Semua Bab Dinikahi Profesor Galak: Bab 101 - Bab 110

155 Bab

32. Pamit (S2)

Ira langsung salah tingkah. Saat mendengar Bian mengatakan mereka akan langsung menikah ketika Bian pulang ke Jakarta nanti.Bian pun tersenyum sambil melirik-lirik ke arah Ira. “Kamu ... mau kan nikah cepat?” tanya Bian, malu-malu.Ira yang malu itu hanya menjawabnya dengan anggukkan. Ia tak sanggup mengatakan bahwa dirinya mau menikah dalam waktu dekat. Rasanya lidah Ira terasa kelu.Sejak saat itu, hubungan mereka semakin baik. Mereka bersikap layaknya sepasang kekasih. Mereka pun semakin dekat dan mulai tidak ada rasa canggung lagi. Meski begitu, mereka tetap tahu batasan-batasan.Bian yang mencintai Ira itu tidak ingin menodainya sebelum halal. Meski beberapa kali mereka sempat ingin melewati batas. Namun mereka masih bisa menahan diri.“Ternyata sebulan cepet banget ya, Bi,” ucap Ira saat sedang duduk di depan teras.Kini sebulan sudah berlalu dan besok Ira sudah harus kembali ke Jakarta. Sehingga bisa dikatakan malam ini adalah malam terakhir bagi mereka. Sampai Bian pulang ke
Baca selengkapnya

33. Begitu Berat (S2)

Bian langsung tersenyum simetris. Ia merasa bangga karena Ira cemburu padanya.“Kamu cemburu?” godanya, sambil menaik turunkan alisnya.“Gak! Aku cuma ngingetin kamu, kok,” jawab Ira, ketus. Ia kesal karena Bian malah menggodanya.“Ah ... bilang aja kalau cemburu,” ledek Bian. Senyumannya pun makin melebar.“Apa, sih. Ngapain aku cemburu? Kalau kamu macem-macem, aku bisa kok ngelakuin hal yang sama. Kan kamu sendiri yang bilang, peluangku lebih besar,” ujar Ira.Ia gengsi untuk mengakui bahwa dirinya cemburu. Persis seperti kakaknya dulu.“Lho, kamu kok gitu, sih? Jangan, dong! Kita kan mau nikah. Gak usah aneh-aneh,” keluh Bian. Ia khawatir Ira benar-benar melakukan hal itu.“Ya gampang aja. Kamu gak usah takut kalau kamu gak ada niat macem-macem. Kan aku begitu cuma kalau kamu nakal,” sahut Ira.Bian tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Ia hampir salah paham karena ucapan Ira barusan. Mendengar Ira akan nakal membuat pikiran Bian jadi buntu.“Kamu, nih!” ucapnya, gemas. Ia mencubi
Baca selengkapnya

34. Maunya Tentara (S2)

Saat Bian yakin pesawat yang Ira tumpangi telah mengudara, ia pun meninggalkan bandara tersebut. Sata itu hari masih siang, sehingga masih ada pesawat komersil yang terbang ke perbatasan. Di jalan, Ira hanya bisa bersantai sambil membaca buku. Saat merasa bosan, ia pun memilih untuk tidur. Ia tidak sadar, saat pesawat yang ia tumpangi transit di makasar, ada penumpang pria yang duduk di sebelahnya. Kala itu Ira tetap terlelap karena semalam ia bergadang. Akan berpisah dengan Bian selama dua bulan, membuat Bian dan Ira menghabiskan waktu lebih lama dan tidak rela untuk tidur cepat. Setelah duduk di samping Ira, pria itu hanya menoleh sekilas ke arah Ira. Kemudian ia asik membaca buku. Saat pesawatnya tengah mengudara kembali, tiba-tiba kepala Ira bersandar di bahu pria tersebut. Sehingga pria yang sedang asik membaca buku itu menoleh ke arahnya. Ia ingin membangunkan Ira. Namun tidak enak hati. Akhirnya ia membiarkan Ira tetap terlelap dalam posisi seperti itu selama satu jam lebih
Baca selengkapnya

35. Masih Rahasia (S2)

Ira salah tingkah saat ditanya seperti itu oleh Zein. “Emang masalahnya apa kalau tentara?” tanya Ira sambil masuk ke mobil Zein.“Aku gak suka! Tentara itu kebanyakan hidung belang. Pokoknya jangan sampai kamu nikah sama tentara!” ucap Zein, kesal.“Lha, gak semua gitu kali, Bang. Lagian emang kenapa sih anti banget? Pernah punya masalah sama tentara, kah?” tanya Ira.“Ssstt! Dulu saingannya tentara,” bisik Intan sambil tersenyum. Kemudian ia pun masuk ke mobil.Ira langsung terdiam. Ia baru ingat bahwa dulu Bian menyukai Intan. ‘Lha, iya. Kenapa aku bodoh banget. Bisa-bisanya aku lupain hal sepenting itu?’ batin Ira.Ira jadi melamun sambil menatap mereka berdua. ‘Gara-gara Bian, Bang Zein jadi anti sama tentara. Lha, tentaranya aja dia anti, apalagi Biannya?’ gumam Ira dalam hati.Ia jadi khawatir hubungannya dengan Bian nanti akan terhalang restu Zein. Sebab ia masih belum tahu bahwa papahnya yang justru akan mendukung.“Ya udahlah, kalau jodoh gak kemana,” gumam Ira, pelan-pelan.
Baca selengkapnya

36. Hari Pertama (S2)

Ira pun panik karena khawatir Bian mengenal suara Zein. Ia over thinking karena menyembunyikan kenyataan dari Bian.“Bi, udah dulu, ya. Ada Abang aku. Nanti aku telepon lagi. Bye!” ucap Ira. Kemudian ia langsung memutus sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Bian.“Lho, kok main ditutup aja, sih? Lagian kenapa harus dimatiin juga teleponnya?” gumam Bian. Ia heran karena sikap Ira begitu aneh.Sementara itu, Ira membukakan pintu untuk Zein.Ceklek!“Terima kasih udah dibawain kopernya,” ucap Ira, sambil tersenyum.“Lama banget buka pintunya? Lagi ngapain, sih?” tanya Zein.“lagi istirahat lah, Bang. Namanya juga capek, baru habis perjalanan jauh,” sahut Ira. Kemudian ia mengambil koper itu dan menariknya masuk.“Makasih ya, Bang. Aku mau istirahat dulu. Bye!” ucap Ira. Lalu ia langsung menutup pintunya.“Yee, dasar main tutup aja! Awas kamu kalau minta tolong lagi, ya!” ancam Zein.“Hutang Abang masih banyak. Belum lunas,” sahut Ira.Mereka memang seperti itu. Namun mereka se
Baca selengkapnya

37. Supel (S2)

Arga pun tidak kalah terkejut. Ia masih ingat betul siapa wanita yang ada di hadapannya saat ini. 'Ini kan yang waktu itu numpang tidur di bahu aku,' batin Arga.“Adiknya Prof Zein, kan?” tebak Arga. Ia ingat bahwa Ira adalah adik Zein.“Iya!” sahut Ira. “Boleh saya masuk?” tanya Ira lagi.“Oh iya, silakan!” sahut Arga. Ia merupakan dokter spesialis anak. Ini hari pertama Arga praktek di rumah sakit tersebut. Sehingga ia belum membuka poli dan fokus di ruang perawatan.Ira pun masuk dan mendekat ke arah meja Arga. Ia tidak menyangka akan bekerja dengan pria yang satu pesawat dengannya.“Silakan duduk!” ucap Arga.“Perkenalkan, nama saya Humaira, biasa dipanggil Ira. Mulai hari ini saya bekerja di sini sebagai dokter residen,” ucap Ira. Ia bersikap formal karena harus profesional. Apalagi Arga merupakan seniornya.“Wah, gak nyangka bisa ketemu di sini. Senang bisa bekerja sama dengan dokter Ira,” ucap Arga. Sementara dirinya berusaha bersikap santai. Ia tidak ingin terlalu canggung.“I
Baca selengkapnya

38. Ulah Dimas (S2)

‘Duh, gimana ini? Kalau aku jawab, terus Bian tau aku lagi makan sama cowok, marah gak, ya? Dia kan cemburuan,’ batin Ira. Bukan tidak enak hati pada Arga. Namun Ira memikirkan reaksi Bian jika tahu dirinya sedang bersama pria.“Kenapa? Kok gak dijawab?” tanya Arga. Ia heran melihat Ira kebingungan. Ia pun penasaran siapa yang menghubungi Ira.“Gak apa-apa,” sahut Ira. Ia memilih untuk tidak menjawab panggilan itu. Sebab ia tidak enak hati jika harus bermesraan di depan Arga.Bukan bermaksud selingkuh. Hanya saja kondisinya tidak nyaman. Sehingga Ira tidak berani menjawab panggilan Bian. Apalagi jika di telepon, mereka selalu bermesraan.Namun, Bian pantang menyerah. Ia yang tahu bahwa itu adalah jam istirahat Ira pun masih berusaha menghubunginya. Sehingga ponsel Ira terus berdering.“Dijawab aja! Siapa tau penting,” ucap Arga.“Hehehe, iya,” sahut Ira, kikuk. 'Hiih, dasar mister bucin. Gak bisa nunggu nanti dulu apa?' batin Ira, kesal.Akhirnya dengan terpaksa ia menjawab panggilan
Baca selengkapnya

39. Ingat Kamar (S2)

Zein kesal karena Dimas malah membela tentara. “Udah lo gak usah sok tau!” ucap Zein, sambil berlalu.“Lha, aneh banget. Kenapa jadi dia yang sewot. Perasaan pertanyaan gue biasa aja,” gumam Dimas, bingung.Sementara itu, Ira sedang kesal pada Dimas. ‘Ini pasti ada hubungannya sama Bang Zein yang rese itu. Awas aja kalau bener!’ batin Ira.Selesai makan, Ira langsung pamit pada Arga. Sebab ia harus menghubungi Bian kembali. Ia tak ingin Bian salah paham karena tadi dirinya memutuskan sambungannya dengan Bian begitu saja.“Dok, saya duluan, ya. Ada perlu,” ucap Ira.“Oh iya, silakan!” sahut Arga.Ira pun meninggalkan tempat itu dan mencari tempat sepi. “Coba ke taman aja, deh,” gumam Ira. Ia menuju ke taman agar bisa berbincang dengan santai tanpa diganggu. Tak mungkin Ira berbincang di ruangan Muh atau Zein.Setibanya di taman, Ira langsung menghubungi Bian.Telepon terhubung.“Halo, Sayang. Udah selesai makannya?” tanya Bian. Ia sudah sejak tadi menanti telepon dari Ira.“Hai ... uda
Baca selengkapnya

40. Diserang (S2)

Bian tersenyum mendengar pertanyaan Ira. Ia senang karena Ira cemburu. “Iyalah, emang mau lewat mana lagi?” sahut Bian.“Lagian ngapain sih tiap lari lewat situ terus? Emang gak ada rute lain, apa?” keluh Ira. Ia sebal karena mereka selalu melewati rumah dokter. Artinya mereka selalu bertemu dengan dokter yang tinggal di sana.“Ya terus mau lewat mana, Sayang? Lewat hutan? Jadi tracking dong bukan joging,” canda Bian. Ia sangat bangga dicemburui oleh Ira.“Kamu nih nyebelin banget. Bukan nenangin aku malah sengaja bikin aku kesel,” ucap Ira, ketus.“Hehehe, gimana? Padahal aku cuma lewat aja kamu udah kesel. Apalagi aku, kamu makan berdua dan teleponku diputus begitu aja,” skak Bian.Ira langsung terdiam. Ia jadi tidak enak hati karena apa yang ia lakukan lebih kejam dari pada Bian.“Hehehe, maaf. Ya udah satu sama. Tapi kamu jangan nakal, dong! Aku gak mau ya kalau kamu deket-deket sama dia!” pinta Ira. Ia khawatir Bian akan dekat dengan dokter itu.“Udah kamu tenang aja! Aku gak mun
Baca selengkapnya

41. Menyusul Bian (S2)

Ting!Saat Ira sedang sibuk dengan pekerjaannya, ponselnya berbunyi. Ada notifikasi pesan singkat masuk.Ira pun mengecek notifikasi tersebut. ‘Mau ngapain, di?’ batin Ira, saat melihat pesan tersebut dari Bian. Lalu Ira pun membacanya.Ira pikir isi pesannya akan sama seperti sebelumnya. Sebab sebelumnya Bian telah mengirimkan banyak pesan karena Ira sedang merajuk.Namun ternyata Ira salah. Isi pesan kali ini berbeda. Bian mengabarkan bahwa markasnya diserang dan ia meminta doa dari Ira.Ira mengerutkan keningnya. “Apa iya? Atau dia cuma pura-pura biar aku balas pesannya?” gumam Ira.Akhirnya Ira mengabaikan pesan tersebut. Ia pikir Bian hanya sedang cari perhatian. “Dasar, kayak anak kecil aja, caper,” gumam Ira.Bian terlalu sering bercanda. Sehingga Ira pikir kali ini pun Bian sedang bercanda. Saat masih tinggal di Timur pun Bian sering mengerjai Ira.Ira melakukan aktifitasnya seperti biasa. Hingga sore hari Ira sudah selesai bekerja. Ia pun pamit pada Arga dan pergi ke ruangan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
16
DMCA.com Protection Status