Home / Pernikahan / Dinikahi Profesor Galak / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Dinikahi Profesor Galak: Chapter 81 - Chapter 90

155 Chapters

12. Stalking (S2)

“Bukannya stalking. Sebagai pengawas wilayah ini, aku kan harus tahu siapa aja yang datang ke sini dan tujuannya apa aja. Jadi kamu jangan heran kalo aku tahu sedikit banyak tentang kamu,” jelas Bian.Sebenarnya itu hanya alasan saja.“Ah masa? Bilang aja kalau emang stalking! Pake alasan segala,” ledek Ira.“Jangan-jangan kamu emang pengen aku stalk, ya?” tanya Bian. Ia tidak mau kalah dari Ira.“Yee! Enak aja, jangan nuduh sembarangan, deh!” keluh Ira.“Nah! Enggak enakan dituduh? Sendirinya tadi nuduh duluan. Makanya jangan suka nethink! Mau? Ribut lagi kaya waktu itu,” tantang Bian.“Hehehe, jangan dong! Capek tahu berantem terus. Mending temanan aja, deh,” jawab Ira sambil tersenyum kikuk.Bian mengulurkan tangannya ke arah Ira. “Oke deal! Jadi mulai sekarang kita temanan,” ucap Bian sambil menatap Ira.Ira pun tersenyum. “Deal! Temanan, ya?” sahutnya.Mereka jadi seperti anak kecil yang baru memiliki teman.“Kenapa enggak langsung pacaran aja, Ndan?” tanya anak buah Bian. Pertan
Read more

13. Tak Sabar (S2)

Bian terperanjat saat ditanya seperti itu oleh anak buahnya. Hampir saja ia terjatuh dari menara tersebut. "Astaga! Bikin kaget aja," gumamnya, kesal.“L-lagi cari angin,” jawab Bian, salah tingkah. Ia pun langsung berdiri.“Ooh, emang di bawah gak ada angin ya, Ndan? Sampe naik ke atas begitu,” tanya anak buahnya lagi, tanpa dosa.“Di bawah anginnya kurang terasa,” jawab Bian. Kemudian ia turun menggunakan tangga yang ada di menara tersebut. 'Angin palamu!' batin Bian, emosi.‘Perasaan di sini juga anginnya kenceng. Gimana di atas, ya?’ batin anak buah Bian, heran. Ia merasa Bian sangat aneh karena angin di bawah sana cukup kencang menurutnya. Ia belum sadar apa yang sedang Bian lakukan sebenarnya.“Ada apa?” tanya Bian saat sudah tiba di bawah, ketus.“Gak ada apa-apa, Ndan. Cuma kebetulan lewat aja, hehe,” jawab anak b
Read more

14. Berbincang Santai (S2)

Ira pura-pura sibuk membaca buku saat Bian datang ke rumahnya.“Assalamu alaikum,” ucap Bian ketika memasuki halaman rumah Ira.Ira pura-pura baru tahu ada Bian datang. “Waalaikum salam,” jawabnya. Kemudian ia melipat buku itu dan beranjak, menghampiri Bian.Meski pintu rumah Ira tertutup, tetapi Bian masih dapat melihat apa yang sedang dilakukan oleh gadis itu. Sebab kaca jendela rumah dinas Ira cukup besar. Apalagi dalam rumahnya terang dan Ira belum menutup tirainya.Ceklek!Ira membuka pintu rumah itu. “Eh, udah datang?” ucapnya basa-basi.“Kamu belum tidur?” tanya Bian.“Belum ngantuk. Aku gak biasa tidur sore,” jawab Ira.“Oh ....”Berada dalam kondisi seperti itu, mereka berdua sama-sama canggung.“Kamu mau ngopi, gak?” tanya Ira.“Heuh? B-bol
Read more

15. Mulai ada Rasa (S2)

“Yah, Papah kan tau aku gak bisa pulang kalau gak ada yang gantiin,” keluh Ira. Ia sebal karena papahnya sendiri yang mengirim ke sana. Namun malah bertanya seolah tidak tahu.“Iya juga, ya. Tapi kalau kamu gak datang, gak apa-ap?” tanya Muh. Sebenarnya ia kasihan jika anaknya tidak hadir di acara penting kakaknya itu.“Ya gak apa-apa, sih. Kan yang mau resepsi Abang, bukan aku. Ada atau gak ada aku juga pasti tetap berjalan. Namanya lagi tugas, mau gimana lagi,” jawab Ira.Meski sebenarnya Ira ingin menghadiri acara kakaknya. Namun ia cukup profesional. Sehingga tidak memaksakan diri untuk pergi.“Ya sudah kalau begitu. Pokoknya kalau kamu bisa pulang, pulang aja, ya!” pinta Muh.“Siap, Pah!” jawab Ira, semangat.Sejak tadi ia tidak menyebutkan nama Zein atau yang lain. Sehingga Bian belum sadar siapa yang sedang Ira bahas.“Kamu kok kayaknya seneng banget, sih?” tanya Muh. Ia heran karena anaknya begitu bersemangat. Padahal waktu berangkat, Ira sempat mengeluh.Ia pikir Ira akan mur
Read more

16. Salah Tingkah (S2)

Ira terkesiap. Ia tidak menyangka Bian akan mengatakan hal seperti itu. Sebagai seorang gadis, tentu itu sangat menakutkan baginya."He he he he, bercanda kali. Serius banget, deh. Gak mungkinlah aku berani kayak gitu," ucap Bian sambil terkekeh. Ia merasa ekspresi Ira saat itu sangat menggemaskan.Ira pun akhirnya tertawa. "Ya abisnya kamu ngomong kayak gitu. Aku jadi shock," jawabnya jujur. Ia tidak menampik bahwa hal seperti itu cukum membuatnya terkejut."Emang kamu pikir aku berani? Enggaklah. Kalau aku mau macam-macam, kemarin pas di hutan pasti aku udah ...." Bian tidak melanjutkan ucapannya karena Ira memotongnya.Ira langsung menyelak ucapan Bian. "Iya, iya aku percaya. Enggak usah dilanjutin!" ucapnya. ia tidak ingin Bian mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya ia dengar."Syukurlah kalau kamu percaya." Bian senang karena Ira tidak menuduhnya macam-macam lagi."Tapi kira-kira sampai kapan kamu bakalan jagain rumah aku kayak gitu?" tanya Ira. Ia tidak tega jika Bian harus ti
Read more

17. Kasmaran (S2)

Bian yang memiliki insting kuat itu pun dapat menyadari kehadiran anak buahnya di sana.'Berani sekali, mereka,' batin Bian.Ia keluar dari kamar secara perlahan, tanpa menimbulkan suara. Kemudian mengejutkan anak buahnya dari belakang."Apa kalian sudah bosan hidup?" tanya Bian dengan menyentak, sambil menodongkan senapan ke arah anak buahnya itu.Deg!Mereka menoleh perlahan ke arah belakang. Betapa terkejutnya mereka melihat Bian sedang membidik mereka."A-ampun, Ndan. Kami khilaf," ucap mereka gugup sambil mengangkat kedua tangan.Ceklek!Bian menarik tuas senapan itu. Mereka pun semakin gemetar ketakutan. Sebab dalam kondisi seperti ini, mereka tidak mungkin melawan. Apalagi Bian adalah komandan mereka sendiri.Saat ini wajah Bian terlihat begitu serius. Sehingga mereka berpikir Bian benar-benar marah."Ndan, jangan main-main, Ndan. Itu bahaya," ucap mereka dengan suara bergetar."Memangnya kalian pikir aku sedang main-main? Kalian sudah kurang ajar pada atasan kalian. Jadi panta
Read more

18. Merasa Miris (S2)

Ira dan Bian langsung terkesiap saat ditanya seperti itu oleh anak kecil.“Memangnya kamu tau pacar itu apa?” tanya Bian. Ia tidak langsung mengelak. Sebab Bian ingin tahu apakah anak-anak itu mengerti dengan apa yang mereka tanyakan.Para anak-anak itu malu saat ditanya seperti itu oleh Bian.“Tau, gak?” tanya Bian lagi.“Hehehe, pacaran itu begini,” ucap anak-anak itu sambil mengerucutkan kedua jemarinya, kemudian menyatukan ujung jemarinya tersebut.Bian dan Ira ternganga. Mereka tak menyangka anak-anak yang kemungkinan masih SD itu sudah memahami hal tersebut.“Kata siapa? Kalian tau dari mana kayak gitu?” tanya Bian lagi. Ia merasa miris karena anak sekecil itu pikirannya sudah dewasa.“Kami suka lihat di TV, hehehe,” jawab mereka, polos.Di wilayah tersebut, mereka bisa menonton televisi menggunakan parabola. Mungkin para anak-anak itu menonton siaran yang bukan untuk usianya. Sehingga mereka sudah terkontaminasi seperti itu.“Hem ... harusnya kalian itu menonton tayangan yang s
Read more

19. Mata Air Pegunungan (S2)

"Waduh, gimana ini?" tanya Ira. Ini kali pertama Ira menghadapi situasi seperti itu. Sehingga ia cukup panik dan ketakutan."Ayo kabur!" ajak Lica. Ia langsung menarik tangan Ira dan Bian.Akhirnya Ira dan Bian refleks mengikuti Lica. Mereka sadar tidak mungkin menghadapi orang yang membawa parang hanya dengan tangan kosong. Apalagi orang tersebut sedang marah."Ke sini!" ajak Lica. Ia ingin membawa Bian ke markasnya melalui jalan pintas. Sebagai pribumi, Lica sudah hafal betul wilayah tersebut.Bian menoleh ke belakang. Orang itu pun semakin dekat."Ikuti aku!" ajak Bian.Bukan pengecut. Jika hanya sendiri, mungkin bisa saja Bian nekat. Namun saat ini ada Ira. Ia khawatir Ira akan terluka oleh orang tersebut.Ia mengajak Ira dan Lica untuk bersembunyi ke tempat rahasianya. Tempat itu tertutupi oleh rumput. Sehingga orang awam tidak akan mengetahuinya."Ssstt! Kita sembunyi di sini," ucap Bian. Ia tahu Ira tidak biasa berlari. Sehingga ia khawatir Ira akan kelelahan jika harus berlari
Read more

120. Bersepeda Santai (S2)

Ditanya seperti itu oleh Ira, Bian pun salah tingkah. “Lho, maksud aku bukan begitu. Maksudnya aku tuh ... ah, iya. Salut sama dia. Aku bangga ada pribumi yang masih semangat belajar,” jelas Bian, gugup. “Oooh, kirain kamu naksir sama anak kecil,” ledek Ira. Entah mengapa hatinya merasa lega. Namun ia pun merasa konyol karena mencurigai anak kecil. “Ya gak mungkinlah. Aku masih normal. Masa naksir sama anak kecil. Kalau sama kamu mungkin,” jawab Bian, kelepasan. Ira terkesiap mendengarnya. Bian pun terkejut saat menyadari ada yang salah dengan ucapannya. “Aku masuk dulu, ya. Kamu mau nunggu di mana?” tanyanya, berusaha mengalihkan pembicaraan. Ia berharap Ira tidak mendengar ucapannya barusan. “Aku tunggu di dekat pos aja,” jawab Ira. Ia pun tidak ingin membahas hal itu lagi. Meski sebenarnya ia sempat ge'er saat Bian mengatakan kemungkinan naksir dirinya. “Ya sudah, ayo!” ajak Bian. Mereka berjalan ke pintu masuk markas tersebut. “Sore, Ndan!” sapa anak buah Bian yang sedang be
Read more

21. Takut Khilaf (S2)

“Nanti juga kamu tau sendiri,” jawab Bian. Ia malah seolah sengaja ingin membuat Ira penasaran. “Iiih, kamu nih sengaja banget, deh! Ngapain ngomong kalau gak mau ngasih tau aku? Bikin penasarana aj!” ucap Ira, sebal. Namun ia senang karena Bian bisa bercanda. “Penasarana aja apa penasaran banget?” ledek Bian. Ira malah terkekeh jadinya. Ia semakin gemas karena Bian malah menggodanya yang sedang kesal itu. Beberapa saat kemudian mereka sudah tiba di rumah Ira. “Aku mandi dulu, ya. Abis itu baru makan,” ucap Ira. “Oke,” sahut Bian. Ia pun menunggu Ira di tenda. Sementara Ira masuk ke rumah untuk mandi. Saat Ira selesai mandi, hari sudah maghrib. Sehingga ia melaksanakan shalat lebih dulu. Pun dengan Bian. Pria itu melaksanakan shalat di tenda. Selesai shalat maghrib, barulah Ira menyiapkan makanan untuk mereka nikmati bersama. Ceklek! Ira keluar dari rumahnya. “Mau makan sekarang?” tanya Ira, pada Bian yang sedang duduk di depan tendanya. “Boleh,” jawab Bian. Kebetulan ia pun
Read more
PREV
1
...
7891011
...
16
DMCA.com Protection Status