Ira menghela napasnya. Ia sudah bingung bagaimana cara melarang Bian lagi. Akhirnya ia pasrah meski Bian ingin mengantarnya ke Jakarta.“Dasar batu!” ucap Ira, kesal.“Kamu nih diperhatiin malah bilang begitu,” keluh Bian. Ia pun sebal karena Ira selalu melarangnya.“Kamu tuh diperhatiin malah keukeuh. Aku kan khawatir kamu kenapa-kenapa!” sahut Ira, ketus.“Gini aja, deh. Kamu kan dokter, kamu bisa cek kondisi aku dulu sebelum jalan! Kalau memang aku gak sehat, aku gak akan ikut kamu ke Jakarta,” tantang Bian, sambil tersenyum.“Gimana ngeceknya?” tanya Ira. Ia bingung karena dirinya tidak membawa alat medis.“Ya terserah. Disun, kek. Atau dipeluk, gitu!” canda Bian. Ia malah bercanda dan membuat Ira jadi tersenyum.“Kamu mah! Mana ada meriksa kayak gitu. Jangan mesum, kenapa!” keluh Ira.“Masa minta sun sama calon istri sendiri mesum?” tanya Bian.“Tapi kan gak boleh. Bukan mahrom!” ucap Ira, ketus.“Kemarin-kemarin waktu di perbatasan, boleh?” ledek Bian.“Itu kan khilaf!” jawab Ir
Baca selengkapnya