Home / Horor / SUSUK TERATAI PUTIH / BAB-4 UWAN SETUNGGAL

Share

BAB-4 UWAN SETUNGGAL

Author: UMMA LAILA
last update Last Updated: 2023-10-11 16:37:11

Nyai Mutik tersenyum miris, sambil menggelengkan kepalanya perlahan setelah mendengar permintaan perempuan ayu yang semalam ditolongnya. Sementara itu Sumirah menunduk takut bila Nyai Mutik marah kepadanya.

"Apa tujuanmu sebenarnya, Cah Ayu. Sehingga kamu ingin menjadi sepertiku? Sekarang, coba kamu lihat ke arahku, Cah Ayu." Nyai Mutik berkata lirih.

Sumirah mengangkat wajahnya, bola matanya beradu dengan bola mata milik Nyai Mutik.

Sumirah kaget karena tiba-tiba bola mata Nyai Mutik berubah seperti mata seekor ular, bukan bola mata manusia normal.

Tubuh Sumirah kaku, matanya seolah terkunci dan dipaksa menatap bola mata milik Nyai Mutik.

"Jika menatap mataku saja kau ketakutan, apa mungkin kau bisa menjadi sepertiku, Sumirah?"

Perlahan bola mata Nyai Mutik kembali seperti semula, sedangkan tubuh Sumirah terjatuh ke lantai. Tubuhnya penuh keringat dan bergetar hebat, nafasnya cepat. Dadanya terasa sesak, bahkan dia sampai harus bernafas menggunakan mulutnya.

Perlahan Nyai Mutik mendekati tubuh Sumirah yang lemas, dan memegang jemarinya yang dingin.

Nyai Mutik memejamkan kedua matanya, perlahan hawa hangat mengalir dari tangannya dan berpindah ke tubuh milik Sumirah. Sumirah mengangkat wajahnya yang sedikit pucat. Nyai Mutik tersenyum, perlahan didudukan tubuh Sumirah di atas dipan.

"Kamu tahu, Cah Ayu. Segala sesuatu yang kamu inginkan pastinya ada yang  harus dikorbankan. Semakin besar hal yang kamu inginkan pastinya yang harus dikorbankan juga sama bahkan lebih besar lagi. Jika kau ingin mutiara maka kamu harus menyelam ke dasar lautan. Jika kamu ingin emas maka kamu harus menggali gunung. Apa kamu paham maksud dari perkataanku, Sumirah?"

Sumirah mengangguk perlahan tanpa berani menatap kembali wajah Nyai Mutik.

"Pulanglah ke rumahmu, mantapkan dulu niatmu, apa tujuanmu, lalu jika kamu sudah benar-benar yakin, kamu kembalilah kemari, Cah Ayu. Karena jika kamu sudah membuat keputusan, maka tak bisa di batalkan lagi."

"Sebenarnya ada yang ingin saya tanyakan lagi, Nyai." Sumirah berkata dengan ragu.

"Katakan saja, Cah Ayu. Akan aku jawab pertanyaanmu."

"Kenapa saat itu saya tidak bisa melawan keinginan Permana, Nyai? Padahal saya sangat ingin membunuhnya."

Nyai Mutik tersenyum lalu menatap tajam ke arah Sumirah.

"Kamu terkena guna-guna, Sumirah."

"Guna-guna, Nyai?" Sumirah mengulangi perkataan Nyai Mutik.

"Iya, Sumirah. Kamu terkena guna-guna. Selamanya kamu tidak akan bisa lepas dari mantan suamimu itu. Setelah bercerai kamu akan selalu menjanda. Seluruh orang yang ada didekatmu akan meninggal.Tak akan ada yang bisa menikahimu. Walaupun si pria sangat mencintaimu. Kamu tidak akan menikah dan tidak akan bisa mempunyai keturunan."

Sumirah menggelengkan kepala mendengar penjelasan dari Nyai Mutik. Dirinya selama ini tak merasa di guna-guna. Dirinya merasa kalau dia memang tulus mencintai Suaminya itu.

"Kamu terkena guna-guna uwan setunggal, Sumirah. Itu dapat dibuktikan dari adanya uban yang hanya ada satu, tepat di uyeng-uyeng kepalamu. Uban itu tidak bisa dicabut oleh sembarang orang kecuali si penanam guna-guna atau orang yang ilmunya lebih tinggi, Cah Ayu. Pengirim guna-guna itu tentu saja mantan suamimu. Itulah alasannya kenapa kamu tak bisa melawan semua keinginan dari dia."

"Tolong lepaskan pengaruh guna-guna itu, Nyai. Saya mohon. Saya ingin terlepas dari guna-guna yang di kirim oleh Permana, Nyai."

Nyai Mutik menggelengkan kepala, menolak permintaan dari Sumirah.

"Saya tidak boleh ikut campur dengan apa yang terjadi padamu, Sumirah. Itu sudah takdirmu. Kamu jalani semuanya dulu. Nanti ada masanya kamu akan bertemu dengan jalan bercabang yang akan mengubah takdirmu. Lebih baik sekarang kamu pulang ke rumahmu, Sumirah!"

"Saya harus pulang kemana, Nyai? Saya sudah diusir dari rumah saya sendiri?" Sumirah menangis bingung, kemana dirinya akan pulang setelah dia diusir oleh Permana.

"Bukankah kamu masih ada uwakmu, Cah Ayu? Pulanglah ke rumah uwakmu, Sumirah. Tak baik kau berlama-lama di sini tanpa ada penjanjian dengan kanjeng ratu kami. Bukan aku mengusirmu, Sumirah. Akan tetapi aroma  tubuhmu sangat wangi dan menggoda para lelembut Rawa Ireng. Nyawamu bisa terancam jika terlalu lama berada di sini. Kamu mengertikan maksudku, Cah Ayu. Ini demi kebaikanmu."

"Bagaimana cara saya pulang, Nyai?"

Sumirah memahami situasinya, lebih baik dirinya menuruti perintah nyai Mutik daripada celaka. Dirinya juga tak mau merepotkan Nyai Mutik yang telah berbaik hati menolongnya.

"Mendekatlah kemari, Sumirah!"

Sumirah mendekatkan tubuhnya ke arah nyai Mutik.

"Pejamkan matamu!"

Sumirah menuruti perintah Nyai Mutik, lalu tiba tiba tengkuknya terasa dingin, kepalanya berat dan akhirnya Sumirah pingsan.

Ssst ....

Suara desisan ula terdengar begitu jelas.

Tak lama nampaklah seekor ular hitam bertanduk emas yang kemarin kembali datang menemui Nyai Mutik. Kini ia tak banyak bertanya. Ular hitam itu hanya diam menunggu perintah dari Nyai Mutik untuk dirinya.

"Gowo wedokan iki bali ning umah uwak e. Eling! ojo ngasi kemenungsan." ( Antar perempuan ini kembali ke rumah uwaknya. Ingat! Jangan sampai ketahuan oleh manusia yang lain.)

Sang ular kembali berubah menjadi lelaki tampan. Dia pun membopong tubuh Sumirah dan perlahan menghilang bersamaan dengan datangnya kabut. Nyai Mutik menggelengkan kepalanya.

"Sumirah sangat berbakat, tapi aku tak bisa memaksakan takdir, jika Sumirah memang berjodoh dengan kanjeng ratu, dia pasti akan kembali lagi ke sini. Tapi aku berharap kamu jangan pernah lagi menginjakkan kakimu di Rawa Ireng ini, Cah Ayu"

Esok harinya Sumirah sudah berada di rumah uwaknya, dirinya terkejut karena terbangun di atas dipan. Seingatnya dirinya berada di Rawa Ireng dan bertemu dengan Nyai Mutik.

"Kamu sudah sadar, Nduk? Kamu pingsan selama dua hari dua malam, Nduk. Tadi, subuh-subuh ada warga yang menemukanmu pingsan di pinggiran sungai."

Seorang wanita tua agak bungkuk dengan penutup kepala menghampiri keponakannya, Sumirah. Wanita itu adalah Nyai Aminah, kakak perempuan dari rama Sumirah, yang sering dipanggil uwak oleh Sumirah.

"Sungai, Uwak? Bukannya saya ada di Rawa Ireng, Uwak?"

Nyai Aminah terkejut dengan pernyataan Sumirah.

"Astagfirullah, Sumirah. Kamu harus menjauhi tempat itu, jangan kau sebut namanya apalagi sampai datang ke tempat itu, kamu paham, Sumirah?"

Sumirah menganggukkan kepalanya, tangan nyai Aminah mengelus perlahan pucuk kepala milik Sumirah.

"Uwak sudah mendengar semuanya, Nduk. Kamu yang sabar ya, tetap dekat dengan sang pencipta. Uwak yakin setiap musibah pasti ada hikmahnya, Nduk. Uwak akan membantumu sebisa mungkin untuk mengambil apa yang menjadi hakmu."

Air mata Nyai Aminah menetes meratapi nasib keponakan yang sudah dia anggap seperti darah dagingnya sendiri. Dia tidak menyangka Permana begitu kejam. Dulu Nyai Aminah sangat menentang perjodohan Sumirah dengan Permana, ternyata firasatnya terbukti benar. Permana bukan lelaki yang baik.

Seminggu berlalu, dan selama itu pula Sumirah tinggal bersama uwaknya, hingga pada malam ke delapan, saat Sumirah dan Nyai Aminah tertidur. Seseorang dengan sengaja membakar rumah Nyai Aminah.

Sumirah dan uwaknya terjebak di dalam rumah yang tengah dilahap si jago merah.

Dari balik pohon tampak seseorang  menyeringai puas, dia adalah Permana.

"Mati koe, Sumirah!" ( Mati kamu, Sumirah!")

Related chapters

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-5 ALASAN

    “Kebakaran!”“Tolong! Ada kebakaran!”“Kebakaran!”Suara kentongan dari bambu terus berbunyi di tengah malam buta, suara riuh warga berlari pontang panting mengambil air dengan ember untuk memadamkan api, tapi sia-sia kobaran api masih berdiri dengan gagahnya, panasnya siap memanggang manusia-manusia yang berani mendekati dirinya.“Sumirah dan Nyai Aminah masih di dalam, bagaimana ini.”Bapak kepala desa bingung, warga panik.Permana tertawa-tawa melihat pemandangan di hadapannya. Setelah puas, lelaki itu pulang karena Gendis telah menunggunya di rumah.“Pie Kang Mas? Wis mbok bakar si Sumirah? Ben kae mati terus aku paling ayu sak ndeso Kang Mas.” ( Bagaimana Mas? Sudah kamu bakar si Sumirah, biar dia mati lalu aku jadi wanita tercantik di desa Mas.)Permana mengelus rambut ikal panjang milik Gendis yang selalu beraroma melati itu. Lalu mencubit pipi wanitanya itu dengan gemas.“Uwis, tenang wae, Sumirah mesti mati nyusul ramane ning neroko” ( Sudah, tenang saja, Sumirah pasti mati,

    Last Updated : 2023-10-11
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-6 TOLONG

    Sumirah kini tinggal di gudang padi milik Nyai Aminah karena bangunan utama rusak parah. Beruntung si jago merah tak sampai melahap gudang padi yang terletak di belakang rumah uwaknya tersebut.Sumirah bertahan hidup dari hasil mengais sisa-sisa harta benda milik uwaknya.Perut milik Sumirah berbunyi, pertanda minta diisi. Sumirah melahap nasi jagung yang tadi dia beli di pasar, uang dari hasil menjual perhiasan milik Nyai Aminah yang tak sengaja dia temukan di reruntuhan rumah sudah hampir habis untuk menyambung hidupnya selama sebulan ini.Bukan niat Sumirah hanya ingin menghabiskan harta uwaknya, dirinya berusaha mencari rezeki dengan cara menawarkan tenaganya kepada penduduk, tapi entah kenapa semua menolak dirinya.Ada yang merasa ketakutan jika bertemu dengannya, tapi kebanyakan dari mereka menatap jijik mukanya yang rusak karena luka bakar waktu itu.Hidung mancungnya kini sedikit pesek karena banyak dagingnya yang berkoreng dan terkelupas. Mata kanannya sedikit kabur. Serta ha

    Last Updated : 2023-10-26
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-7 SYARAT dan SUMPAH

    Suara guntur saling bersahutan. Hujan deras menari bersama sang angin. Tangan Sumirah berusaha menggapai sesuatu, seluruh badannya mati rasa. Pandangan matanya semakin memudar. Ditambah dengan guyuran hujan yang bagai ribuan jarum jatuh dari langit tepat di atas kulitnya yang terluka dan penuh memar itu menyempurnakan rasa sakit yang diderita oleh sang wanita yang dikhianati oleh lelaki yang selama ini menjadi lintah menyedot habis harta dan juga kebahagiaannya.Sumirah terus menggaungkan nama sosok yang diharap dapat mengangkatnya dari penderitaannya saat ini.Tak lama sesosok pria melangkah ke arahnya, itu adalah hal terakhir yang dia lihat sebelum kesadarannya menghilang.Sang pria menutupi tubuh polos Sumirah dengan selembar kain jarik bermotif emas lalu membopongnya menembus derasnya hujan, membawanya ke tempat di mana Sumirah memanggil nama ratunya, penguasa Rawa Ireng.Sang ratu yang berwujud seekor ular mengelilingi tubuh Sumirah yang tergeletak di sebuah meja batu. Sang ratu

    Last Updated : 2023-10-26
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-8 RATU LINTANG PETHAK ( RATU BINTANG PUTIH)

    Pendar cahaya yang terpancar dari tubuh Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng perlahan menghilang.Mata Sumirah yang terpejam terbuka perlahan. Dirinya terbengong mendapati perubahan besar yang tersaji di hadapannya.Sesosok perempuan sangat anggun berdiri di hadapannya, dengan pakaian ratu khas kerajaan Jawa kuno, rambut ter sanggul dengan indahnya berhias ronce bunga melati dan mahkota yang berkilau, aroma kembang kantil menyeruak darinya. Kecantikan yang dia punya ribuan kali lebih menawan daripada kecantikan Nyai Mutik yang Sumirah pikir wanita tercantik yang pernah dia temui.Namun kini dia sadar, penguasa Rawa Ireng yang baru saja menjadi tempat dirinya meminta pertolongan adalah sosok teramat sangat cantik menawan.“Kemarilah, Cah Ayu!”Sumirah sungguh terpesona oleh kecantikan Ratunya. Bahkan suaranya begitu merdu, halus, lemah lembut, tatapan matanya tajam penuh misteri tapi dia tetap tidak kehilangan pesonanya.Perlahan Sumirah turun dari meja batu tempat dirinya pingsan, ragu ka

    Last Updated : 2023-10-26
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-9 KEMBANG TERATAI PUCUK SUKMA

    Nyai Mutik semakin pias, tanda-tanda keberadaan Sumirah sudah tidak ada.Matikah dia? Atau masih hidupkah? Nyai Mutik benar-benar tidak bisa merasakan keberadaan anak manusia yang putus asa hingga menyambangi junjungannya dan nekat melakukan ritual yang teramat berbahaya itu.Nyai Mutik melirik ratunya yang tengah tersenyum penuh misteri. Senyuman yang mengerikan namun mempesona secara bersamaan.Nyai Mutik tahu betul betapa sulitnya menyeberangi danau jelmaan Rawa Ireng di hadapannya itu.Sesungguhnya danau yang kelihatan jernih tersebut tetaplah sebuah rawa yang hitam pekat dan berbau busuk, hanya rupanya saja yang berubah, namun tidak mengubah kenyataan bahwa Sumirah kini tengah masuk ke dalam Rawa yang berbau busuk.Dirinya pernah melewati proses seperti yang dilakukan Sumirah saat ini, menyeberang danau yang jernih demi mendapatkan sesuatu yang bersinar di tengah danau tersebut. Awalnya dia mampu menyeberang dengan mudah, namun saat hatinya meragu tiba-tiba danau yang dikelilingi

    Last Updated : 2023-10-26
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-10 GUA PITUTUR

    “Kau tahu kenapa disebut pucuk sukma, Sumirah?” Nyai Mutik menatap ke arah Sumirah dengan tatapan sendu seolah menyesalkan keputusan Sumirah yang menempuh jalan ini, jalan yang juga diambilnya yaitu menyembah Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng. Nyai Mutik sejatinya sangat berharap tidak ada lagi seseorang yang akan mengalami hal tragis saat ingin meraih keabadian. Namun, Sumirah yang rupanya telah dipenuhi oleh amarah dan dendam itu bersikeras untuk menginjak dan menempuh jalanan yang kesemuanya bertebaran tulang belulang dari manusia yang gagal melakukan ritual.Sumirah menggelengkan kepalanya, pertanda tidak tahu. Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng tersenyum penuh misteri.“Disebut pucuk sukma karena dia adalah jelmaan dari sukma seseorang yang menjadi tuannya. Sukmamu perlahan akan bercampur dengan bangsa kami melalui bunga teratai itu, Sumirah. Saat kelopak pertama masuk ke tubuhmu, maka sukmamu tak lagi milikmu, tapi milikku sang penguasa Rawa Ireng. Namun kamu jangan khawatir, Sumir

    Last Updated : 2023-10-27
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-11 UJIAN

    Suasana di dalam gua sangat gelap, sementara suara kakek tua terus terdengar berulang-ulang. Suaranya terdengar hingga menembus jiwa. Sumirah semakin rapat menutup matanya.Tiba-tiba suara sang kakek menghilang, gua terasa sunyi dan gelap.Terdengar suara riak air dari bejana emas yang bergetar karena gerakan tangan Sumirah yang ketakutan.Sumirah berusaha menenangkan degup jantungnya hingga akhirnya gemetar di tangannya perlahan mereda, bejana tak lagi bergetar.Cukup lama Sumirah ditelan keheningan gua, hingga tiba-tiba terdengar suara kaki yang melangkah perlahan. Mantan istri dari Permana itu menajamkan pendengarannya.Sumirah begitu familiar dengan suara yang didengarnya. Itu suara langkah kaki sang rama saat berjalan menggunakan sandal selopnya.Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat, dan berhenti tepat di hadapannya. Sumirah masih tetap menutup matanya.Nyai Mutik berpesan supaya dirinya jangan sekali-kali membuka matanya, apa pun yang dia dengar jangan sekali-kali membu

    Last Updated : 2023-10-27
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-12 PENDOPO JATI

    Hanya dalam sekejap penguasa Rawa Ireng dan Nyai Mutik sudah berada di depan mulut Gua Pitutur yang terlihat gelap. Tak ada sinar sedikitpun yang menerangi dalamnya gua. Hanya sinar rembulan yang melapisi tipis gua bagian atas serta luar gua, selebihnya semakin menatap mulut gua maka hanya kegelapan yang terpampang nyata.Saat langkah pertama sang ratu memasuki gua, semua obor yang berada di gua yang tadinya mati, kini apinya kembali menyala, gua kembali terang.Sumirah kaget karena kini di sekitarnya menjadi terang. Akan tetapi dirinya berusaha untuk tetap tenang, dirinya merapatkan matanya agar tak terbuka. Sang ratu dan Nyai Mutik tersenyum melihat keteguhan hati yang dimiliki Sumirah.“Bukalah matamu, Sumirah. Aku datang menjemputmu!” Suara lembut Kanjeng Ratu Lintang Pethak terdengar.Sumirah masih ragu membuka kelopak matanya, dia takut kalau lagi-lagi makhluk di depannya bukanlah kanjeng ratu yang asli.“Bukalah matamu, Sumirah. Aku datang kemari bersama Kanjeng Ratu untuk menj

    Last Updated : 2023-10-28

Latest chapter

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-19 KAMAR RAHASIA

    “Bapak ….” Seruni yang sudah sadar menyebut nama bapaknya. Sementara itu Pak Ahmad memeluk tubuh Seruni dengan tangan yang gemetar. Lelaki itu begitu senang karena anaknya itu telah kembali dengan selamat.“Bapak kenapa? Kenapa bapak menangis?” Lagi Seruni bertanya, kini tangannya dengan pelan mengusap pipi ayahnya yang telah basah oleh air mata.“Nggak apa-apa. Ayah tidak apa-apa. Kamu masih kepanasan?” Paman Ahmad tentu saja tidak ingin mengaku jika dirinya begitu mengkhawatirkan anaknya yang tiba-tiba menjerit kepanasan seperti tenggelam dalam kobaran api.“Panas? Aku nggak kepanasan kok, Pak?” Nampaknya Seruni sama sekali tidak ingat dengan apa yang telah terjadi dengan nya barusan. Paman Ahmad yang mengerti pun langsung melepaskan pelukannya dari tubuh anak semata wayangnya itu.Paman Ahmad yang melihat anak gadisnya telah melupakan semuanya sedikit lega. Yang mana itu berarti Seruni yang ada di hadapannya saat ini adalah Seruni yang tubuhnya benar-benar berisi jiwa Seruni yang a

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-18 SUMIRAH BEBAS

    “Apa yang kamu lakukan, Kyai Ibrahim!” Paman Ahmad berteriak.Kyai Ibrahim kaget kenapa bisa bapak Seruni itu bisa berada di dunia yang bukan dunianya manusia.Paman Ahmad yang belum juga mendapatkan jawaban pun berlari mendekati sang Kyai dan begitu sampai Paman Ahmad langsung menarik pergi tangan Kyai agar menjauh dari hadapan sosok ular Sumirah yang sedang terbakar oleh api yang berkobar.“Ada apa ini sebenarnya, Kyai? Kenapa ada makhluk mengerikan itu di sana?” Paman Ahmad mengulang kembali pertanyaannya sambil menatap ular Sumirah.“Aku sedang berusaha mengembalikan sukma Satria ke tempat yang seharusnya, Pak Ahmad. Dan ini sangat mendesak. Aku tidak bisa menjelaskan panjang lebar sekarang.” Kyai Ibrahim berusaha menjelaskan dengan singkat dan jelas.“Satria? Bagaimana bisa?” Paman Ahmad masih belum percaya dengan ucapan sang Kyai.“Lihatlah disana.” Kyai Ibrahim menunjuk ke arah mana Satria masih duduk bengong tak bergerak sama sekali.“Itu Satria, Kyai?!” Paman Ahmad kaget kena

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-17 BERTEMUNYA SUMIRAH DAN KYAI IBRAHIM

    "Kenapa kamu kesini! Kamu tidak aku undang!" Wanita yang memeluk Satria langsung memasang wajah marah."Kembalikan apa yang seharusnya kamu kembalikan. Dia dan kamu bukan lah makhluk yang sama. Seberapapun kerasnya kamu berusaha takdir kalian tidak akan pernah bersama." Kyai Ibrahim dengan tegas meminta wanita cantik itu melepaskan Satria yang ada di cengkramannya."Tidak! Kangmas Satria akan ikut bersamaku dalam keabadian. Di dalam tubuhnya mengalir darah kekasihku! Selamanya dia akan menjadi milikku. Pergi lah kau wahai tua bangka! Aku benci auramu itu!" Lagi suara perempuan yang memeluk Satria menggelegar."Dia bukan milikmu, Sumirah! Jangan paksa aku untuk bertarung denganmu!" Kyai Ibrahim menyodorkan tasbih yang dirinya genggam ke arah Sumirah."Kau menantangku! Dasar tua bangka! Tak sadarkah kamu bahwa kamu sebentar lagi akan masuk ke liang lahat?! Jangan urusi urusanku dan pergilah, urusi saja umurmu yang tak lama lagi itu!" Sumira menatap dengan tatapan yang begitu tajam.“Kam

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-16 TUSUK KONDE EMAS DAN LUKISAN

    Bu Hafsah yang kebingungan melihat keadaan anaknya yang duduk bersandar di tembok dalam keadaan pingsan pun nekat pergi ke rumah Kyai Ibrahim menggunakan sepeda yang ada di rumahnya. Bu Hafsah melepaskan mukena nya dengan tergesa dan memakai kerudungnya. "Tunggu ibu, sebentar." Bu Hafsah menatap anaknya sebentar baru kemudian pergi keluar dari rumahnya. Di perjalanan menuju ke rumah Kyai Ibrahim Bu Hafsah tidak mempedulikan dirinya sendiri yang seolah dirinya tengah di tatap oleh ratusan pasang mata. Di pikiran Bu Hafsah saat ini adalah bagaimana caranya agar dirinya bisa segera sampai di rumah Kyai Ibrahim dan meminta tolong kepada beliau. Di pertengahan jalan, Bu Hafsah dihadang oleh seekor ular hijau yang ujung ekor dan kepalanya berwarna merah terang sebesar pohon bambu. "Astagfirullah!" Bu Hafsah menghentikan sepeda yang dirinya kendarai secara mendadak. Ular yang menghadang Bu Hafsah melotot tajam sambil menjulurkan lidahnya yang bercabang dan terus berdesis. Kepala ular ter

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-15 IBU, LARI!

    Bu Hafsah duduk termenung di pinggir tempat tidurnya. Ibu paruh baya tersebut merasa jika dirinya sudah keterlaluan karena membiarkan anak lelakinya itu begitu saja di depan rumah, padahal Bu Hafsah sangat yakin jika anak semata wayangnya itu pasti belum makan karena satria hilang sejak subuh tadi. Tadi pagi, setelah sholat subuh, Bu Hafsah ingin membangunkan anak lelakinya yang sering kesiangan itu, Namun, alangkah kagetnya jika ternyata anak lelakinya tidak ada di kamarnya. Tentu saja Bu Hafsah kebingungan dan mencari anaknya. Ternyata anaknya itu benar-benar pergi dari rumah. Bu Hafsah pun resah. Namun, ketika sudah tenang, wanita tersebut berpikir jika anak lelakinya itu mungkin saja ada urusan mendadak jadi tidak sempat untuk pait dengannya. Tapi siapa sangka jika ternyata Saria itu pergi ke reruntuhan pondok pesantren. Padahal Bu Hafsah sudah melarang keras agar anaknya itu tidak pergi kesana. Namun, ternyata Satria nekat pergi kesana dan tidak berpamitan. Tentu saja Bu Hafsa

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-14 BUNUHLAH!

    "Nggih, Bu. Saya dari reruntuhan pondok pesantren peninggalan Eyang Kakung Anggara." Satria berkata sambil menundukkan kepalanya karena takut melihat sorot tajam dari mata ibunya. Lelaki itu tak bisa untuk membohongi ibunya."Kamu ...!" Bu Hafsah berkata sambil menunjuk wajah anak semata wayangnya itu menggunakan jari telunjuk yang bergetar karena menahan emosi yang meluap-luap."Bu, ada apa toh ini sebenarnya. Saya ini sudah dewasa, Bu. Kenapa ibu begitu banyak menyimpan rahasia?" Satria memberanikan diri untuk menatap wajah ibunya yang sedang marah."Lupakan!" Bu Hafsah menarik telunjuknya dengan kasar, lalu membalik badannya hendak meninggalkan anaknya."Ibu, tunggu!" Satria mencengkram erat pergelangan tangan ibunya sehingga Bu Hafsah terpaksa menghentikan langkahnya."Ibu, Ibu kenapa toh? Kenapa Ibu tidak mau berterus terang kepada saya, Bu?" Satria menuntut penjelasan kepada sang ibu mengapa dirinya terus diperlakukan seperti seorang anak kecil.Namun, Bu Hafsah tetap saja membi

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-13 RERUNTUHAN PESANTREN

    Pagi-pagi sekali Satria berjalan perlahan menuju tempat yang pernah dia datangi di dalam mimpi. Bahkan adzan subuh baru saja berkumandang dan sinar mentari pagi pun baru sedikit terlihat warna jingganya. Lelaki muda tersebut mengendap-ngendap keluar dari rumah ibunya. Tidak ingin membuat sang ibu khawatir. Kemarin setelah siuman dari pingsan Satria sempat beradu pendapat dengan sang ibu. Ibunya yaitu Bu Hafsah sangat menyesali keputusan Satria yang mengusir Kyai Ibrahim dan Paman Ahmad. Terlebih Satria berkata jika dirinya tidak mempercayai kedua orang tersebut. Padahal justru mereka berdua lah yang sangat perhatian dengan apa yang terjadi pada Satria. "Kamu sudah salah paham, Satria. Kyai Ibrahim dan Paman Ahmad itu sangat mengkhawatirkan keadaanmu. Walau memang cara pandang kedua orang itu berbeda tapi ibu yakin jika Kyai Ibrahim dan Paman Ahmad sangat mengkhawatirkanmu. Mereka peduli denganmu, Satria. Bagaimana mungkin kamu bisa tidak mempercayai mereka." Bu Hafsah terlihat beg

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-12 RAHASIA TERSEMBUNYI

    Di saat Kyai Ibrahim, Bu Hafsah dan Paman Ahmad bertengkar. Satria yang jiwanya telah lepas justru kini tengah melangkah bersama sosok yang begitu mirip dengan eyang putrinya, Eyang Putri Fatimah. Sosok perempuan cantik dengan gamis melayu dan rok senda, tak lupa juga selendang menutupi kepalanya yang membuat sosok tersebut terlihat anggun walaupun berpenampilan sederhana. Sosok yang begitu berbeda dengan Sumirah yang walaupun cantik tapi terasa begitu berbahaya.Jiwa Satria dibawa pergi ke suatu tempat yang tidak asing bagi Satria."Tempat ini kan ...." Satria tidak melanjutkan perkataannya, tapi justru memandang sosok yang berdiri di sampingnya.Sosok yang bersama Satria itu jarinya menunjuk ke sebuah arah di antara puing-puing bangunan sisa peninggalan dari suaminya. Sosok Fatimah muda tersenyum menatap Satria. Sosok tersebut hanya tersenyum, tapi tak berkata-kata."Aku harus ke sana?" Satria menunjuk dirinya sendiri.Sosok Fatimah mengangguk."Tapi disana tidak ada apapun, Eyang?"

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-11 WADAH BARU

    "Pak Ahmad! Pak! Bapak tidak apa-apa?" Kyai Ibrahim menepuk pelan pundak Paman Ahmad yang sedari tadi membisu. Paman Ahmad menepis kasar tangan sang kyai yang menempel di pundaknya. Paman Ahmad kembali membuang muka sambil tangannya bersedekap. "Mari kita lupakan dulu permasalahan antara Saeruni dan Nur, Pak Ahmad. Terpenting untuk saat ini kita harus menyelamatkan Satria. Karena akar dari permasalahan ini ada pada Satria." Paman Ahmad mengendurkan raut wajahnya yang kaku. Terdengar hembusan nafas pelan. "Lalu, apa saranmu, Kyai?" Paman Ahmad berbicara dengan nada yang lebih lembut walaupun masih terkesan ketus. "Satria itu masih muda. Dia adalah lelaki yang berada di usia yang mana nafsunya sebagai seorang lelaki sedang berada di puncaknya. Satria sangat lemah jika berhadapan dengan kecantikan wanita. Jujur saja ini sangat berat mengingat yang mengikat jiwanya adalah perempuan yang jelita." Kata-kata dari Kyai Ibrahim seketika membuat bu Hafsah lemas karena kehilangan harapan un

DMCA.com Protection Status