Hari itu ... hari yang sesungguhnya sangat tidak dinantikan oleh Putra. Rasanya ia ingin selalu rebah di bangsal rumah sakit, menikmati sepoi angin pagi yang berembus menggoyangkan gorden jendela, memperhatikan wajah-wajah merenung di taman rumah sakit dari kacanya, mengintip ekspresi malam yang tergambar begitu pedih, dan tenggelam dalam suasana sepi yang sesungguhnya teramat menyiksa. Kondisi fisik Putra dikabarkan telah pulih, hanya saja ia tidak bisa berjalan sebagaimana dahulu kala. Kini, kursi roda akan menjadi langkah kakinya. Pulang menjadi momok mengerikan. Kunjungan tetangga yang menanyakan kabar kesehatan, menuntut diurainya tragedi kecelakaan, membuatnya muak. Akan tetapi, Putra dan Bu Ika tinggal di pedesaan. Mereka harus mengikuti aturan adat yang tertanam di dada lekat penghuninya. Putra mendadak menjadi pemurung, meskipun berkali-kali diberi sapaan oleh warga, ia kerap menekuk wajah, memasang ekspresi datar tanpa peduli dengan senyum ramah tamah mereka. Bos Bagong, not
Terakhir Diperbarui : 2024-10-29 Baca selengkapnya