Rasa sakit yang merongrong perasaan mulai dikikis, sebab jika semakin diingat, Agam tidak berhenti menangis. Sudah dari kemarin ia menyembunyikan sesak dada, menahan gejolak amarah yang ingin diledakkan. Akan tetapi, demi wajah Bunda yang mulai berseri, ia tetap bertahan mengembangkan senyum, demi Bunda yang menemukan semangat untuk pulang ke rumah. Kabarnya, dokter telah mengijinkan Bunda menjalani rawat jalan—tak perlu diopname lagi. Setiba di rumah, Agam merapikan tempat tidur, membersihkan sudut-sudut rumah. Membiarkan tetangga menengok Bunda, juga menyiapkan makan siang di meja makan. Ia tumpahkan asin di kerongkongan ketika tidak ada Bunda. Bagaimana pun Shofi dia anggap sangat keterlaluan. Agam tidak habis pikir dengan kakaknya. "... kamu sangat keji, Shof!" bisik Agam sembari mengepalkan tinju di atas permukaan meja. Ia menatap tajam, lurus ke depan penuh dendam. Satu hal yang paling membuat Agam tersiksa, ia telah menanamkan janji untuk membawa pulang Shofi. Menyeret orang
Terakhir Diperbarui : 2024-10-29 Baca selengkapnya