya tersebut.

Sumirah bertahan hidup dari hasil mengais sisa-sisa harta benda milik uwaknya.

Perut milik Sumirah berbunyi, pertanda minta diisi. Sumirah melahap nasi jagung yang tadi dia beli di pasar, uang dari hasil menjual perhiasan milik Nyai Aminah yang tak sengaja dia temukan di reruntuhan rumah sudah hampir habis untuk menyambung hidupnya selama sebulan ini.

Bukan niat Sumirah hanya ingin menghabiskan harta uwaknya, dirinya berusaha mencari rezeki dengan cara menawarkan tenaganya kepada penduduk, tapi entah kenapa semua menolak dirinya.

Ada yang merasa ketakutan jika bertemu dengannya, tapi kebanyakan dari mereka menatap jijik mukanya yang rusak karena luka bakar waktu itu.

Hidung mancungnya kini sedikit pesek karena banyak dagingnya yang berkoreng dan terkelupas. Mata kanannya sedikit kabur. Serta hampir separuh dari mukanya terdapat bekas luka bakar. Bagi mereka yang baru mengenal Sumirah tidak akan percaya jika dia dulunya adalah wanita tercantik di desanya.

“Uwak, Sumirah kangen....”

Bulir air matanya mengalir di pipinya. Sumirah meratapi nasibnya yang begitu hina di mata manusia.

Sumirah tak menyangka dirinya yang masih berusia dua puluh tahun harus berakhir dengan sangat mengenaskan.

Sumirah menghapus dengan kasar air matanya, menghabiskan segera makanannya karena dirinya akan mencuci di sungai.

Sumirah terseok-seok membawa tubuhnya ke arah sungai. Setiap orang yang berpapasan dengannya selalu membuang muka. Sumirah hanya bisa menundukkan wajahnya yang sudah dia tutup dengan selembar kain dalam-dalam.

“Heh, demit borok, minggat kowe, ojo ngumbahi ning kali kene, gawe banyune mambu.” ( Heh, hantu koreng, pergi kamu dari sini, jangan cuci baju di sungai ini. Nanti airnya bau)

Seorang gadis mendorong tubuh Sumirah yang tengah membawa ember yang terbuat dari anyaman bambu dari arah belakang. Baju kotornya tumpah seluruhnya di atas tanah. Sumirah terduduk, matanya menatap tajam si perempuan yang mendorongnya.

“Ngopo mlerok-mlerok matamu, nantangi hah!” (Ngapain matamu melotot? Nantang kamu?)

Terlihat si perempuan menendang tubuh kurus Sumirah hingga tengkurap, lalu dirinya melangkahi tubuh Sumirah sambil tertawa mengejek diikuti kelima teman sebayanya. Sumirah mengepalkan tangannya.

“Lestari!” Sumirah menyebut pelan nama si perempuan yang menghina dirinya.

Lestari adalah adik dari Permana, mantan suaminya. Sifatnya tak jauh berbeda dengan sang kakak, angkuh, sombong dan merasa berkuasa dengan harta yang dimiliki oleh Sumirah.

Lestari beranggapan bahwa Permana sang kakak lah yang kaya, sementara Sumirah hanya menumpang hidup di tempat sang kakak.

Serta yang paling membuat Lestari membenci Sumirah tentu saja karena dia adalah perempuan yang sangatlah cantik. Itulah mengapa dirinya sangat senang tatkala mengetahui jikalau Sumirah sudah menjadi si buruk rupa.

Lestari bahkan yang menyebarkan fitnah jika penyakit Sumirah akan menular kepada gadis-gadis yang lain sehingga Sumirah dikucilkan.

Sumirah memungut satu persatu bajunya yang berserakan di tanah. Lalu melangkahkan kakinya ke hilir sungai yang semakin jauh dari pemukiman warga. Lestari masih terus menatapnya dan tidak mengizinkan dirinya mencuci pakaian di sungai ini.

Terengah-engah Sumirah melangkahkan kakinya ke arah sungai demi bisa mencuci pakaian miliknya.

“Aaa!”

Tiba-tiba rambut kusut Sumirah ditarik paksa oleh seseorang. Di tengah rasa perih di kepalanya mata Sumirah berusaha mencari siapa pemilik tangan tersebut.

“Permanaa ...!” Sumirah mendesis saat tahu siapakah gerangan yang telah membuatnya sakit seperti itu.

"Apa lihat-lihat! Dasar perempuan buluk, bau dan sundal!" Tubuh Sumirah terpelanting saat dengan kasar Permana melepaskan tangannya dari rambut mantan istrinya itu.

Sumirah tidak menanggapi ocehan Permana dan memilih untuk membuang wajahnya. wanita itu sungguh jijik dengan lelaki yang sedang berdiri di hadapannya itu dengan angkuhnya.

"Woy wanita hina, cium kakiku sekarang dengan begitu aku akan membiarkanmu hidup." Selesai berkata Permana dengan angkuhnya meludahi kepala Sumirah yang ada dibawahnya itu.

"Keparat! Tak puaskah kamu melakukan itu kepadaku. Tak puaskah kamu mengusirku dari rumah bapakku dan sekarang kamu menghinaku seperti ini. Kamu benar-benar manusia tak punya hati!" Sumirah meluapkan emosinya sambil menahan air mata yang hampir tumpah itu. Setidaknya, Sumirah tidak ingin terlihat lemah dan mengemis dihadapan lelaki yang telah membuat hidupnya hancur tersebut.

Permana mengangkat tangan kanannya dan tak menunggu waktu lama ada sepuluh lelaki mengelilingi Sumirah yang terduduk di atas tanah.

“Lakukan seperti yang aku perintahkan tadi!” Permana memberikan instruksi kepada anak buahnya.

“Aaa!” Sumirah melawan saat bajunya dirobek paksa oleh anak buat Permana.

“Brengsek kamu, Permana. Apa yang kau lakukan padaku hah! Tak puaskah kamu menyiksaku, Permana!” Sumirah berteriak.

Permana mengangkat sebelah tangannya, para anak buahnya menghentikan aksi mereka. Dia mendekati Sumirah yang berusaha menutupi kembali tubuhnya yang sebagian telah terbuka.

“Aaa...!” Sumirah menjerit kesakitan dengan tangan memegangi rambutnya yang ditarik oleh Permana.

Permana melotot tepat di mata Sumirah sambil tersenyum mengejek.

“Kamu harus mati, Sumirah. Gendis tak suka jika kamu tetap hidup. Aku ingin Gendis bahagia, jadi kamu harus mati, dengan syarat aku akan membuat kamu mati perlahan.” Permana tertawa puas melihat wajah Sumirah.

“Aaa...!”

Sumirah kembali menjerit saat Permana menempeleng kepalanya.

Permana menganggukkan kepalanya pertanda agar mereka kembali menyiksa Sumirah.

Sumirah dijamah secara bergantian oleh sepuluh anak buah Permana, sementara Permana tertawa terbahak-bahak menyaksikan Sumirah tersiksa.

Tubuh Sumirah lebam karena berkali-kali ditendang dan dipukul, bahkan anjing pun lebih mereka hargai daripada Sumirah.

Wajah Sumirah penuh luka, hidungnya mengalirkan darah. Pakaiannya terlepas seluruhnya. Kehormatannya dirampas dengan cara yang sangat hina.

“Permana....” Suara serak Sumirah masih terdengar.

Permana mengarahkan pandangannya ke salah satu anak buahnya.

Detik kemudian kepala Sumirah dihantam batu, darahnya mengalir. Tubuh Sumirah ambruk begitu saja di atas tanah.

“Heh, kok batunya kecil, Jo! Kurang besar. Buat supaya kepala Sumirah hancur!” Permana melotot ke arah Paijo karena memukul kepala Sumirah hanya dengan batu sebesar genggaman tangannya.

“Batunya berat, Juragan. Lagi pula Sumirah juga sudah mati. Kasihan kalau mayatnya hancur. Nanti kualat loh, Juragan.”

“Halah, kamu itu, penakut! Tidak akan kualat. Cepat ambil batu itu! Pukul Sumirah sampai kepalanya hancur.”

Paijo menggelengkan kepalanya, menolak permintaan Juragannya yang menurutnya sudah keterlaluan itu.

Karena perintahnya tak dituruti oleh Paijo dan anak buahnya yang lain, Permana akhirnya bangkit dari duduknya, lalu mengangkat batu sebesar kepala manusia dewasa.

Saat hendak mengarahkan batu tepat di kepala mantan istrinya. Tiba-tiba langit gelap gulita, petir menyambar dan hujan turun dengan derasnya. Permana meletakkan dengan kasar batu yang telah dia angkat di sebelah kepala Sumirah.

“Kalian! Ayo balik, hujan!”

“Siap, Juragan!”

Permana dan anak buahnya berlari menerobos hujan yang turun dengan sangat derasnya.

Ternyata Sumirah masih hidup, tangannya berusaha menggapai sesuatu, suara seraknya terdengar memohon serta memanggil sebuah nama.

“Kanjeng Ratu, tolong saya ....”

Bab terkait

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-7 SYARAT dan SUMPAH

    Suara guntur saling bersahutan. Hujan deras menari bersama sang angin. Tangan Sumirah berusaha menggapai sesuatu, seluruh badannya mati rasa. Pandangan matanya semakin memudar. Ditambah dengan guyuran hujan yang bagai ribuan jarum jatuh dari langit tepat di atas kulitnya yang terluka dan penuh memar itu menyempurnakan rasa sakit yang diderita oleh sang wanita yang dikhianati oleh lelaki yang selama ini menjadi lintah menyedot habis harta dan juga kebahagiaannya.Sumirah terus menggaungkan nama sosok yang diharap dapat mengangkatnya dari penderitaannya saat ini.Tak lama sesosok pria melangkah ke arahnya, itu adalah hal terakhir yang dia lihat sebelum kesadarannya menghilang.Sang pria menutupi tubuh polos Sumirah dengan selembar kain jarik bermotif emas lalu membopongnya menembus derasnya hujan, membawanya ke tempat di mana Sumirah memanggil nama ratunya, penguasa Rawa Ireng.Sang ratu yang berwujud seekor ular mengelilingi tubuh Sumirah yang tergeletak di sebuah meja batu. Sang ratu

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-26
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-8 RATU LINTANG PETHAK ( RATU BINTANG PUTIH)

    Pendar cahaya yang terpancar dari tubuh Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng perlahan menghilang.Mata Sumirah yang terpejam terbuka perlahan. Dirinya terbengong mendapati perubahan besar yang tersaji di hadapannya.Sesosok perempuan sangat anggun berdiri di hadapannya, dengan pakaian ratu khas kerajaan Jawa kuno, rambut ter sanggul dengan indahnya berhias ronce bunga melati dan mahkota yang berkilau, aroma kembang kantil menyeruak darinya. Kecantikan yang dia punya ribuan kali lebih menawan daripada kecantikan Nyai Mutik yang Sumirah pikir wanita tercantik yang pernah dia temui.Namun kini dia sadar, penguasa Rawa Ireng yang baru saja menjadi tempat dirinya meminta pertolongan adalah sosok teramat sangat cantik menawan.“Kemarilah, Cah Ayu!”Sumirah sungguh terpesona oleh kecantikan Ratunya. Bahkan suaranya begitu merdu, halus, lemah lembut, tatapan matanya tajam penuh misteri tapi dia tetap tidak kehilangan pesonanya.Perlahan Sumirah turun dari meja batu tempat dirinya pingsan, ragu ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-26
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-9 KEMBANG TERATAI PUCUK SUKMA

    Nyai Mutik semakin pias, tanda-tanda keberadaan Sumirah sudah tidak ada.Matikah dia? Atau masih hidupkah? Nyai Mutik benar-benar tidak bisa merasakan keberadaan anak manusia yang putus asa hingga menyambangi junjungannya dan nekat melakukan ritual yang teramat berbahaya itu.Nyai Mutik melirik ratunya yang tengah tersenyum penuh misteri. Senyuman yang mengerikan namun mempesona secara bersamaan.Nyai Mutik tahu betul betapa sulitnya menyeberangi danau jelmaan Rawa Ireng di hadapannya itu.Sesungguhnya danau yang kelihatan jernih tersebut tetaplah sebuah rawa yang hitam pekat dan berbau busuk, hanya rupanya saja yang berubah, namun tidak mengubah kenyataan bahwa Sumirah kini tengah masuk ke dalam Rawa yang berbau busuk.Dirinya pernah melewati proses seperti yang dilakukan Sumirah saat ini, menyeberang danau yang jernih demi mendapatkan sesuatu yang bersinar di tengah danau tersebut. Awalnya dia mampu menyeberang dengan mudah, namun saat hatinya meragu tiba-tiba danau yang dikelilingi

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-26
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-10 GUA PITUTUR

    “Kau tahu kenapa disebut pucuk sukma, Sumirah?” Nyai Mutik menatap ke arah Sumirah dengan tatapan sendu seolah menyesalkan keputusan Sumirah yang menempuh jalan ini, jalan yang juga diambilnya yaitu menyembah Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng. Nyai Mutik sejatinya sangat berharap tidak ada lagi seseorang yang akan mengalami hal tragis saat ingin meraih keabadian. Namun, Sumirah yang rupanya telah dipenuhi oleh amarah dan dendam itu bersikeras untuk menginjak dan menempuh jalanan yang kesemuanya bertebaran tulang belulang dari manusia yang gagal melakukan ritual.Sumirah menggelengkan kepalanya, pertanda tidak tahu. Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng tersenyum penuh misteri.“Disebut pucuk sukma karena dia adalah jelmaan dari sukma seseorang yang menjadi tuannya. Sukmamu perlahan akan bercampur dengan bangsa kami melalui bunga teratai itu, Sumirah. Saat kelopak pertama masuk ke tubuhmu, maka sukmamu tak lagi milikmu, tapi milikku sang penguasa Rawa Ireng. Namun kamu jangan khawatir, Sumir

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-27
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-11 UJIAN

    Suasana di dalam gua sangat gelap, sementara suara kakek tua terus terdengar berulang-ulang. Suaranya terdengar hingga menembus jiwa. Sumirah semakin rapat menutup matanya.Tiba-tiba suara sang kakek menghilang, gua terasa sunyi dan gelap.Terdengar suara riak air dari bejana emas yang bergetar karena gerakan tangan Sumirah yang ketakutan.Sumirah berusaha menenangkan degup jantungnya hingga akhirnya gemetar di tangannya perlahan mereda, bejana tak lagi bergetar.Cukup lama Sumirah ditelan keheningan gua, hingga tiba-tiba terdengar suara kaki yang melangkah perlahan. Mantan istri dari Permana itu menajamkan pendengarannya.Sumirah begitu familiar dengan suara yang didengarnya. Itu suara langkah kaki sang rama saat berjalan menggunakan sandal selopnya.Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat, dan berhenti tepat di hadapannya. Sumirah masih tetap menutup matanya.Nyai Mutik berpesan supaya dirinya jangan sekali-kali membuka matanya, apa pun yang dia dengar jangan sekali-kali membu

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-27
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-12 PENDOPO JATI

    Hanya dalam sekejap penguasa Rawa Ireng dan Nyai Mutik sudah berada di depan mulut Gua Pitutur yang terlihat gelap. Tak ada sinar sedikitpun yang menerangi dalamnya gua. Hanya sinar rembulan yang melapisi tipis gua bagian atas serta luar gua, selebihnya semakin menatap mulut gua maka hanya kegelapan yang terpampang nyata.Saat langkah pertama sang ratu memasuki gua, semua obor yang berada di gua yang tadinya mati, kini apinya kembali menyala, gua kembali terang.Sumirah kaget karena kini di sekitarnya menjadi terang. Akan tetapi dirinya berusaha untuk tetap tenang, dirinya merapatkan matanya agar tak terbuka. Sang ratu dan Nyai Mutik tersenyum melihat keteguhan hati yang dimiliki Sumirah.“Bukalah matamu, Sumirah. Aku datang menjemputmu!” Suara lembut Kanjeng Ratu Lintang Pethak terdengar.Sumirah masih ragu membuka kelopak matanya, dia takut kalau lagi-lagi makhluk di depannya bukanlah kanjeng ratu yang asli.“Bukalah matamu, Sumirah. Aku datang kemari bersama Kanjeng Ratu untuk menj

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-28
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-13 RITUAL TERAKHIR

    “Pendopo jati?” Sumirah menatap takjub bangunan kuno di hadapannya.“Ya, Sumirah. Bangunan megah di depanmu disebut pendopo jati, tempat ritual terakhirmu, ayo kita masuk!”Sumirah memasuki pendopo jati dengan perlahan, pandangannya menyapu seluruh sisi pendopo, dirinya sangat takjub dengan bangunan ini, kuno namun megah dan gagah serta pesona keindahannya yang tak terbayangkan.Tidak ada emas, perak maupun berlian, hanya bangunan yang lantai, pondasi dan seluruh kerangka yang benar-benar hanya terbuat dari kayu jati. Setiap pilarnya berdiri kokoh seolah mereka adalah pohon hidup yang akarnya masih menyebar dan tertancap kuat di bawah bangunan, gagah dan kokoh.“Silakan kamu duduk di mana pun kamu inginkan, Sumirah!”“Di mana pun?”“I

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-28
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-14 RITUAL MELEBUR SUKMA

    Nyai Mutik telah pergi, kini Sumirah tinggal sendiri di pendopo jati yang diterangi obor di setiap sudutnya. Sumirah menghirup nafas panjang, bersiap untuk melakukan ritual melebur sukma. Tak bisa dipungkiri jika hatinya masih ada sisa rasa keraguan mengingat jika ritual pertama saja begitu berbahaya jadi tidak mungkin jika ritual yang kedua akan lebih mudah. Terlebih kali ini Nyai Mutik yang mengingatkan dirinya jika apa yang ada di dalam gua ini adalah sesuatu yang tidak nampak wujudnya yang mana justru lebih berbahaya. Berkali-kali Sumirah menarik nafas dan menghembuskannya demi bisa meredam rasa gejolak di dalam hatinya. Barulah setelah beberapa saat akhirnya wanita yang dipenuhi dengan dendam kesumat itu berhasil meyakinkan dirinya kembali.Sumirah menatap lama bunga teratai di pangkuannya. Meyakinkan dirinya lagi jika jalan yang dia ambil memanglah yang terbaik.Dirinya melakukan hal ini dem

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-28

Bab terbaru

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB 30 SIAPA KAMU!

    Pak Ahmad masih duduk termenung di ruang tamu rumahnya. Lelaki itu ingin segera bertemu dengan Kyai Ibrahim agar bisa lebih jelas menanyakan perihal apa yang terjadi dengan Seruni.Namun, entah mengapa, ada keraguan yang menahannya untuk melangkah. Pada akhirnya, ia masih saja tetap duduk di sofa, terpaku dalam lamunannya.“Hah~” Pak Ahmad menghela napas panjang.Tubuhnya terasa begitu lelah. Ia baru saja pulang setelah bertemu dengan Mbah Bejo, dan kini pikirannya kembali dipenuhi kebingungan akibat tingkah aneh Seruni. Lebih parahnya lagi, Kyai Ibrahimlah yang saat itu ada di rumahnya saat kejadian aneh itu terjadi."Apa yang sebenarnya terjadi..." gumam Pak Ahmad sambil memijat pelipisnya yang terasa nyeri karena terlalu banyak beban yang menghimpit pikirannya.Dalam hati, ia ingin sekali menyeruput secangkir kopi hitam kental dan pahit, dengan sedikit gula, serta menikmati sebatang rokok tembakau kesukaannya. Namun, tubuhnya yang letih membuatnya enggan beranjak ke dapur untuk sek

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-29 NASEHAT IRENG

    "Argh! Sialan! Manusia keparat! Dasar Kyai keparat! Berani-beraninya dia membuatku seperti ini! Akan ku bunuh kau!"Sumirah berteriak sambil memegangi wajahnya yang sudah tak elok dipandang.Wajah wanita yang pernah menyerahkan jiwanya kepada iblis itu kini terlihat pecah-pecah, seperti tanah tandus yang merekah di musim kemarau panjang."Kyai Ibrahim! Melihat dia, aku jadi teringat pada tua bangka yang menjadi cinta dari Nyai Mutik yang kini telah musnah itu! Kenapa makhluk-makhluk yang hampir mati itu terus saja mengganggu rencanaku?!" Sumirah terus mengumpat."Arrgh! Keparat! Sialan!" Sumirah kembali berteriak, melampiaskan emosinya yang meluap-luap.Setiap kali ia berteriak, kulit wajahnya yang penuh retakan akan terkelupas, jatuh ke air rawa dengan warna hitam pekat dan bau menyengat yang memuakkan.Ya…Kini Sumirah berada di dimensi lain, sebuah dunia di mana hanya ada malam yang abadi, tempat para lelembut pemuja Kanjeng Ratu Lintang Pethak tinggal.Tempat ini adalah tempat di

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-28 KILAS BALIK

    “Kiai sudah di sini dari tadi?” Seseorang menepuk pelan pundak Kiai Ibrahim dengan lembut.Kiai Ibrahim menoleh dan tersenyum saat tahu yang menepuknya adalah manusia, bukan jin. “Sudah dari tadi, sekalian nunggu adzan, Fauzi.”Rupanya, yang menepuk pundak sang Kiai adalah Fauzi, marbot masjid sekaligus muadzin yang biasanya mengumandangkan adzan di Masjid Tiban.“Maaf, Kiai. Tadi saya pulang dulu, lapar, lalu mandi,” ujar Fauzi sambil cengar-cengir, tampak malu karena Kiai Ibrahim sudah lebih dulu datang ke masjid.“Tidak apa-apa, Fauzi. Ini sudah masuk waktu sholat. Kamu adzan dulu,” jawab Kiai Ibrahim sambil tersenyum ke arah Fauzi.“Nggih, Kiai.” Fauzi pun bergegas menuju tempat adzan untuk mengumandangkannya, menandakan waktu sholat Ashar telah tiba.Lantunan suara Fauzi yang merdu memenuhi ruang masjid, menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya. Kiai Ibrahim menutup mata sejenak, meresapi setiap lafaz adzan yang terasa sejuk di hati. Meski suasana masjid masih sepi, ada ket

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-27 PERMINTAAN

    Kiai Ibrahim pulang bersama kedua muridnya setelah urusannya dengan Pak Ahmad selesai. Langkah mereka pelan menyusuri jalan yang sunyi, hanya suara serangga malam yang sesekali terdengar.“Kalian berdua jangan sebarkan apa pun tentang apa yang kalian lihat di rumah Seruni. Jika kalian bertamu ke rumah orang lain, maka ketika kalian pulang, mata kalian harus buta, mulut harus bisu, dan telinga harus tuli. Paham, kan?” ujar Kiai Ibrahim dengan nada tegas, pandangannya tajam mengarah pada kedua muridnya.“Baik, Kiai,” jawab kedua murid itu serempak, mengangguk tanpa berani membantah.Perjalanan mereka dilanjutkan dalam keheningan. Kiai Ibrahim berjalan paling depan, sementara kedua muridnya mengikutinya dengan langkah penuh kehati-hatian. Masing-masing larut dalam pikirannya sendiri, terutama Kiai Ibrahim.Hati kiai sepuh itu dipenuhi berbagai tanda tanya. Ia tidak menyangka keadaan Seruni sedemikian mengkhawatirkan. Apakah Pak Ahmad benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada putrinya?

  • SUSUK TERATAI PUTIH    Bab-26 PAK AHMAD PULANG

    “Bapak?” suara Seruni terdengar lirih, wajahnya pucat pasi setelah melalui pengalaman yang melampaui akal sehatnya. Namun, ekspresi lega menyelimuti wajahnya saat melihat sang ayah, Pak Ahmad, berdiri di depan pintu rumah.Pak Ahmad yang baru tiba langsung berlari menghampiri Seruni. Sandalnya bahkan tidak sempat dilepas. Ia memeluk erat anak gadisnya dengan perasaan campur aduk—antara lega, lelah, dan khawatir.Kiai Ibrahim yang menyaksikan momen itu memilih menyingkir, memberikan ruang bagi ayah dan anak tersebut. Beliau bergabung dengan para muridnya yang menunggu di sudut ruangan. Para murid tampak tegang, menyadari situasi yang mungkin berubah menjadi lebih rumit.“Bapak akhirnya pulang,” ucap Seruni sambil terisak. Tubuhnya gemetar, tapi pelukan ayahnya memberinya sedikit ketenangan. Air mata yang sejak tadi ditahannya akhirnya mengalir deras, membasahi bahu Pak Ahmad.Namun, suasana haru itu tak bertahan lama. Wajah Pak Ahmad yang awalnya penuh kasih berubah menjadi tegang. Ia

  • SUSUK TERATAI PUTIH    Bab-25 TERSADAR

    Seruni menggeliat kesakitan di lantai, tubuhnya yang tadi tegang seperti ular kini mulai melonggar. Wajahnya berubah menjadi ekspresi penuh penderitaan. Kedua matanya yang tadi berkilau tajam dengan warna kuning keemasan perlahan mulai memudar, kembali menjadi seperti mata manusia biasa, meskipun pupilnya masih terlihat aneh.Kiai Ibrahim segera berjongkok mendekat, tangannya gemetar namun penuh niat untuk membantu. "Seruni, Nak, bertahanlah! Kamu harus melawan apa pun yang menguasaimu ini!" katanya dengan suara lembut namun tegas.Dua pemuda yang tadi mendampingi Kiai Ibrahim saling berpandangan, bingung dan ketakutan. Namun, mereka tetap mendekat dengan hati-hati, mengikuti aba-aba Kiai Ibrahim.“A-apa yang harus kita lakukan, Kyai?” salah satu dari mereka bertanya dengan nada gemetar.Kiai Ibrahim tidak langsung menjawab. Matanya tetap tertuju pada Seruni yang kini terengah-engah di lantai. Tubuh gadis itu tampak gemetar hebat, seolah sedang berperang melawan sesuatu yang tak terli

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-24 Kyai, Tolong.

    Seruni terlihat sibuk mondar-mandir di ruang tamu rumahnya sambil sesekali menengok ke jendela, berharap bapaknya segera pulang.Sudah tiga hari bapaknya tidak pulang, dan hal itu membuat Seruni semakin khawatir.Malam terakhir sebelum kepergiannya, Seruni sempat melihat sang bapak panik sambil berkata sesuatu yang tidak terlalu ia pahami—"Aku harus ke karang bolong secepatnya." Malam itu pula sang bapak berpamitan, mengatakan bahwa ia harus pergi ke suatu tempat dan akan kembali dalam tiga hari.Seruni sebenarnya tidak terlalu kaget dengan kebiasaan bapaknya. Sejak dulu, Pak Ahmad memang sering pergi ke tempat-tempat yang bahkan ia sendiri tidak tahu. Namun, kali ini berbeda.“Jangan terima tamu siapa pun di malam hari, kecuali itu bapak,” pesan Pak Ahmad sebelum pergi.Seruni hanya mengangguk, melepas kepergian bapaknya tanpa banyak bertanya. Namun, kini dua malam sudah berlalu tanpa ada tanda-tanda kepulangan bapaknya. Ini sudah pagi ketiga, dan Pak Ahmad belum juga kembali.Malam-

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-23 IRENG

    Mbah Bejo mengepulkan asap rokok menyannya tinggi-tinggi sambil memandang ke arah laut dari pintu gubuk tuanya yang terbuka lebar. Matahari mulai tenggelam, mengenakan selendang senja berwarna jingga yang indah namun menyimpan aura mencekam.Gubuk tua itu sunyi, hanya dihuni Mbah Bejo seorang diri setelah Pak Ahmad pulang membawa cerita tentang Sumirah.Di rumah itu juga ada setitik sinar dari lampu teplok minyak tanah yang mana apinya yang berwarna jingga terang itu sesekali bergoyang karena angin cukup kencang padahal nyala api kecil itu dilindungi oleh kaca dari lampu teplok tua itu.Suasana yang tadinya hanya sepi kini mulai berubah. Hawa di sekitarnya menjadi berat, seperti ada sesuatu yang mengintai dari balik bayang-bayang.Mbah Bejo menghisap rokok menyannya dalam-dalam, matanya tak lepas dari laut yang perlahan berubah kelam. Angin dingin tiba-tiba berhembus kencang, membawa aroma asin yang bercampur bau amis. Ia menghela nafas panjang, mengamati bagaimana langit berganti dar

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-22

    "Jadi, makhluk yang bikin kamu jauh-jauh cari ilmu kanuragan sampai rela kasih tumbal tujuh darah perawan itu si Sumirah? Aduh, tobat!" Mbah Bejo tampak frustasi, mengusap wajahnya dengan kesal."Lah, apa salahnya, Mbah? Kan waktu itu Mbah sendiri yang bilang, kalau saya kasih tumbal tujuh darah perawan, Mbah bakal kasih keris wulu ireng. Lagian, keris itu beneran berfungsi, kok," Pak Ahmad masih mencoba membela diri."Tapi waktu itu kamu cuma bilang kalau keponakanmu kesurupan Jin Nasab! Dasar sontoloyo! Kalau tahu begini, aku nggak bakal mau bantu kamu!" Mbah Bejo melotot tajam ke arah Pak Ahmad, suaranya meninggi.Pak Ahmad menunduk dalam, tak berani menatap langsung ke mata Mbah Bejo. Tatapan dukun tua itu seolah-olah menusuk sampai ke tulang, membuat seluruh tubuhnya gemetar. Bahkan, bernafas pun terasa sulit. Dadanya sesak, seperti ada tangan tak terlihat yang meremas jantungnya.Mbah Bejo, yang masih marah, mengambil sebatang rokok menyan dari kantongnya. Ia menyulut rokok itu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status