Bian langsung tersenyum simetris. Ia merasa bangga karena Ira cemburu padanya.“Kamu cemburu?” godanya, sambil menaik turunkan alisnya.“Gak! Aku cuma ngingetin kamu, kok,” jawab Ira, ketus. Ia kesal karena Bian malah menggodanya.“Ah ... bilang aja kalau cemburu,” ledek Bian. Senyumannya pun makin melebar.“Apa, sih. Ngapain aku cemburu? Kalau kamu macem-macem, aku bisa kok ngelakuin hal yang sama. Kan kamu sendiri yang bilang, peluangku lebih besar,” ujar Ira.Ia gengsi untuk mengakui bahwa dirinya cemburu. Persis seperti kakaknya dulu.“Lho, kamu kok gitu, sih? Jangan, dong! Kita kan mau nikah. Gak usah aneh-aneh,” keluh Bian. Ia khawatir Ira benar-benar melakukan hal itu.“Ya gampang aja. Kamu gak usah takut kalau kamu gak ada niat macem-macem. Kan aku begitu cuma kalau kamu nakal,” sahut Ira.Bian tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Ia hampir salah paham karena ucapan Ira barusan. Mendengar Ira akan nakal membuat pikiran Bian jadi buntu.“Kamu, nih!” ucapnya, gemas. Ia mencubi
Baca selengkapnya