All Chapters of GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian: Chapter 31 - Chapter 40

80 Chapters

Semua Kemungkinan Bisa Terjadi

Di luar kamar VVIP, penjaga menghentikan seorang dokter yang hendak masuk. Saat maskernya diturunkan, semua terbelalak. Ternyata dia adalah putra tunggal Vilas Hirawan, sosok yang sangat disegani, berdiri di depan mereka. Raka Hirawan datang dengan senyum sinis. “Memakai jas putih yang biasa Anda kenakan menambah rasa percaya diri saya,” ujarnya, nada sarkasme begitu kentara. Fandi menatapnya tajam. “Kenapa kamu ke sini? Kamu pasti sibuk.” Raka tertawa kecil. “Pastinya sibuk. Siapa yang bunuh Gita dan menyeret PT SH?” tanyanya, langsung menusuk. “Saya sudah minta maaf!” seru Fandi, suaranya meninggi. “Kepada siapa? Saya CEO-nya,” balas Raka, menekankan posisinya. "Semua ini bukan perbuatan saya," ucap Fandi, suaranya bergetar. Raka tertawa mengejek. "Aku tahu. Tapi apa yang sudah berubah? Vilas bisa apa selain mencari kambing hitam?" Fandi mengepalkan tangan. "Jadi, kamu ke sini hanya untuk mengolok-olok aku?" Raka mengangguk, tak lagi menyembunyikan kebenciannya. "Ja
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Ingatan Lain Datang Lagi

Beberapa menit lalu, sisir terjatuh dari tangan Ria saat mendengar ketukan pintu yang keras dan berulang. Jantungnya berdebar kencang. Dengan hati-hati, dia mengintip melalui celah tirai. Di luar, di bawah cahaya remang-remang lampu jalan, berdiri sosok yang sangat tidak dia inginkan: Fuadi. Wajahnya yang biasanya ramah kini terlihat dingin dan penuh ancaman. “Aku datang mencari Kiran. Apa batu cempaka biru ada di tangannya? Kalian tampak sangat dekat,” ucap Fuadi, suaranya datar namun menusuk. Ria membeku. Hordeng yang setengah terbuka dia tarik rapat. Jantungnya berdebar kencang. Kenapa Fuadi tahu tentang Kiran dan batu itu? Ria merosot perlahan, duduk di lantai. Wajah Ria pucat pasi. Dengan tangan gemetar, dia meraih ponsel di atas meja. “Fuadi!” gumamnya, matanya menyala penuh amarah. Ria segera menghubungi Kiran. “Kalau sampai Fuadi menyentuh sehelai rambut kamu, aku pastikan dia menyesal seumur hidup,” ancamnya, suaranya dingin menusuk. Ria buru-buru menelepon Ranu meski
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Masa Lalu Sudah Berlalu, tetapi Jejaknya Masih Ada

“Kejutan!” Kiran tersentak, matanya membulat sempurna. Di mimpinya, Gataka sedang duduk menyeringai, tepat di atas perutnya. Seketika, ia mengira dirinya sudah berada di alam baka. Ria yang berada di sisinya bertanya dengan nada khawatir, “Gataka lagi?” Ranu datang membawa segelas air. “Minum dulu.” “Kamu punya riwayat penyakit jantung?” tanya Ria, menatap Ranu. “Ranu bilang kamu sesak napas sebelum pingsan.” Ranu mengangkat bahu. “Setahu saya, nggak ada.” Ria mendelik. “Kamu dokternya?” “Aneh banget,” gumam Kiran dalam hati. Baru kali ini jantungnya berdebar sekencang ini. Ia berusaha mengingat apa yang membuatnya begitu terkejut. Saat matanya bertemu dengan tatapan Ranu, ia langsung menepis pikiran buruknya. Tidak mungkin Ranu menjadi penyebabnya. “Sudahlah, jangan dipikirkan lagi,” ucap Ranu, lalu keluar dari kamar mendiang orang tuanya. “Kalian istirahat saja di sini. Saya ke kamar saya. Jangan begadang!” Ria mengangguk, lalu naik ke kasur dan berbaring di samping
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Misteri Batu Cempaka Biru

Dengan pengeras suara, petugas damkar memerintahkan semua orang untuk segera meninggalkan area berbahaya. Ranu mundur beberapa langkah, berusaha mendinginkan pikirannya yang kalut. Ria setia mendampingi Kiran yang tampak terkejut. Mereka memutuskan untuk menunggu perkembangan situasi di kantin. Ria bertanya, “Aku dengar kamu memanggil nama Aina. Siapa Aina?” Ranu yang mendengarnya menoleh sesaat, bingung dengan nama yang tiba-tiba terucap. “Aku... aku nggak tahu,” jawabnya bingung. Ia sendiri tak mengerti mengapa nama itu tiba-tiba terlintas di pikirannya. Sebuah pengumuman terdengar dari interkom. Ranu segera menghampiri mereka. Matanya menyiratkan kemarahan saat menatap Kiran. “Sudah, ayo kita pulang. Jangan halusinasi lagi kamu,’ ujarnya tegas. Kiran terdiam, hatinya terasa sakit mendengar perkataan Ranu. Ria yang melihat ketegangan di antara mereka mencoba meredakan suasana. “Sudahlah, Ranu. Ayo kita pergi dari sini.’” Suara sepatu berderap di lapangan, mengundang perhati
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Raka Hirawan dan Dinding yang Membatasinya

Sinar matahari pagi yang menembus kaca jendela memantul pada permukaan meja kaca, menciptakan pola geometris yang menari-nari di dinding putih ruangan minimalis itu. Di balik meja, duduklah Raka Hirawan, CEO muda yang menyimpan rahasia kelam. Selama lima tahun terakhir, dia telah mengawasi Ranu dan Kiran. Batu cempaka biru yang dimilikinya merupakan sebuah artefak kuno dengan kekuatan mistis. Energi kuat yang konon bisa menangkal roh jahat justru menarik perhatiannya. Rantai peristiwa yang menyakitkan telah mengikat Ranu, Raka, dan Kiran. Kepergian Aina lima tahun lalu meninggalkan luka mendalam yang belum sembuh. Kiran, yang kehilangan ingatan tentang kejadian malam itu, menjadi titik temu dari semua misteri. Siapakah yang bertanggung jawab atas kematian Aina? Pertanyaan ini terus menghantui mereka, menggoyahkan kepercayaan satu sama lain, dan membuat hubungan mereka semakin retak. Ingatannya melayang kembali ke masa lalu. Raka masih ingat betul bagaimana amarahnya membara saat me
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Buku Peninggalan Sagara Paramayoga

“Mau ke mana, Pak?” tanya Ipda Aswin, matanya tertuju pada sosok Iptu Cakra yang bergegas memakai jaket dan selalu membuatnya penasaran. “Ada urusan,” jawab Cakra singkat, langkahnya tak tergoyahkan. Dia sudah terbiasa dengan pertanyaan itu, dan dia juga sudah terbiasa menjawabnya dengan cara yang sama. Aswin menggaruk kepalanya, bingung. Kasus PT SH memang sudah selesai, tapi instingnya mengatakan ada sesuatu yang belum tuntas. Cakra selalu begitu, bergerak di balik bayangan, memburu kebenaran hingga ke akar-akarnya. Dunia ini tidak statis, begitu pula kejahatan. Oleh karena itu, penegakan hukum harus terus berjalan untuk memastikan keadilan ditegakkan. “Mau ke mana dia?” tanya Kompol Indra, penasaran mengamati Cakra yang bergegas meninggalkan ruangan. “Mungkin ada yang mendesak.” “Ketua Tim kamu itu gak akan bikin masalah lagi, kan? Saya khawatir.” “Jangan khawatir, Pak. Cakra sudah belajar dari pengalamannya. Lagipula, kasus yang lalu sudah membuktikan bahwa dia tidak
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Pertengkaran Anggota Keluarga

Kasir itu menatap rekannya dengan penuh rasa ingin tahu, “Penulis itu, Sagara Paramayoga, buku apa saja yang terkenal?” “Oh, Sagara? Bukunya yang ‘Apakah Manusia Lebih Sempurna’ itu sempat jadi hits banget tahun 1989. Terus, tahun berikutnya ada ‘Pemanggilan Roh Jahat’. Itu buku terakhirnya yang paling kontroversial,” jawab rekannya. “Kenapa disebut kontroversial?” tanya kasir itu lagi. “Karena isinya yang agak mistis gitu. Katanya sih, Sagara ini keturunan paranormal. Jadi, tulisannya banyak yang percaya bisa memanggil roh jahat. Makanya, banyak yang penasaran sama bukunya itu,” jelas rekannya. Kasir itu semakin bingung dan merasa janggal. “Bukan terbit tahun 1971? Tahun yang tertera di buku anak tadi bukan tahun 1990, tapi 1971.” Cakra mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Di mana Kiran? Dia menghampiri kedua kasir yang sedang mengobrol. "Permisi," sapa Cakra. "Saya mencari teman saya. Dia perempuan tinggi segini..." Cakra mengukur tinggi kira-kira. "Tadi katanya mau tanya
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Kunjungan Peringatan

Ranu membalas tatapan itu dengan dingin. “Aku lebih nyaman menentang ayahmu dibanding pura-pura bermuka dua seperti kalian. Dan, suruh Angga jaga sikap. Dia makin kurang ajar,” timpal Ranu, nada suaranya penuh sindiran. Raka menghela napas panjang. “Ya.” “Aku ragu memberitahu kamu soal ini atau nggak, tapi sepertinya kamu harus tahu, Raka.” Ranu menatap Raka dengan serius, seolah-olah membawa beban berat. Raka menautkan alis, bingung. “Bicara saja, jangan berbelit-belit.” Mereka sudah terlalu lama bersama untuk bermain-main dengan kata-kata. “Kiran gak ingat, tapi ingatannya tetap ada.” Ranu berhenti sejenak, matanya berkaca-kaca. “Kiran menyebut nama Aina.” Suasana menjadi hening, seolah waktu berhenti sejenak. Seolah disambar petir, Raka terpaku di tempatnya. Nama itu, Aina, bagai belati yang menusuk jantungnya. Kenangan indah tentang masa lalu bercampur aduk dengan kepedihan yang tak tertahankan. Bunga-bunga indah yang pernah mekar di hatinya kini layu dan mati, meninggalk
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Kekuatan Magis Batu Cempaka Biru

“Ada hubungannya dengan Gataka?” tanya Raka lebih leluasa. Matanya menyipit, mencoba membaca ekspresi ayahnya. “Gak ada salahnya waspada. Batu cempaka biru memiliki kekuatan yang misterius. Jangan biarkan jatuh ke tangan yang salah,” terang Vilas, suaranya berbisik seolah takut didengar orang lain. Raka menarik napas dalam. “Ayah sudah tahu bahwa aku tahu semuanya. Jangan bicara seolah peduli padaku. Aku pasti menjaga pemberian Ayah ...” “Baiklah, Ayah percaya padamu. Ingat, kekuatan besar membawa tanggung jawab besar,” ujar Vilas. Raka melanjutkan ucapannya yang menggantung, “Walaupun batu cempaka biru milik orang lain.” Vilas menatap putranya tajam. “Ingat, Raka. Semakin dalam kamu menggali, semakin besar lubang yang akan kamu timbun.” Urat-urat tangan Raka menegang, buku-buku jarinya memutih. Vilas berbalik, langkahnya tenang namun penuh otoritas. Di ruang itu, hanya terdengar dengungan AC, menusuk sunyi. Raka mengepalkan tangan, matanya menyala dengan api amarah dan kei
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Ingin Memberitahu

Raka sama sekali tak menghiraukan Fuadi yang meringkuk kesakitan. Kiran masih terpana, belum bisa mencerna peristiwa aneh yang baru saja terjadi. Fuadi, meski tubuhnya meronta kesakitan, tetap berusaha merangkak mendekati mereka. “Dor!” Suara tembakan memecah keheningan. Iptu Cakra, yang telah tiba, mengarahkan pistolnya pada Fuadi. “Jangan bergerak!” perintahnya tegas. “Tembakan pertama peringatan. Jangan bergerak satu langkah, atau saya gak akan ragu menembak.” Fuadi menoleh, senyum sumbang terukir di wajahnya yang memerah. “Kamu harus ingat semuanya, haha!” tanyanya, suaranya serak karena menahan rasa sakit. Iptu Cakra tetap waspada, jari-jarinya menegang di pelatuk pistol. Sepuluh anggota polisi lainnya sudah mengepung mereka, senjata siap meluncur. Dengan hati-hati, mereka membawa Fuadi yang meronta-ronta. Cakra menghampiri Kiran, matanya menyapu tubuh gadis itu dari atas ke bawah. “Kamu nggak apa-apa?” tanyanya lembut. Kiran menatap para polisi dengan pandangan tidak
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status