Home / Pernikahan / Dinikahi Profesor Galak / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Dinikahi Profesor Galak: Chapter 71 - Chapter 80

155 Chapters

02. Saling Benci (S2)

Ternyata Muh dan papahnya Bian itu sudah merencanakan semua ini. Mereka sengaja mengirim Ira ke perbatasan agar bisa bertemu dengan Bian dan berharap kedua anaknya itu saling jatuh cinta di sana. Pagi ini Ira sudah mendarat di Timur. Sebelumnya ia telah membooking sebuah helikopter. Sebab ia malas jika harus menggunakan pesawat komersil yang kecil itu.“Mas, kok helikopternya belum datang, ya?” tanya Ira pada admin helikopter tersebut, melalui panggilan telepon.“Mohon maaf, Mbak. Tadi heli-nya sudah datang. Tapi ada seorang Profesor yang sedang buru-buru. Jadi kami terpaksa memberikan heli tersebut padanya. Sebab ia mengatakan ada kondisi darurat di sana,” jelas admin tersebut.Mendengar kata Profesor, Ira langsung dapat menebak siapa orangnya. “Awas kamu ya, Bang!” gumam Ira, pelan. Ia sangat kesal karena Zein yang merupakan kakaknya it
Read more

03. Berdebat (S2)

Ira mengerutkan keningnya. “Apa sih, gak jelas,” ucapnya, kesal. Kemudian ia melanjutkan kegiatannya tanpa menghiraukan Bian. Bian yang kesal pun langsung menggebrak meja. Sampai membuat Ira mengejat. Brug! “Dokter macam apa, kamu? Pasiennya komplain malah diabaikan seperti itu,” bentak Bian. Ira yang terkejut pun langsung menoleh ke arah Bian. “Lalu kamu pikir pasien macam apa yang mengusir dokternya? Tadi kan saya sudah katakan kalau saya tidak mau tahu tentang keluhan kamu lagi. Kamu yang mengusir saya jadi tanggung sendiri akibatnya!” Ira pun membalas Bian dengan membentaknya. Ia tidak terima disalahkan seperti itu oleh Bian. “Tapi saya yakin ini terjadi sebelum saya mengusir kamu!” ucap Bian sambil menunjukkan tangannya yang lebam-lebam. Lebam di tangan Bian diakibatkan oleh tusukan jarum infus. Sebab, kemarin malam Ira sempat kesulitan untuk menemukan pembuluh darah Bian karena dehidrasi. Ira yang sudah paham meng
Read more

04. Hilang (S2)

Ira mengerutkan keningnya sambil memicingkan mata ke arah Bian. “Apaan si lo? Orang gue lagi ngobrol sama suster juga. Geer banget,” cibir Ira.Kemudian ia merangkul lengan suster dan mengajaknya tetap berlalu dari hadapan Bian.“Emangnya gue gak tau? Siapa lagi yang pendatang yang lo maksud kalau bukan gue?” tanya Bian, meski Ira sudah meninggalkannya.Ira tidak menjawab, ia malah mengacungkan ibu jarinya. Kemudian membalik ibu jari tersebut ke bawah.Sontak saja Bian semakin kesal padanya. “Sialan! Awas aja, tunggu pembalasan gue,” gumam Bian, kesal.Anak buah Bian bingung melihat komandannya seperti itu. Sebab tidak biasanya Bian begitu. Kali ini mereka seolah melihat Bian tak berwibawa sama sekali.“Komandan kenapa, sih?” bisik anak buah Bian pada temannya.“Gak tau tuh! Kayaknya gak pernah akur sama dokter Ira, deh.”“Apa mereka pernah pacaran terus putus, y
Read more

05. Menolong Ira (S2)

Bian dan yang lain terperanjat saat mendengar ada suara ledakan. “Aku tidak bisa menunggu lagi. Kalian pergi ke markas dan siapkan pasukan untuk menyusuri seluruh sudut hutan ini!”Sebagai komandan, Bian mengarahkan anak buahnya.“Tapi, Ndan! Ini sangat berisiko jika Komandan pergi ke hutan sendirian,” ucap anak buah Bian. Ia tidak tega meninggalkan Bian sendirian.“Ini perintah! Aku tidak ingin sampai ada korban. Kamu sudah tahu apa yang harus dilakukan, kan? Aku membawa ini. Tolong kalian standby! Nanti akan aku kabari jika sudah menemukan lokasinya,” ucap Bian dengan tegas, sambil menunjukkan ponsel khusus-nya.Ponsel itu merupakan ponsel yang memiliki radar kuat. Sehingga masih bisa aktif meski berada di pedalaman atau tengah hutan. Ponsel tersebut pun memiliki GPS. Sehingga mudah ditemukan jika menghilang di tengah hutan.“Siap Komandan!” ucap kedua anak buah Bian dengan suara lantang, sambil mem
Read more

06. Taktik Bian (S2)

Ira terkejut saat mendengar Bian hendak membuka celananya. “Hah, mau ngapain kamu pake buka celana segala?” tanyanya.“Udah jangan banyak tanya! Aku gak mungkin macam-macam dalam situasi kayak gini,” sahut Bian.Akhirnya Ira menuruti ucapan Bian. Ia memalingkan wajah dan pria itu membuka celananya. Kemudian Bian mengambil ponsel yang ia sembunyikan di balik pahanya. Setelah itu Bian membenarkan celananya lagi hingga terpasang.“Sudah,” ucap Bian.Dengan ragu, Ira menoleh dan ia lega setelah Bian mengenakan celana.“Kamu mau ngapain?” tanya Ira.“Aku mau ngirim pesan ke markas. Semoga mereka bisa tiba di sini tepat waktu,” jawab Bian. Kemudian ia mengirimkan pesan untuk memberi tahu di mana lokasi markas penjahat tersebut.Setelah itu, Bian menonaktifkan kembali ponselnya. Lalu ia menyembunyikan ponselnya itu lagi.“Apa mereka masih bisa menemukan kita jika ponsel
Read more

07. Berusaha Keluar dari Hutan (S2)

Ira mengangguk ragu. Debaran hatinya pun semakin cepat karena ini kali pertama Ira menghadapi situasi seperti itu.“Ayo!” ajak Bian. Mereka berdiri di balik pintu sabil menunggu Bian memantau situasi di luar.Sebelum keluar, Bian menggenggam tangan Ira tanpa menoleh.Deg!Ira sangat gugup kala tangannya digenggam seperti itu oleh Bian. Ia pun menatap genggaman tangan mereka. Kemudian ia menatap Bian yang serius memantau situasi di luar dari celah pintu.Kini debaran hati Ira semakin bertambah. Sebab selain karena takut, Ira pun berdebar karena genggaman tangan Bian itu.‘Ternyata dia baik juga,’ batin Ira sambil menatap Bian dari belakang.“Di luar sudah sepi. Apa kamu siap?” tanya Bian, sambil menoleh.Ira yang sedang menatap Bian pun langsung gelagapan. “Heuh? I-iya. Siap,” jawab Ira.“Tangan kamu dingin sekali. Apa kamu yakin bisa lari?” tanya Bian sambil mel
Read more

08. Survive (S2)

"Tidak! Kita harus bisa segera keluar dari hutan ini sebelum malam!" ucap Bian. Kira kira berapa jauh lagi jarak yang harus kita tempuh agar bisa keluar dari hutan ini?" tanya Bian pada anak buahnya itu. Tadi Bian berjalan sambil dibuntuti oleh dua orang penjahat yang menyandranya. Sehingga ia lupa seberapa jauh jarak yang telah ia tempuh sampai tiba di markas tersebut. "Kurang lebih 2 km, Ndan," jawab anak buah Bian. "Kalo hanya kita saja mungkin masih bisa dengan berjalan cepat. Tapi kan ada dokter Ira yang harus kita lindungi. Rasanya mustahil bisa keluar dari hutan ini sebelum gelap," timpal temannya. "Maaf, ya. Gara-gara aku semuanya jadi repot repot," ucap Ira. Ia tidak enak hati karena telah merepotkan banyak orang. Bahkan sudah seperti ini saja Ira merasa menjadi penghalang bagi mereka. "Kamu enggak perlu minta maaf. Ini sudah kewajiban kami untuk menolong setiap warga sipil yang terancam keselamatannya," jawab Bian. "Terima kasih," ucap Ira, kemudian ia memalingkan wajah
Read more

09. Menghangatkan Tubuh (S2)

‘Ternyata dia baik juga, ya? Kalau lagi begini, gak nyebelin lagi. Malah kelihatan ganteng,’ batin Ira. Ia terus menatap Bian dengan tatapan penuh kekaguman. Bian yang biasanya terlihat menyebalkan, kini justru terlihat gagah dan tampan.Beberapa detik kemudian, Ira pun terkesiap. “Iih, mikir apa sih gue?” gumam Ira, pelan.“Kenapa?” tanya Bian yang mendengar gumaman Ira, samar. Ia pun menoleh ke arah Ira.“Eh, gak apa-apa,” jawab Ira, kikuk. “Susah, ya?” tanyanya, basa-basi. ia malu karena hampir ketahuan oleh Bian.“Iya, sepertinya kayunya sudah lama dingin. Jadi agak susah. Untuk menyalakan api harus menggunakan kayu kering,” jawab Bian. Meski begitu ia masih tetap berusaha.Bian terus memutar-mutar kayu dengan telapak tangannya hingga ujung kayu itu bergesekkan dengan kayu yang ada di bawahnya. Bahkan sampai tangannya terasa pan
Read more

10. Dilihat Anak Buah (S2)

Bian pun tak kalah terkejut mendengar teriakan Ira. “Sstt! Kamu jangan heboh gitu, dong! Aku gak ngapa-ngapain, cuma berusaha menghangatkan saja,” jelas Bian. Namun kemudian ia sadar ada yang salah dari kata-katanya.Ira terbelalak saat mendengar kata ‘menghangatkan’. “Apa kamu bilang?” tanyanya dengan nada tinggi.Bian pun panik karena Ira salah paham. Ia tidak ingin dianggap berbuat yang tidak-tidak oleh Ira.“Eh, tenang dulu! Maksud aku itu semalam kita hampir mati kedinginan. Jadi harus berpelukan supaya tetap hangat. Tapi selebihnya tidak ada hal lain yang aku lakukan. Percayalah!” ucap Bian, gugup.Memang kondisi seperti itu cukup sulit dijelaskan. Apalagi mereka sama-sama gadis dan perjaka. Sehingga sangat aneh ketika tidur dalam posisi berpelukan.“Apa tidak ada cara lain?” tanya Ira, kesal. Ia merasa Bian telah mengambil kesempatan dal
Read more

11. Deal (S2)

“Hah? Gak usah. Aku bisa sendiri, kok,” ucap Ira, panik. Ia tidak nyaman jika harus dijaga oleh pria.“Yakin kamu berani? Bagaimana jika mereka masih pensaran? Kamu dengan sendiri mereka melarikan diri. Jadi bisa kembali kapan pun,” ucap Bian. Entah mengapa dia seolah sangat ingin menjaga Ira.“Dan ketika mereka kembali, bisa saja dokter Ira yang dicari,” timpal anak buah Bian. Mereka memprovokasi Ira karena memang ingin mendukung Bian.“Iiih, kalian kok nakutin aku, sih?” keluh Ira. Ia sebal karena para pria itu bukan menenangkannya, tetapi malah menakutinya.“Kami bukan menakuti. Ini hanya peringatan. Aku mau mengantisipasi agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti kemarin. Kalau sudah terjadi, siapa yang akan direpotkan?” tanya Bian.Ia sengaja bicara seperti itu agar Ira mau menerima usulannya. Terlepas ada modus lain atau tidak, Bian memang mengkhawatirkan Ira.“Iya, sih. Tapi aku kan wanita, sendirian. Masa dijaga sama cowok? Gantian pula. Aneh banget rasanya,” uca
Read more
PREV
1
...
678910
...
16
DMCA.com Protection Status