Share

BAB.2 CAH AYU

Penulis: UMMA LAILA
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-11 16:31:18

“Aku harus lari, jangan sampai Juragan Jarwo yang mata keranjang itu menangkapku lagi! Aku harus selamat.”

Seorang perempuan berlari menembus rimbunnya hutan yang gelap. Hanya cahaya rembulan yang menjadi penerang langkahnya.

Kain jariknya sobek hingga terlihat paha mulusnya, baju kebayanya sobek di bagian dada. Telapak kakinya terluka karena menginjak ranting-ranting kering yang tajam.

Nafasnya terputus-putus, tapi sekuat tenaga tetap dia pacu dengan menarik nafas sekuat-kuatnya berharap tenaganya takkan hilang.

Wanita itu adalah Sumirah, perempuan tercantik di kampungnya, kampung   Kalimas.

“Sumirah! Sumirah! Jangan kabur kamu, Sumirah!” Juragan Jarwo berteriak kencang.

“Itu suara Juragan Jarwo. Oh tidak! Suaranya semakin dekat. Aku harus terus berlari, tidak sudi aku menjadi gundiknya!” Sumirah bermonolog dengan dirinya sendiri.

Perempuan yang baru saja ditalak oleh suaminya itu terus berlari tanpa menoleh lagi ke belakang. Hingga akhirnya dirinya terjatuh karena kakinya tersangkut pohon gadung. Durinya menancap dan menyisakan luka berdarah di betis Sumirah.

Sumirah kembali berdiri dan berusaha terus berlari walau kakinya harus berjalan dengan terpincang-pincang.

Dia terus berlari sambil menangis. Hatinya sakit, jiwanya rapuh, raganya tercabik-cabik, harga dirinya terinjak-injak dengan sangat mengenaskan.

“Kang Mas Permana, ini semua salahmu!”

Sumirah terus melanjutkan larinya, tangisnya kini benar-benar pecah. Bayangan suaminya tadi siang sungguh menancapkan amarah di sukmanya.

“Kang Mas! Apa yang kamu lakukan, Kang Mas! Kenapa kamu tega melakukan ini  semua kepadaku, Kang Mas! Apa salahku!”

Sumirah yang baru saja pulang dari rumah uwaknya terkejut mendapati suaminya,  Permana tengah bergumul dengan perempuan yang tidak halal baginya.

Perempuan itu adalah Gendis,. Seorang penari yang sangat terkenal di seluruh kampung. Penari yang dikenal dengan kemolekan tubuhnya yang sintal berisi, buah dada yang menantang setiap mata lelaki. Lenggokan tubuhnya saat menari mampu menghentikan laju angin seolah berhenti hanya untuk melihat dirinya menari.

Sebenarnya untuk kecantikan, Sumirah jauh lebih menawan dibandingkan Gendis. Sumirah dengan aura keibuan serta kelemah-lembutan  tutur katanya yang menjadikannya primadona saat dirinya masih gadis dulu, sementara Gendis  hanya bermodalkan pesona senyum genit serta suara yang dia buat mendayu-dayu memanja dan tubuhnya saja.

Mata Sumirah melotot melihat pemandangan menjijikan itu. Gendis tersenyum sinis saat melihat Sumirah memergoki suaminya tengah mencumbu dirinya dengan sangat liar. Sementara Permana suami Sumirah tampak acuh dan tetap melanjutkan kegiatannya, dia tak peduli dengan amukkan dan tangisan sang istri. Baginya Gendis lebih memberikannya kepuasan daripada Sumirah. Dirinya sudah bosan dengan perempuan yang sudah dia nikahi selama empat tahun itu. Raga Sumirah sudah tak lagi menimbulkan gairah di mata Permana.

Sumirah membanting pintu dengan kasar, matanya tak kuasa melihat hal yang menjijikan itu, terlebih kedua iblis itu sengaja membuatnya mendengar suara desahan serta rintihan kenikmatan dari mulut mereka.

Entah kenapa Sumirah tak mampu menggerakkan badannya, padahal sungguh dirinya ingin mencincang tubuh kedua manusia laknat tersebut. Tapi jangankan mencincang mendekati mereka saja kakinya mendadak terpaku, hingga akhirnya dia memilih keluar dan terduduk lemas di ruang tamunya.

Pendengarannya  masih dengan jelas mendengar lenguhan demi lenguhan suara yang baginya sangat menjijikkan itu.

Sumirah hanya bisa menangis, hingga akhirnya suara itu berhenti dengan sendirinya.

Pintu kamar terbuka lebar, Sumirah mengangkat kepalanya dan melihat suaminya memakai kembali pakaiannya, sementara wajah kelelahan milik Gendis menyunggingkan senyum sinisnya, dia membiarkan tubuh polosnya tetap seperti saat Permana menikmatinya. Sengaja tidak dia selimuti, seolah memberi tahu bahwa Permana adalah miliknya.

Permana melangkahkan kakinya ke arah Sumirah yang terduduk di lantai sambil menangis, tangannya dia letakkan di pinggang, matanya menatap bengis Sumirah. Hingga detik kemudian, dengan kejamnya

Permana menampar wajah ayu Sumirah hingga tubuhnya tersungkur, bibir Sumirah mengeluarkan darah segar.

Terdengar suara rintih kesakitan saat Permana menendang tubuh istrinya hingga terjungkal. Tak hanya itu, bahkan dengan teganya tangan kanan Permana menarik rambut Sumirah hingga gelungannya terlepas.

Tangan Permana dengan kasar menarik rambut Sumirah hingga kepala istrinya itu mendongak ke atas.

Permana meludahi wajah sumirah yang telah basah oleh airmata.

Gendis keluar dari kamar ingin melihat Sumirah yang terinjak harga dirinya itu. Pakaian telah dia kenakan. Gendis duduk dengan jumawa menghadap Sumirah yang tengah disiksa suaminya.

“Aaa ... sakit Kang Mas ....” Sumirah merintih tatkala Permana menarik rambutnya.

Kepala perih rasanya, tapi sakit di hatinya seribu kali lebih perih.

Gendis mendekatkan wajahnya dengan kepala Sumirah yang tengah ditarik rambutnya oleh Permana. Gendis meludahi wajah Sumirah.

Bagai luka yang masih meneteskan darahnya sengaja dia siram dengan cuka. Perih tak terkira.

Lagi-lagi Sumirah memekik, Permana menjambak rambut Sumirah dengan kasar hingga banyak helaian rambut yang tersangkut di ttangannya Rambut Sumirah tergerai berantakan.

“Heh mandul! Pergi kau dari sini, mulai saat ini kau aku ceraikan. Wanita mandul sepertimu tak pantas dipertahankan,” suara Permana menggelegar, meremukkan hati Sumirah.

“Ta—pi aku harus pergi ke mana Kang Mas? Ini sudah malam. Lagipula rumah ini adalah milikku, warisan dari ramaku, kamu yang harusnya pergi bukan aku!”

Suara Sumirah terdengar sangat pilu tatkala Permana menyeret paksa tangan Sumirah lalu melemparkannya keluar pintu bagai anjing buduk.

“Ini rumahku, terserah kau mau ke mana. Ramamu sudah mati. Jadi harta beserta rumah ini milikku. Enyahlah kau dari hadapanku! Dasar wanita mandul!”

Rama Sumirah adalah juragan tanah yang sangat kaya raya, tapi entah kenapa sangat menyayangi Permana yang seorang pemabuk dan pemalas hingga akhirnya mengangkatnya sebagai menantunya, suami Sumirah.

Tapi hanya berhitung bulan pernikahan Sumirah dan Permana, rama Sumirah meninggal tiba-tiba, padahal tidak pernah sakit. Hingga akhirnya semua hartanya jatuh di tangan Sumirah yang secara otomatis menjadi milik Permana.

Warga kampung berkumpul melihat apa yang tengah terjadi, mereka iba dengan Sumirah tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Seluruh warga kampung sangat takut dengan Permana, karena mereka mempunyai hutang yang sangat banyak. Jika ada yang berani membantu Sumirah, maka dapat dipastikan orang itu akan kehilangan rumahnya karena disita oleh Permana si lintah darat.

Sumirah berdiri terhuyung-huyung. Dia diusir tanpa boleh membawa seperserpun uang, harta satu-satunya hanya pakaian yang melekat ditubuhnya.

Sumirah berjalan pelan meninggalkan rumah yang sudah dia tempati sedari kecil itu.

Gendis tertawa penuh kemenangan melihat Sumirah pergi, Permana menggandeng Gendis agar masuk ke rumah lalu menutup pintu dengan keras.

Sumirah berjalan menyusuri pinggir hutan, dia akan kembali kerumah uwaknya, hanya itu satu-satunya tempat dia kembali.

Tapi tiba-tiba dirinya dihadang oleh Juragan Jarwo, Maman dan Paijo. Mereka menyeret Sumirah ke tengah hutan dan melemparkan paksa Sumirah ke dalam gubuk tua.

“Jo, Man, kalian jaga di luar, aku mau bersenang-senang.”

“Wokey, Juragan. Siap!”

Sumirah ketakutan, dia tak sudi tubuhnya disentuh oleh Juragan Jarwo. Sumirah berusaha lari, tetapi tubuhnya dengan mudah ditangkap Juragan Jarwo karena memang tubuh dan tenaga mereka jauh berbeda.

Dengan beringas Juragan Jarwo membuka paksa kancing kebaya Sumirah dengan susah hingga sobek karena ditahan tangan Sumirah.

“Wadoh....” Juragan Jarwo menjerit kesakitan.

Sumirah menggigit tangan Juragan  Jarwo, sehingga dapat berdiri dari posisi yang ditimpa tubuh besar Juragan Jarwo.

Juragan Jarwo menarik paksa jarik yang digunakan oleh Sumirah hingga sobek hingga terlihat paha mulus milik Sumirah.

Sumirah yang terpojok akhirnya mendendang keras pusaka Juragan Jarwo dan kabur melalu pintu belakang gubuk.

Sumirah terus berlari hingga dirinya sampai di Rawa Ireng.

Dia menyadari bahwa Rawa Ireng adalah tempat keramat yang dijauhi semua orang, yang konon katanya orang yang masuk tak dapat lagi keluar.

Sumirah tak peduli, dia lebih memilih mati di Rawa Ireng daripada dinodai oleh Juragan Jarwo.

Sumirah menangis tersedu, kini dia berada di pusat Rawa Ireng. Dirinya sudah tidak mendengar lagi suara langkah kaki mengejarnya. Sumirah berfikir jika Juragan Jarwo dan anak buahnya pasti tak berani mengikuti dirinya hingga ke Rawa Ireng.

Sumirah terduduk di tanah rawa yang lembab dan basah.

“Aaa!” Sumirah berteriak kencang sambil memukul-mukul keras dadanya.

Sumirah terus memukul-mukul dadanya berharap sesak di dadanya bisa keluar, berharap rasa sakit di dadanya bisa berkurang. Tapi nyatanya sia-sia.

“Aaa!” Permpuan ayu tersebut terus berteriak dengan putus asa, dia tak peduli lagi jika para penghuni Rawa Ireng akan marah karena terganggu dengan teriakan dan tangisnya. Baginya rasa sakit dihatinya sangat besar, dia tak peduli jika dia harus mati di Rawa Ireng.

Tiba-tiba bau bangkai tercium dengan pekat, bukan tak menyadari hal ini tapi Sumirah sudah tidak peduli.

Dirinya kembali memukul-mukul dadanya dengan keras, tangisnya kembali pecah dan terdengar sangat menyayat. Dia mengeluarkan semua air matanya, biarlah kering asal perasaannya membaik.

Tapi sebanyak apapun air matanya keluar, justru rasa sakit di hatinya semakin terasa. Dia merasa menjadi wanita bodoh dan lemah karena tak mampu melawan Permana suaminya, manusia berhati iblis itu.

Tiba-tiba bau busuk itu menghilang dan berubah menjadi wangi aroma kenanga.

“Mungkin ini akhir dari hidupku,” Sumirah berkata lirih sambil terus menangis dan memukul dadanya dengan keras.

Sumirah sudah siap mati dimakan lelembut Rawa Ireng.

Mata Sumirah terpejam, bersiap-siap menghadapi murka para penghuni Rawa Ireng.

Aroma bunga kenanga semakin tercium pekat, Sumirah lemas dan pasrah.

Namun apa yang Sumirah pikirkan tidak terjadi, tidak ada hal buruk yang menimpa dirinya.

Justru dia mendengar suara halus perempuan memanggil dirinya.

“Cah Ayu ....” (Anak cantik.)

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Viva Oke
sumirah ditolong nyai penunggu rawa Ireng ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB.3 NYAI MUTIK

    “Cah Ayu....”Sumirah mendengar suara halus perempuan memanggil dirinya, tengkuknya meremang, matanya semakin dia tutup rapat. Suaranya masih tetap menangis sesenggukkan. Sumirah sudah pasrah dengan apa yang terjadi pada dirinya.“Cah Ayu, ojo nangis. Menengo.” ( Anak cantik, jangan menangis. Diamlah...”Suara lembut perempuan terdengar kembali. Sumirah perlahan menghentikan tangisnya.“Cah Ayu, bukak o mripatmu.” ( Anak cantik, bukalah matamu.)Sumirah membuka pelan matanya, detik kemudian matanya terbuka lebar, matanya melotot melihat apa yang ada di depannya.Seekor ular kobra sebesar pohon jati yang berusia ratusan tahun tengah menatap wajahnya, sisiknya yang berwarna putih susu berkilau memantulkan cahaya rembulan. Matanya merah bagaikan batu delima, gigi taringnya tajam bagai sebilah pedang. Ular itu tapi tak beraroma amis khas hewan melata, melainkan ber-aromakan wangi bunga kantil.Perlahan kepala ular semakin mendekati wajah Sumirah.Dekat dan semakin dekat hingga sang ular

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-4 UWAN SETUNGGAL

    Nyai Mutik tersenyum miris, sambil menggelengkan kepalanya perlahan setelah mendengar permintaan perempuan ayu yang semalam ditolongnya. Sementara itu Sumirah menunduk takut bila Nyai Mutik marah kepadanya."Apa tujuanmu sebenarnya, Cah Ayu. Sehingga kamu ingin menjadi sepertiku? Sekarang, coba kamu lihat ke arahku, Cah Ayu." Nyai Mutik berkata lirih.Sumirah mengangkat wajahnya, bola matanya beradu dengan bola mata milik Nyai Mutik.Sumirah kaget karena tiba-tiba bola mata Nyai Mutik berubah seperti mata seekor ular, bukan bola mata manusia normal.Tubuh Sumirah kaku, matanya seolah terkunci dan dipaksa menatap bola mata milik Nyai Mutik."Jika menatap mataku saja kau ketakutan, apa mungkin kau bisa menjadi sepertiku, Sumirah?"Perlahan bola mata Nyai Mutik kembali seperti semula, sedangkan tubuh Sumirah terjatuh ke lantai. Tubuhnya penuh keringat dan bergetar hebat, nafasnya cepat. Dadanya terasa sesak, bahkan dia sampai harus bernafas menggunakan mulutnya.Perlahan Nyai Mutik mende

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-5 ALASAN

    “Kebakaran!”“Tolong! Ada kebakaran!”“Kebakaran!”Suara kentongan dari bambu terus berbunyi di tengah malam buta, suara riuh warga berlari pontang panting mengambil air dengan ember untuk memadamkan api, tapi sia-sia kobaran api masih berdiri dengan gagahnya, panasnya siap memanggang manusia-manusia yang berani mendekati dirinya.“Sumirah dan Nyai Aminah masih di dalam, bagaimana ini.”Bapak kepala desa bingung, warga panik.Permana tertawa-tawa melihat pemandangan di hadapannya. Setelah puas, lelaki itu pulang karena Gendis telah menunggunya di rumah.“Pie Kang Mas? Wis mbok bakar si Sumirah? Ben kae mati terus aku paling ayu sak ndeso Kang Mas.” ( Bagaimana Mas? Sudah kamu bakar si Sumirah, biar dia mati lalu aku jadi wanita tercantik di desa Mas.)Permana mengelus rambut ikal panjang milik Gendis yang selalu beraroma melati itu. Lalu mencubit pipi wanitanya itu dengan gemas.“Uwis, tenang wae, Sumirah mesti mati nyusul ramane ning neroko” ( Sudah, tenang saja, Sumirah pasti mati,

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-6 TOLONG

    Sumirah kini tinggal di gudang padi milik Nyai Aminah karena bangunan utama rusak parah. Beruntung si jago merah tak sampai melahap gudang padi yang terletak di belakang rumah uwaknya tersebut.Sumirah bertahan hidup dari hasil mengais sisa-sisa harta benda milik uwaknya.Perut milik Sumirah berbunyi, pertanda minta diisi. Sumirah melahap nasi jagung yang tadi dia beli di pasar, uang dari hasil menjual perhiasan milik Nyai Aminah yang tak sengaja dia temukan di reruntuhan rumah sudah hampir habis untuk menyambung hidupnya selama sebulan ini.Bukan niat Sumirah hanya ingin menghabiskan harta uwaknya, dirinya berusaha mencari rezeki dengan cara menawarkan tenaganya kepada penduduk, tapi entah kenapa semua menolak dirinya.Ada yang merasa ketakutan jika bertemu dengannya, tapi kebanyakan dari mereka menatap jijik mukanya yang rusak karena luka bakar waktu itu.Hidung mancungnya kini sedikit pesek karena banyak dagingnya yang berkoreng dan terkelupas. Mata kanannya sedikit kabur. Serta ha

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-26
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-7 SYARAT dan SUMPAH

    Suara guntur saling bersahutan. Hujan deras menari bersama sang angin. Tangan Sumirah berusaha menggapai sesuatu, seluruh badannya mati rasa. Pandangan matanya semakin memudar. Ditambah dengan guyuran hujan yang bagai ribuan jarum jatuh dari langit tepat di atas kulitnya yang terluka dan penuh memar itu menyempurnakan rasa sakit yang diderita oleh sang wanita yang dikhianati oleh lelaki yang selama ini menjadi lintah menyedot habis harta dan juga kebahagiaannya.Sumirah terus menggaungkan nama sosok yang diharap dapat mengangkatnya dari penderitaannya saat ini.Tak lama sesosok pria melangkah ke arahnya, itu adalah hal terakhir yang dia lihat sebelum kesadarannya menghilang.Sang pria menutupi tubuh polos Sumirah dengan selembar kain jarik bermotif emas lalu membopongnya menembus derasnya hujan, membawanya ke tempat di mana Sumirah memanggil nama ratunya, penguasa Rawa Ireng.Sang ratu yang berwujud seekor ular mengelilingi tubuh Sumirah yang tergeletak di sebuah meja batu. Sang ratu

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-26
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-8 RATU LINTANG PETHAK ( RATU BINTANG PUTIH)

    Pendar cahaya yang terpancar dari tubuh Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng perlahan menghilang.Mata Sumirah yang terpejam terbuka perlahan. Dirinya terbengong mendapati perubahan besar yang tersaji di hadapannya.Sesosok perempuan sangat anggun berdiri di hadapannya, dengan pakaian ratu khas kerajaan Jawa kuno, rambut ter sanggul dengan indahnya berhias ronce bunga melati dan mahkota yang berkilau, aroma kembang kantil menyeruak darinya. Kecantikan yang dia punya ribuan kali lebih menawan daripada kecantikan Nyai Mutik yang Sumirah pikir wanita tercantik yang pernah dia temui.Namun kini dia sadar, penguasa Rawa Ireng yang baru saja menjadi tempat dirinya meminta pertolongan adalah sosok teramat sangat cantik menawan.“Kemarilah, Cah Ayu!”Sumirah sungguh terpesona oleh kecantikan Ratunya. Bahkan suaranya begitu merdu, halus, lemah lembut, tatapan matanya tajam penuh misteri tapi dia tetap tidak kehilangan pesonanya.Perlahan Sumirah turun dari meja batu tempat dirinya pingsan, ragu ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-26
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-9 KEMBANG TERATAI PUCUK SUKMA

    Nyai Mutik semakin pias, tanda-tanda keberadaan Sumirah sudah tidak ada.Matikah dia? Atau masih hidupkah? Nyai Mutik benar-benar tidak bisa merasakan keberadaan anak manusia yang putus asa hingga menyambangi junjungannya dan nekat melakukan ritual yang teramat berbahaya itu.Nyai Mutik melirik ratunya yang tengah tersenyum penuh misteri. Senyuman yang mengerikan namun mempesona secara bersamaan.Nyai Mutik tahu betul betapa sulitnya menyeberangi danau jelmaan Rawa Ireng di hadapannya itu.Sesungguhnya danau yang kelihatan jernih tersebut tetaplah sebuah rawa yang hitam pekat dan berbau busuk, hanya rupanya saja yang berubah, namun tidak mengubah kenyataan bahwa Sumirah kini tengah masuk ke dalam Rawa yang berbau busuk.Dirinya pernah melewati proses seperti yang dilakukan Sumirah saat ini, menyeberang danau yang jernih demi mendapatkan sesuatu yang bersinar di tengah danau tersebut. Awalnya dia mampu menyeberang dengan mudah, namun saat hatinya meragu tiba-tiba danau yang dikelilingi

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-26
  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-10 GUA PITUTUR

    “Kau tahu kenapa disebut pucuk sukma, Sumirah?” Nyai Mutik menatap ke arah Sumirah dengan tatapan sendu seolah menyesalkan keputusan Sumirah yang menempuh jalan ini, jalan yang juga diambilnya yaitu menyembah Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng. Nyai Mutik sejatinya sangat berharap tidak ada lagi seseorang yang akan mengalami hal tragis saat ingin meraih keabadian. Namun, Sumirah yang rupanya telah dipenuhi oleh amarah dan dendam itu bersikeras untuk menginjak dan menempuh jalanan yang kesemuanya bertebaran tulang belulang dari manusia yang gagal melakukan ritual.Sumirah menggelengkan kepalanya, pertanda tidak tahu. Kanjeng Ratu penguasa Rawa Ireng tersenyum penuh misteri.“Disebut pucuk sukma karena dia adalah jelmaan dari sukma seseorang yang menjadi tuannya. Sukmamu perlahan akan bercampur dengan bangsa kami melalui bunga teratai itu, Sumirah. Saat kelopak pertama masuk ke tubuhmu, maka sukmamu tak lagi milikmu, tapi milikku sang penguasa Rawa Ireng. Namun kamu jangan khawatir, Sumir

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-27

Bab terbaru

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB 30 SIAPA KAMU!

    Pak Ahmad masih duduk termenung di ruang tamu rumahnya. Lelaki itu ingin segera bertemu dengan Kyai Ibrahim agar bisa lebih jelas menanyakan perihal apa yang terjadi dengan Seruni.Namun, entah mengapa, ada keraguan yang menahannya untuk melangkah. Pada akhirnya, ia masih saja tetap duduk di sofa, terpaku dalam lamunannya.“Hah~” Pak Ahmad menghela napas panjang.Tubuhnya terasa begitu lelah. Ia baru saja pulang setelah bertemu dengan Mbah Bejo, dan kini pikirannya kembali dipenuhi kebingungan akibat tingkah aneh Seruni. Lebih parahnya lagi, Kyai Ibrahimlah yang saat itu ada di rumahnya saat kejadian aneh itu terjadi."Apa yang sebenarnya terjadi..." gumam Pak Ahmad sambil memijat pelipisnya yang terasa nyeri karena terlalu banyak beban yang menghimpit pikirannya.Dalam hati, ia ingin sekali menyeruput secangkir kopi hitam kental dan pahit, dengan sedikit gula, serta menikmati sebatang rokok tembakau kesukaannya. Namun, tubuhnya yang letih membuatnya enggan beranjak ke dapur untuk sek

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-29 NASEHAT IRENG

    "Argh! Sialan! Manusia keparat! Dasar Kyai keparat! Berani-beraninya dia membuatku seperti ini! Akan ku bunuh kau!"Sumirah berteriak sambil memegangi wajahnya yang sudah tak elok dipandang.Wajah wanita yang pernah menyerahkan jiwanya kepada iblis itu kini terlihat pecah-pecah, seperti tanah tandus yang merekah di musim kemarau panjang."Kyai Ibrahim! Melihat dia, aku jadi teringat pada tua bangka yang menjadi cinta dari Nyai Mutik yang kini telah musnah itu! Kenapa makhluk-makhluk yang hampir mati itu terus saja mengganggu rencanaku?!" Sumirah terus mengumpat."Arrgh! Keparat! Sialan!" Sumirah kembali berteriak, melampiaskan emosinya yang meluap-luap.Setiap kali ia berteriak, kulit wajahnya yang penuh retakan akan terkelupas, jatuh ke air rawa dengan warna hitam pekat dan bau menyengat yang memuakkan.Ya…Kini Sumirah berada di dimensi lain, sebuah dunia di mana hanya ada malam yang abadi, tempat para lelembut pemuja Kanjeng Ratu Lintang Pethak tinggal.Tempat ini adalah tempat di

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-28 KILAS BALIK

    “Kiai sudah di sini dari tadi?” Seseorang menepuk pelan pundak Kiai Ibrahim dengan lembut.Kiai Ibrahim menoleh dan tersenyum saat tahu yang menepuknya adalah manusia, bukan jin. “Sudah dari tadi, sekalian nunggu adzan, Fauzi.”Rupanya, yang menepuk pundak sang Kiai adalah Fauzi, marbot masjid sekaligus muadzin yang biasanya mengumandangkan adzan di Masjid Tiban.“Maaf, Kiai. Tadi saya pulang dulu, lapar, lalu mandi,” ujar Fauzi sambil cengar-cengir, tampak malu karena Kiai Ibrahim sudah lebih dulu datang ke masjid.“Tidak apa-apa, Fauzi. Ini sudah masuk waktu sholat. Kamu adzan dulu,” jawab Kiai Ibrahim sambil tersenyum ke arah Fauzi.“Nggih, Kiai.” Fauzi pun bergegas menuju tempat adzan untuk mengumandangkannya, menandakan waktu sholat Ashar telah tiba.Lantunan suara Fauzi yang merdu memenuhi ruang masjid, menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya. Kiai Ibrahim menutup mata sejenak, meresapi setiap lafaz adzan yang terasa sejuk di hati. Meski suasana masjid masih sepi, ada ket

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-27 PERMINTAAN

    Kiai Ibrahim pulang bersama kedua muridnya setelah urusannya dengan Pak Ahmad selesai. Langkah mereka pelan menyusuri jalan yang sunyi, hanya suara serangga malam yang sesekali terdengar.“Kalian berdua jangan sebarkan apa pun tentang apa yang kalian lihat di rumah Seruni. Jika kalian bertamu ke rumah orang lain, maka ketika kalian pulang, mata kalian harus buta, mulut harus bisu, dan telinga harus tuli. Paham, kan?” ujar Kiai Ibrahim dengan nada tegas, pandangannya tajam mengarah pada kedua muridnya.“Baik, Kiai,” jawab kedua murid itu serempak, mengangguk tanpa berani membantah.Perjalanan mereka dilanjutkan dalam keheningan. Kiai Ibrahim berjalan paling depan, sementara kedua muridnya mengikutinya dengan langkah penuh kehati-hatian. Masing-masing larut dalam pikirannya sendiri, terutama Kiai Ibrahim.Hati kiai sepuh itu dipenuhi berbagai tanda tanya. Ia tidak menyangka keadaan Seruni sedemikian mengkhawatirkan. Apakah Pak Ahmad benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada putrinya?

  • SUSUK TERATAI PUTIH    Bab-26 PAK AHMAD PULANG

    “Bapak?” suara Seruni terdengar lirih, wajahnya pucat pasi setelah melalui pengalaman yang melampaui akal sehatnya. Namun, ekspresi lega menyelimuti wajahnya saat melihat sang ayah, Pak Ahmad, berdiri di depan pintu rumah.Pak Ahmad yang baru tiba langsung berlari menghampiri Seruni. Sandalnya bahkan tidak sempat dilepas. Ia memeluk erat anak gadisnya dengan perasaan campur aduk—antara lega, lelah, dan khawatir.Kiai Ibrahim yang menyaksikan momen itu memilih menyingkir, memberikan ruang bagi ayah dan anak tersebut. Beliau bergabung dengan para muridnya yang menunggu di sudut ruangan. Para murid tampak tegang, menyadari situasi yang mungkin berubah menjadi lebih rumit.“Bapak akhirnya pulang,” ucap Seruni sambil terisak. Tubuhnya gemetar, tapi pelukan ayahnya memberinya sedikit ketenangan. Air mata yang sejak tadi ditahannya akhirnya mengalir deras, membasahi bahu Pak Ahmad.Namun, suasana haru itu tak bertahan lama. Wajah Pak Ahmad yang awalnya penuh kasih berubah menjadi tegang. Ia

  • SUSUK TERATAI PUTIH    Bab-25 TERSADAR

    Seruni menggeliat kesakitan di lantai, tubuhnya yang tadi tegang seperti ular kini mulai melonggar. Wajahnya berubah menjadi ekspresi penuh penderitaan. Kedua matanya yang tadi berkilau tajam dengan warna kuning keemasan perlahan mulai memudar, kembali menjadi seperti mata manusia biasa, meskipun pupilnya masih terlihat aneh.Kiai Ibrahim segera berjongkok mendekat, tangannya gemetar namun penuh niat untuk membantu. "Seruni, Nak, bertahanlah! Kamu harus melawan apa pun yang menguasaimu ini!" katanya dengan suara lembut namun tegas.Dua pemuda yang tadi mendampingi Kiai Ibrahim saling berpandangan, bingung dan ketakutan. Namun, mereka tetap mendekat dengan hati-hati, mengikuti aba-aba Kiai Ibrahim.“A-apa yang harus kita lakukan, Kyai?” salah satu dari mereka bertanya dengan nada gemetar.Kiai Ibrahim tidak langsung menjawab. Matanya tetap tertuju pada Seruni yang kini terengah-engah di lantai. Tubuh gadis itu tampak gemetar hebat, seolah sedang berperang melawan sesuatu yang tak terli

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-24 Kyai, Tolong.

    Seruni terlihat sibuk mondar-mandir di ruang tamu rumahnya sambil sesekali menengok ke jendela, berharap bapaknya segera pulang.Sudah tiga hari bapaknya tidak pulang, dan hal itu membuat Seruni semakin khawatir.Malam terakhir sebelum kepergiannya, Seruni sempat melihat sang bapak panik sambil berkata sesuatu yang tidak terlalu ia pahami—"Aku harus ke karang bolong secepatnya." Malam itu pula sang bapak berpamitan, mengatakan bahwa ia harus pergi ke suatu tempat dan akan kembali dalam tiga hari.Seruni sebenarnya tidak terlalu kaget dengan kebiasaan bapaknya. Sejak dulu, Pak Ahmad memang sering pergi ke tempat-tempat yang bahkan ia sendiri tidak tahu. Namun, kali ini berbeda.“Jangan terima tamu siapa pun di malam hari, kecuali itu bapak,” pesan Pak Ahmad sebelum pergi.Seruni hanya mengangguk, melepas kepergian bapaknya tanpa banyak bertanya. Namun, kini dua malam sudah berlalu tanpa ada tanda-tanda kepulangan bapaknya. Ini sudah pagi ketiga, dan Pak Ahmad belum juga kembali.Malam-

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-23 IRENG

    Mbah Bejo mengepulkan asap rokok menyannya tinggi-tinggi sambil memandang ke arah laut dari pintu gubuk tuanya yang terbuka lebar. Matahari mulai tenggelam, mengenakan selendang senja berwarna jingga yang indah namun menyimpan aura mencekam.Gubuk tua itu sunyi, hanya dihuni Mbah Bejo seorang diri setelah Pak Ahmad pulang membawa cerita tentang Sumirah.Di rumah itu juga ada setitik sinar dari lampu teplok minyak tanah yang mana apinya yang berwarna jingga terang itu sesekali bergoyang karena angin cukup kencang padahal nyala api kecil itu dilindungi oleh kaca dari lampu teplok tua itu.Suasana yang tadinya hanya sepi kini mulai berubah. Hawa di sekitarnya menjadi berat, seperti ada sesuatu yang mengintai dari balik bayang-bayang.Mbah Bejo menghisap rokok menyannya dalam-dalam, matanya tak lepas dari laut yang perlahan berubah kelam. Angin dingin tiba-tiba berhembus kencang, membawa aroma asin yang bercampur bau amis. Ia menghela nafas panjang, mengamati bagaimana langit berganti dar

  • SUSUK TERATAI PUTIH    BAB-22

    "Jadi, makhluk yang bikin kamu jauh-jauh cari ilmu kanuragan sampai rela kasih tumbal tujuh darah perawan itu si Sumirah? Aduh, tobat!" Mbah Bejo tampak frustasi, mengusap wajahnya dengan kesal."Lah, apa salahnya, Mbah? Kan waktu itu Mbah sendiri yang bilang, kalau saya kasih tumbal tujuh darah perawan, Mbah bakal kasih keris wulu ireng. Lagian, keris itu beneran berfungsi, kok," Pak Ahmad masih mencoba membela diri."Tapi waktu itu kamu cuma bilang kalau keponakanmu kesurupan Jin Nasab! Dasar sontoloyo! Kalau tahu begini, aku nggak bakal mau bantu kamu!" Mbah Bejo melotot tajam ke arah Pak Ahmad, suaranya meninggi.Pak Ahmad menunduk dalam, tak berani menatap langsung ke mata Mbah Bejo. Tatapan dukun tua itu seolah-olah menusuk sampai ke tulang, membuat seluruh tubuhnya gemetar. Bahkan, bernafas pun terasa sulit. Dadanya sesak, seperti ada tangan tak terlihat yang meremas jantungnya.Mbah Bejo, yang masih marah, mengambil sebatang rokok menyan dari kantongnya. Ia menyulut rokok itu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status