All Chapters of Dibuang Keluarga, Dapat Calon Mertua Dari Surga: Chapter 41 - Chapter 50

85 Chapters

Bab 41

Ibu berdiri di ambang pintu seraya tersenyum. Ia sudah rapi dengan setelannya dan tas yang menggantung indah di lengannya.  "Ayo, kita jalan-jalan. Ibu bosan di rumah," ungkapnya, antusias.  "Jalan ke mana, Bu? Tapi, Mbak Diana minta Sarah untuk menjaga anaknya."Aku bukannya ingin menolak ajakan Ibu. tapi, kedua anak Mbak Diana saat ini menjadi tanggung jawabku. mau tak mau, aku harus menuruti permintaannya. "Hari ini Diana libur kerja. Jadi, biar dia yang menjaga anaknya. Kamu, ikut Ibu saja, yuk!" Ibu menarik lenganku. Ia lupa jika pakaian yang kupakai tidak lah pantas untuk dibawa jalan.  "Tapi, Sarah belum berganti pakaian, Bu." Aku menunjuk pakaian yang kupakai. Hanya daster rumahan yang terlihat sangat santai. Seandainya Ibu mengajakku jalan dengan pakaian ini, mungkin orang-orang yang melihat kami akan menilai jika aku adalah pembantu Ibu. Dari segi pakaian saja, su
Read more

Bab 42

Mas Farzan?Aku langsung menajamkan indra penglihatan saat melihat lelaki yang selama seminggu ini berada di luar kota, kini tidur di sampingku dengan wajah menghadap ke arahku. Sangat dekat, sampai aku bisa merasakan embusan napasnya.Kapan dia pulang? Kenapa tiba-tiba sudah berada di dalam kamar? Apa aku lupa mengunci pintu kamar, ya? Dan kenapa aku tidak dengar saat dia masuk ke kamar? Jangan-jangan, ini hanya halusinasiku saja?Aku cubit dia, atau cubit diri sendiri, ya? Untuk membuktikan kalau lelaki yang sedang terlelap di hadapanku ini adalah asli. 'Plak!'Aku memukul pipiku dengan sedikit tenanga. Aw, sakit juga ternyata.Berarti ini bukan mimpi ataupun halusinasi. Ternyata dia sudah pulang. Kenapa tidak memberi kabar padaku, ya? Ah, lupa. Aku ini, hanya istri hasil perjodohan. Tidak mungkin dia akan selalu mengabariku jika ingin melakukan sesuatu. Aku memandangi wajah lelaki yang baru seminggu lebih menjadi suamiku itu. Dia tertidur dengan sangat nyenyak. Napasnya teratur
Read more

Bab 43

 "Bu, Farzan ke sana dulu, ya." Mas Farzan menunjuk gerombolan laki-laki yang sedang berbincang. Jangan berpikir, jika kami menghadiri pesta di gedung mewah. Itu tidak terjadi. Karena kenyataannya, kami menghadiri pesa di kampung, sama seperti tempat tinggalku dulu.Hanya teratak yang didekorasi sedimikian rupa, hingga membuatnya cantik dan terlihat mewah. Untuk ukuran pesta di kampung, ini sudah termasuk mewah. Untuk meyewa dekorasi secantik ini, mereka bisa saja merogoh kantong puluhan juta rupiah.Belum lagi untuk hidangan. Kemungkinan dana yang harus dikeluarkan, bisa mencapai ratusan juta untuk total semuanya.Dari pesta ini saja, bisa dilihat kalau keluarga Mas Farzan, bukanlah orang sembarangan. Mungkin saja kekuarga mereka sudah kaya tujuh turunan, tanjakan, dan belokan. "Boleh. Sarah mau diajak atau ditinggal?" tanya Ibu, melihat ke arahku. "Terserah dia saja. Kalau mau ikut
Read more

Bab 44

"Hahahah. Oh, ya, Sarah. Kapan-kapan, kita sambung lagi ngobrolnya, ya. Sekarang ada pengganggu, jadi kita tidak bisa leluasa untuk cerita. Nanti, kalau ada waktu senggang, saya akan datang berkunjung ke rumah Bi Sari. Sekalian kita ngobrol banyak. Kalau gitu, saya tinggal dulu." "I-iya," sahutku seraya mengangguk takut-takut. Bagaimana tidak takut, Mas Farzan menoleh ke arahku dan menatap dengan tatapan tajamnya."Kau, menakuti istrimu, Bung!" Afif menepuk pelan pundak Mas Farzan, seraya terkekeh. Ia kemudian pergi meninggalkan kami berdua. Aku terus mperhatikan Afif, sampai tubuhnya menghilang di keramaian. Aku mencoba mengingat diapa dia. Namun, tetap aku belum mengingatnya. "Jangan dekat-dekat dengan Afif, saya tidak suka!" Suara Mas Farzan masih terdengar ketus. Dia juga belum melepaskan kaitan tangan kami. Saat aku menoleh, mulut Mas Farzan terkatup rapat. Seperti orang yang sedang merajuk. "S
Read more

Bab 45

Sudah hampir satu bulan aku menjalani rumah tangga bersama Mas Farzan, dan sikap Ibu mertua tidak pernah berubah. Sementara Mbak Diana, dia masih pada egonya tidak menyukaiku. "Nanti, saya pulangnya agak telat. Jadi, kau jaga mereka, ya. Ingat, jangan ditinggal-tinggal!" ujar Mbak Diana yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Mbak Diana bekerja di salah satu sekolah Negeri, di bagian tata usaha. Meski begitu, dia sudah berstatus sebagai Pegawai Negeri."Iya Mbak," jawabku seraya mengambil Raffa dari gendongan Mbak Diana. Setiap hari, aku di jadikan baby sitter gratisan oleh Mbak Diana. Aku tidak masalah, karena tidak ada kesibukan di rumah. Tapi, sayangnya Mbak Diana tidak pernah menghargaiku. Aku bukan minta dibayar, tapi setidaknya dia baik saja, itu sudah lebih dari cukup. Tapi sayangnya Mbak Diana tetap ketus padaku. Ibu selalu protes saat Mbak Diana menitipkan anak-anaknya padaku. Ibu selalu memberi usul untuk Mbak Dia
Read more

Bab 46

 "Heh, Sarah! Nggak usah sok menceramahiku, Kamu! Kalau kamu yang menikah, wajar tidak dipestakan, toh tak ada yang kenal sama kamu. Beda dengaku yang punya banyak teman. Kalau sampai tidak pesta, mau di taruh mana mukaku ini?" "Ya, di taruh lemari pakaian juga nggak papa Mbak. Kok repot-repot ngurusin mulutnya orang. Kita itu, hidup harus sesuai dengan keadaan. Kalau mampu, ya monggo, kalau nggak mampu, ya, jangan dipaksakan. Nanti Mbak sendiri yang susah pada akhirnya. Gara-gara gaya, hutang ada di mana-mana." "Aduh, aduh, mulutmu itu, Rah! Nggak usah sok bijak deh. Percuma banget aku nelpon kamu. Cuma buang-buang kuota saja. Kalau bukan karena sapi, aku ogah nelpon kamu. Pokoknya aku nggak mau tau, ya. Kamu harus menyumbangkan satu ekor sapi yang gemuk dan sehat. Harus berbobot di atas 300 kilo gram. Semua keluarga juga sudah dibagi-bagi tugasnya. Dari Nenek teratak dan pelaminan. Dari Bapakmu, beras 500 kilo gram. Dari Mas F
Read more

Bab 47

 "Selama ini, Ibu tidak pernah mengungkit masa lalu kamu atau biaya pendidikanmu yang sudah Ibu keluarkan. Tapi, kali ini kamu sudah keterlaluan dan membuat habis kesabaran Ibu. Ingat Diana! Semua manusia, di mata Tuhan tetaplah sama. Tidak ada yang membedakan kecuali amal perbuatan. Jadi, Berhati-hatilah kamu dalam berucap." "Ibu, berubah. Semenjak Farzan menikah dan Ibu mendapatkan menantu Sarah, Ibu berubah!" Mata Mbak Diana berkaca-kaca. Suaranya juga sudah berubah serak.  "Berubah bagaimana? Ibu sudah menganggap kalian semua sebagai putri kandung Ibu sendiri. Tapi, sikapmu yang selalu keterlaluan, Di! Semenjak kehadiran Sarah, sikapmu berubah seratus delapan puluh derajat. Kamu, menjadi wanita pemarah dan tidak sopan terhadap Ibu. Apakah selama ini Ibu pernah memperlakukan kamu dengan buruk?" Mbak Diana menggeleng.  "Jadi, kenapa kamu memperlakukan Sarah dengan buruk? Apak
Read more

Bab 48

"Hey, Farzan. Aku ini kakak iparmu! Seharusnya kamu bisa lebih sopan padaku, dan memanggilku Kakak!" sungut Mbak Diana, seraya menggengam kedua tangannya erat. "Kau sudah keterlaluan, Diana! Untuk apalagi saya memanggilmu kakak?""Bela saja terus istrimu itu. Kalian semua memang sama saja!""Ya, kami semua memang sama. Akan selalu membela yang benar, dan menyalahkan yang salah. Ingat Diana! Jangan lagi kau manfaatkan kebaikan istriku demi kepentinganmu. Kalau itu sampai terjadi lagi, aku tidak akan tinggal diam!" ancam Mas Farzan menunjuk wajah Mbak Diana."Haaaahhh! Awas kau, Sarah! Kalau rumah tanggaku sampai berantakan, itu semua dikarekan, Kamu!" teriak Mbak Diana seraya berlalu. Ia sampai lupa membawa sang anak pulang bersamanya."Sudah, jangan kamu pikirkan ucapan Diana." Ibu mengelus lenganku sekilas, kemudian Ia juga ikut berlalu. Apakah Ibu marah padaku? Kenapa sikapnya sedikit dingin? Mas Farzan tiba-tiba saja merangkul pundakku. Ia juga membawaku ikut bersamanya masuk ke
Read more

Bab 49

Aku dan Ibu berjalan cepat agar segera sampai di rumah Bude Arum. Karena sudah terlalu padat orang di dalam, aku dan Ibu hanya bisa mengintip prosesi ijab dan qobul-nya dari luar jendela, bersama para warga lainnya. Terlihat di sana, Mas Fajar dan Pakde Ardi saling berjabat tangan dan mengucapkan kata-kata sakral. "Neni Anggroni-" "Anggraini!" ralat Pakde Ardi seraya melotot.  "Eh, maaf salah. Bisa diulang?" tanya Mas Fajar yang sudah berkeringat.  "Diulang lagi? Ini sudah kali kedua kamu salah. Kalau sampai satu kali lagi salah, pernikahan ini akan batal!" sungut Pakde Ardi pada menantunya.  "Maaf, saya grogi," sahut lelaki itu seraya mengusap keningnya.  Pakde Ardi terlihat menahan kesal pada calon menantunya itu. "Coba tenangkan hati kamu dulu. Baca bismillah, dan hapalkan kata-katanya." Pak pen
Read more

Bab 50

"Biarpun cincin saya kecil begini. Kalau untuk beli semua perhiasan kamu itu, uangnya masih berbelih banyak. Nggak usah sombong deh kamu!" sahut Ibu, melirik Mbak Neni.  "Hahahah. Ya, ampun, Bu Sari. Kalau ngehalu itu, mbok ya, jangan kebangetan. Cincin sekecil itu, mana mungkin lebih berharga dari pada semua emas milik saya ini." Mbak Neni menertawakan Ibu, yang dipikirnya tidak masuk akal.  Sepupuku itu juga mengibas-ngibaskan tangannya.  "Haduh ... Neni, Neni. Kamu itu, kalau nggak tahu soal perhiasan, lebih bagus diam. Terlihat sekali bod*hnya, kamu itu!" Ibu tersenyum sinis pada Mbak Neni. "Heh, Bu Sari. Jangan asal ngomong, ya, Anda! Soal perhiasan, saya ini pakarnya!" Suara Mbak Neni "Oh, iya, kah? Kamu tahu cincin yang saya pakai ini cincin apa?" "Ya, tahu lah, Bu. Itu cincin perak. Di loakan banyak.' "Cincin ini, a
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status