Ranu membalas tatapan itu dengan dingin. “Aku lebih nyaman menentang ayahmu dibanding pura-pura bermuka dua seperti kalian. Dan, suruh Angga jaga sikap. Dia makin kurang ajar,” timpal Ranu, nada suaranya penuh sindiran. Raka menghela napas panjang. “Ya.” “Aku ragu memberitahu kamu soal ini atau nggak, tapi sepertinya kamu harus tahu, Raka.” Ranu menatap Raka dengan serius, seolah-olah membawa beban berat. Raka menautkan alis, bingung. “Bicara saja, jangan berbelit-belit.” Mereka sudah terlalu lama bersama untuk bermain-main dengan kata-kata. “Kiran gak ingat, tapi ingatannya tetap ada.” Ranu berhenti sejenak, matanya berkaca-kaca. “Kiran menyebut nama Aina.” Suasana menjadi hening, seolah waktu berhenti sejenak. Seolah disambar petir, Raka terpaku di tempatnya. Nama itu, Aina, bagai belati yang menusuk jantungnya. Kenangan indah tentang masa lalu bercampur aduk dengan kepedihan yang tak tertahankan. Bunga-bunga indah yang pernah mekar di hatinya kini layu dan mati, meninggalk
Last Updated : 2024-12-03 Read more