Home / Pernikahan / Silakan Menikah Lagi, Mas! / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Silakan Menikah Lagi, Mas!: Chapter 71 - Chapter 80

106 Chapters

Bagian 71. Boleh, Asal ....

“Astagfirullah. Kamu bertindak tanpa izin sama Mbak dulu! Ini menyangkut Mbak, loh. Hidup Mbak, pernikahan Mbak. Tapi kamu seenaknya aja.” Aku meraup wajah.“Aku minta maaf, Mbak. Karena saat itu aku belum tahu kebenarannya. Dan tadi baru kurasakan dan kuakui kalau Mas Aqsal sebenarnya baik.”“Ya Allah, Nizam. Lalu bagaimana caramu meminta tolong sama Arjuna?”“Aku mengirim pesan sama dia. Nomornya dari kartu nama yang pernah dikasihkan dulu. Mbak, waktu itu aku bingung bagaimana cara agar Mbak bisa segera pisah dari Mas Aqsal. Minta tolong ke pihak pesantren atau Ustaz Sauqi jelas nggak mungkin. Mereka pun belum tentu mau karena ini urusan keluarga. Lagi pula itu bisa mencoreng nama pesantren.”“Lalu malah meminta tolong kepada orang asing dan mencoreng nama Mbak? Begitu?”“Enggak gitu maksudnya. Aku ingat pernah ketemu dia beberapa kali dulu. Kak Arjuna bilang kalau Mbak harusnya pisah dari Mas Aqsal karena Mas Aqsal itu membahayakan. Dari situ aku memberanikan diri menghubungi lewa
last updateLast Updated : 2023-08-28
Read more

Bagian 72. Dia Makin Berani

“Asal apa?” tanyaku.“Asal tetap dalam pantauan para pekerja,” jawab Mas Aqsal.“Siap, Bos.”Lalu, terjadilah yang harus terjadi antara kami.**Pagi ini, aku sengaja menggoda Mas Aqsal lagi agar izin untuk keluar rumah tetap diberikan. Aku tidak mau dia berubah pikiran. Ada banyak hal yang akan kukerjakan jika sudah bebas di luar nanti.Aku melihatnya sudah rapi dengan pakaian kerja. Dia menyisir rambut. Kudekati, lalu kupeluk tubuhnya.“Mas, aku nanti keluar buat shoping, habisin uang kamu. Boleh?” Kuhidu aroma parfum di punggungnya yang membuatku betah berlama-lama mendekapnya. “Boleh. Tapi pergilah sama Sa. Biar nanti dikawal Soni.”“Ya ampun, bener-bener istri tahanan aku ini, ya!”Mas Aqsal memutar tubuh. Dia menyejajarkan tinggi tubuhnya dengan tubuhku, lalu menyentil keningku pelan. “Karena kamu itu nakal. Pagi ini aku mau ngantar Nizam dulu, baru ke kantor. Mau ikut?”Aku menggeleng. “Enggak, ah. Di kantor pasti ada Asti.”“Ck, jangan sebut nama dia lagi kalau bikin mood kam
last updateLast Updated : 2023-08-29
Read more

Bagian 73. Bisa Bicara Lagi?

Aku hanya memindah-mindah saluran Youtu*e di televisi. Bagaimanapun juga, perkataan Asti banyak memengaruhi pikiranku.“Kalau kamu tahu apa yang kusembunyikan tentang suamimu itu, kamu pasti akan mundur,” ujarnya tadi sebelum pergi.“Aargh!” Aku melempar bantal ke sembarang tempat.Mungkin itu yang dimaksud Mas Aqsal kartu as yang dipegang Asti. Suasana hatiku benar-benar hancur. Aku pun mencari Mbak Sa.“Mbak Sa,” panggilku di depan kamarnya sebab tidak mendapati dia ada di dapur.Tidak lama kemudian, wanita itu keluar.“Ada yang bisa dibantu, Nyonya?”“Itu, saya mau minta tolong. Tolong W* Dokter Dico kalau saya ingin bertemu. Apa harus membuat janji dulu, ya?”Mbak Sa diam. “Tapi saya sudah diberitahu Tuan, tidak boleh meminjamkan ponsel ke Nyonya.”“Ayolah, Mbak. Dia nggak tahu. Saya ingin konsultasi sejauh apa sakit dan perkembangan kesehatannya. Itu aja.”“Tapi–““Saya mohon, Mbak. Ini demi Mas Aqsal. Bukankah saya juga berhak banyak tahu? Dan kuncinya ada di dokter itu.”Mbak S
last updateLast Updated : 2023-08-30
Read more

Bagian 74. Ambil Kalau Mau

“Mbak Fat, tolong biarkan saya berdua saja dengan tamu itu,” ujarku sambil melirik Fatim.“Baik, Mbak.”Fatim keluar, Asti masuk dan duduk di hadapanku. Aku pura-pura kembali sibuk.“Ada apa lagi kamu menemuiku?” tanyaku sambil tersenyum. Senyum yang kupaksakan.Ingin rasanya mencakar wajahnya yang bermekap tebal dan berbalut topeng itu. Topeng sok baik padahal sejatinya hobi mengusik.“Tadi aku ke rumahmu, ternyata kamu nggak ada. Kata ART, kamu sudah mulai kerja lagi. Jadi, aku langsung ke sini.”Aku terkekeh. “Ya, begitulah. Saking sayangnya Mas Aqsal, sampai-sampai aku tidak boleh keluar rumah dan baru diizinkan sekarang.”“Ada hal yang harus aku sampaikan ke kamu,” lanjutnya.“Apa lagi yang harus dibicarakan? Bukankah semua sudah jelas? Lalu, bagian mana yang membuatmu belum mengerti?” timpalku.Kututup laptop, lalu menatapnya.“Aku mencintai suamimu. Aku menginginkannya.”Aku sama sekali tidak terkejut akan hal itu. Sejak memergokinya pertama kali saat itu, aku memang sudah curi
last updateLast Updated : 2023-08-31
Read more

Bagian 75. Kalian!

Asti masih membeku.“Asti, Mas Aqsal sudah cerita semua. Jadi, aku tidak terkejut sama sekali dengan hasutanmu,” ujarku santai. Aku sengaja berbohong agar terlihat aku ini tahu semua. Padahal kabar yang sempat dikhawatirkan Mama ini baru kuketahui. Hatiku berdentam terkejut tak karuan.Kucondongkan tubuh hingga jarakku dengan Asti hanya sekitar dua sentimeter. “Apa? Kamu mau bicara apa lagi untuk memisahkan kami?”Asti tersenyum. “Berarti benar. Kamu hanya dijadikan Aqsal sebagai babu yang merawatnya. Dulu babu merawat mamanya, sekarang merawat dia. Miris sekali hidupmu. Jauhi dia, Niha. Atau kuseber video ini dan itu apa artinya? Karir dan bisnis suamimu akan hancur.”Pemikiranku tepat. Video ini yang dimaksud Mas Aqsal.Kurebut paksa ponsel Asti, tetapi tidak berhasil.Wanita itu kembali tertawa. “Aku menyimpan video ini di banyak tempat. Jadi, percuma kalau kamu ambil dan hapus yang ini.”“Setelah aku menjauhi dia, apa untungnya untukmu? Kamu mau merawat dia yang sakit?” tanyaku.A
last updateLast Updated : 2023-09-02
Read more

Bagian 76. Pahami Situasi

“Niha, kau!” Mas Aqsal menunjukku. “Untuk apa kamu menemui Dico?” Dia lantas berjalan cepat menghampiriku. Pandangan matanya menyorot tajam. Brak! Mas Aqsal menggebrak meja di mana aku dan Dokter Dico duduk hingga aku berjingkat. Suamiku itu ikut duduk di sampingku. “Ada urusan apa kamu temuin dia? Hah!” bentak Mas Aqsal tepat di depan wajahku. Bisa dibayangkan bagaimana malunya aku diperlakukan demikian di depan beberapa orang. “Sal, sabar, Sal.” Dokter Dico berdiri sambil berusaha menenangkan Mas Aqsal. “Sabar-sabar mata lo sobek! Lo juga, kenapa istri gue bisa nemuin lo di sini? Ada hubungan apa kalian!” Mas Aqsal ikut berdiri. Ia mencengkeram kerah kemeja Dokter Dico. Namun, Dokter Dico sama sekali tidak berusaha melawan atau melepaskan cengkeraman Mas Aqsal. “Aqsal, oke. Gue bisa jelasin.” Tangan Dokter Dico terangkat, mencoba menenangkan. Sementara aku bingung sendiri harus apa sebab aku merasa memang salah, pergi diam-diam dan menemui pria lain tanpa izin dulu dengan sua
last updateLast Updated : 2023-09-03
Read more

Bagian 77. Tinggal Menandatangani

“Son, antar saya ke tempat kerja Mas Aqsal,” ujarku sambil terpejam di kursi belakang. Mobil sudah melaju membelah jalanan.“Tapi kata Tuan saya disuruh mengantar pulang langsung. Nyonya, seperti yang saya bilang tadi kalau di mobil ini ada GPS-nya. Saya tidak berani lagi menentang Tuan. Saya takut dipecat. Ada bapak dan ibu di kampung yang masih butuh kiriman saya.”Memang tidak seharusnya aku menyusahkan Soni lagi. Gara-gara ulahku, bisa-bisa dia kena imbas pemecatan.“Cari kerja lain saja kalau dipecat.” Aku memancing.“Jujur, gaji yang saya terima dari Tuan itu banyak, Nya. Lebih banyak dari gaji sesama sopir pribadi lain. Makanya sayang kalau sampai saya dipecat.”“Cari kerjaan lain yang gajinya lebih gede, dong.”“Enggak. Meskipun Tuan sering marah, tapi kami para pekerjanya terjamin. Beliau kaya raya, tapi tidak pelit. Nyonya, mohon maaf. Saya kapok, nggak akan menentang Tuan lagi meskipun Nyonya yang meminta.”Iya juga, bukan aku yang menggaji mereka, tetapi Mas Aqsal.“Baikla
last updateLast Updated : 2023-09-04
Read more

Bagian 78. Semalam di Tempatku

Aku mematung. Tidak berniat mendekat. Namun, justru Arjuna yang berjalan ke arahku. Pria ini memang nekat. Baru datang, tetapi langsung bicara ke inti.Aku beringsut mundur. Sungguh, aku takut terjadi salah paham lagi. Aku takut Mas Aqsal memergoki kami.“Silakan duduk dulu.” Saat dia kian mendekat, aku berjalan melewatinya. Lalu duduk di kursi.Arjuna ikut duduk. Dia memindai wajahku.“Pak Arjuna, saya sudah tidak minat pisah dengan Mas Aqsal. Jadi, saya tidak ingin menandatangani berkas perceraian apa pun.”Arjuna terkekeh. “Niha, berhentilah pura-pura baik-baik saja, berhentilah seolah-olah pernikahanmu dengan Aqsal itu bahagia. Saya tahu kamu tersiksa. Saya datang–““Pak, berhentilah juga mengurusi urusan saya. Ini hidup saya, pernikahan saya. Anda tidak punya hak untuk mencampurinya. Dan perceraian ini keinginan Nizam, bukan? Bukan keinginan saya. Lalu saya juga sudah memintanya membatalkan bantuannya ke Pak Arjuna. Apa dia belum bicara?”“Sudah, dia sudah bilang ke saya. Tapi sa
last updateLast Updated : 2023-09-05
Read more

Bagian 79. Bagaimana Jika ....

Asti lagi? Katanya dia tidak ada hubungan dengan Asti. Tidak bisakah Mas Aqsal tegas dengan wanita itu? Atau mereka berdua memang bersekongkol mempermainkanku? Hatiku sudah panas. Kalau saja tidak banyak orang, aku akan menangis. Hanya saja, masih kutahan. “Ya sudah, terima kasih.” Aku pun melangkah gontai keluar gedung. Begitu tiba di parkiran, aku melihat sekelebat bayangan Mas Aqsal masuk ke mobil. Aku mencoba mengejarnya, tetapi dia keburu melesat. “Mas Aqsal!” Aku sempat berteriak, berharap dia mendengarnya. Namun nihil, mobil itu makin menjauh dan hilang dari pandangan. Apa seberat ini berusaha mencari Mas Aqsal? Apa seberat ini saat aku ingin menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi? Mungkin, seperti ini pula yang dirasakan Mas Aqsal saat sedang mencariku dulu. “Aqsal seperti orang gila saat kamu menghilang. Ditambah kematian Tante Elena. Dia sangat mencintaimu, tapi dulu cara menunjukkannya yang salah. Dia terlalu cemburu, terlalu takut kehilanganmu sekaligus bingung car
last updateLast Updated : 2023-09-06
Read more

Season 2 bab 1. Siap Melarat?

“Apa ucapanmu bisa dipercaya?” tanya Niha setelah tangisnya agak mereda.“Demi Allah aku jujur,” jawab Aqsal.“Kalau aku nggak mau pisah, kamu mau apa?”Aqsal terkekeh. Sesekali air matanya masih menitik. Pelukannya kian mengerat. “Kenapa, bukankah dulu kamu yang merengek minta pisah? Kenapa sekarang nggak mau? Apa kamu sudah jadi bucin akut?”Dalam dada sang suami, Niha mengangguk.“Aku merasa terhina, tidak pantas untukmu. Tapi di sisi lain aku tidak bisa kehilangan kamu. Aku benar-benar payah.” Aqsal mengurai pelukan. Dihapusnya air mata yang masih berderai di pipi Niha.“Lalu kenapa tadi malah mengajukan pisah?” Niha merengek. Ia juga membingkai pipi Aqsal.“Aku berpikir mungkin kamu berhak untuk pria lebih baik, bukan pria penuh noda sepertiku ini. Aku kotor, Niha. Berkali-kali aku melakukan dosa. Niha, jangan pikir hanya wanita yang bisa dilecehkan. Pelecehan juga bisa dialami laki-laki. Tapi kadang, semua itu malah dipandang sebelah mata atau malah diabaikan di masyarakat."“Ok
last updateLast Updated : 2023-09-06
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status