Nikah Yuk, Gus!

Nikah Yuk, Gus!

last updateLast Updated : 2024-04-26
By:  Titin Widyawati  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
7.7
6 ratings. 6 reviews
110Chapters
4.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Shofi, gadis karyawan pabrik roti dekat pondok pesantren Asmaul Khusna. Ia sering mendapat titipan tetangga di kampung untuk mengirimkan paket ke pondok pesantren. Karena itulah ia dipertemukan dengan Gus Farhan, sosok pemuda cerdas yang alim dan seorang putra kyai—Abah Aziz. Sayangnya lingkungan kerja Shofi tidak baik, teman-temannya sering mabuk dan main ke tempat terlarang. Salah satunya Anggi, dia merupakan teman dekat Shofi yang biasa menjadi rekan curhat dan bergurau di pabrik. Pada suatu sore, Anggi mengajak Shofi pergi ke suatu tempat untuk menemui temannya, sayangnya Shofi justru dijebak di tempat dugem. Ia dijual oleh Anggi kepada Bos Bagong untuk melunasi piutang keluarga. Shofi tidak bisa keluar dari sekapan Bos Bagong. Anak Bos Bagong mengintainya ke mana pun ia pergi. Shofi akhirnya berjanji jika bisa keluar dari tempat itu, ia akan balas dendam kepada Anggi. Mampukah Shofi keluar dari sekapan Bos Bagong untuk balas dendam? Apa yang akan dilakukan Gus Farhan untuk menolong Shofi? Yuk simak kisahnya!

View More

Latest chapter

Free Preview

Kunci Motor

"Shofi!" teriak salah satu kaum hawa yang ditakdirkan menjadi Bunda Shofi. Shofi yang hari itu sedang merias wajah dengan sapuan bedak tipis dan merapikan jilbab, tiba-tiba berjingkat kaget. Suara Bunda teramat lantang, membuat ayam betina milik tetangga tidak jadi bertelur. "Tolong ya! Nanti sepulang kerja mampir ke pondok Yumna, ada titipan dari ibunya di ruang tamu!" Shofi bukan anak pondok, tetapi tetangga dan keluarganya banyak yang mengirim buah hati mereka ke pondok untuk belajar agama. Atau setidaknya agar aman dari sentuhan-sentuhan dunia luar yang penuh dengan kehidupan hedonis. Sayangnya, meskipun bukan santri ia sering singgah di pondok yang bersebelahan dengan pabrik tempatnya bekerja. Hal tersebut membuat tetangga dan keluarga yang perlu memberikan tambahan uang saku, sabun, atau sekadar oleh-oleh menitipkan barang kepadanya. "Aduh, Bunda! Aku bukan kurir! Plis deh, sampaikan ke mereka aku tidak mau!" "Ada orang minta bantuan kok ditolak, mumpung kamu masih hidup,

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

default avatar
S.n
Ternyata udah tamat...
2024-04-29 14:05:29
1
default avatar
S.n
Wah hari ini updatenya banyak Terus lanjut kak author
2024-04-26 12:48:28
1
default avatar
S.n
Akhirnya ketemu
2024-04-21 16:18:44
1
default avatar
S.n
Lanjut kakak author
2024-04-19 08:52:50
1
user avatar
Yani
ceritanya seru, bahasanya sastrais lanjut kak ...
2024-03-29 09:12:51
1
user avatar
Eɩma Zųɭŋaɩŋųɭ
Dibaiki lagi mutu penulisan nya mbak thor. terlalu berlarut-larut.
2024-03-03 08:26:16
1
110 Chapters

Kunci Motor

"Shofi!" teriak salah satu kaum hawa yang ditakdirkan menjadi Bunda Shofi. Shofi yang hari itu sedang merias wajah dengan sapuan bedak tipis dan merapikan jilbab, tiba-tiba berjingkat kaget. Suara Bunda teramat lantang, membuat ayam betina milik tetangga tidak jadi bertelur. "Tolong ya! Nanti sepulang kerja mampir ke pondok Yumna, ada titipan dari ibunya di ruang tamu!" Shofi bukan anak pondok, tetapi tetangga dan keluarganya banyak yang mengirim buah hati mereka ke pondok untuk belajar agama. Atau setidaknya agar aman dari sentuhan-sentuhan dunia luar yang penuh dengan kehidupan hedonis. Sayangnya, meskipun bukan santri ia sering singgah di pondok yang bersebelahan dengan pabrik tempatnya bekerja. Hal tersebut membuat tetangga dan keluarga yang perlu memberikan tambahan uang saku, sabun, atau sekadar oleh-oleh menitipkan barang kepadanya. "Aduh, Bunda! Aku bukan kurir! Plis deh, sampaikan ke mereka aku tidak mau!" "Ada orang minta bantuan kok ditolak, mumpung kamu masih hidup,
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Tote Bag

Cahaya bulan mengusap atap-atap pemukiman pondok 'Asmaul Khusna'. Malam larut dalam kesiur angin yang diembuskan dari kebon bambu di samping asrama putra. Suara koor jangkrik dan serangga liar beradu di sebelah kantor pondok, di sana ada sebentang sawah yang padinya sebentar lagi kuning.Detik itu jarum berhenti pada angka satu dini hari, Gus Farhan kebetulan belum pulang ke rumah yang biasa dipanggil para santri Ndalem, tempat tinggalnya ada di perbatasan antara asrama putri dan asrama putra, tepat sehabis gang kecil tuntas, di situlah ada rumah megah menghadap matahari terbit. Ia sedang duduk di beranda kantor, menatap langit dengan pandangan sendu dan berbagai hal. Pulang dari Mesir rasanya hambar jika ilmu yang ia raup mogok di pondok saja, ada hasrat ingin menularkan isi kepalanya ke berbagai madrasah, baik Aliyah maupun Tsanawiyah. "Belum kondor, Gus?" sapa santri yang malam itu selesai menunaikan salat tahajud. "Mata saya belum ngantuk, kamu bergegaslah ke asrama, istirahat,
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Mesin

Bagi Shofi waktu adalah uang, setiap detiknya begitu berharga. Jika sampai terlambat masuk kerja, terlambat satu detik saja, reward yang diperjuangkan selama satu bulan melayang. Karena kontak motornya belum ketemu, maka ia bangun lebih pagi, mandi lebih awal demi bergegas men-stop angkutan umum. Berdesak-desakan dengan ibu-ibu dari pasar ia lalui, menghirup aneka ragam parfum bercampur dengan keringat juga ia alami. Intinya hari itu dia sudah berusaha supaya tidak datang terlambat ke pabrik, sayang takdir tidak memihak, ia telat satu detik karena mesin finger tidak langsung membaca rekaman sidik jarinya. "Haa … awas ya, Yum! Aku bikin perhitungan denganmu!" jerit Shofi setelah absennya kelar. Ia telat satu detik, hanya satu detik. Perjalanan menuju aula packing dipenuhi gedumelan ringan. Sangat kesal, apalagi itu akhir bulan. Ia telah melampaui hari sebelumnya dengan tertib dan tidak terlambat dengan sepeda motor. Ini gegara angkutan umum berhenti di beberapa titik, membuatnya berka
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Sesuatu yang Berharga

"Kenapa kamu mengajakku ke tempat ini, Nggi?" tanya Shofi yang masih bingung. Mereka berhenti di sebuah rentourant dan bar untuk kaum-kaum penongkrong dan peminum. Bagi Anggi itu biasa, penampilannya dengan rambut pirang terurai, kaos seatas pantat dan celana jins, tidak begitu kontras, tetapi nasib Shofi? Ia memakai jilbab, pakaiannya menutup aurat. Sesuatu yang sangat mencolok baginya, ia tidak pantas di tempat itu meski di dalam ada beberapa juga kaum perempuan yang sedang ngobrol, minum dan mereka memakai jilbab. "Aku ingin bertemu dengan temanku, dia janjinya di sini," "Apa tidak ada tempat lain? Buat janji kok di tempat dugem." "Ayo masuk!" Shofi melotot. Diajak parkir di halaman tempat itu saja ia kurang berkenan, kok diajak masuk?Sayangnya Anggi tidak peduli jika tetiba Shofi pulang, ia membawa Shofi karena dipikir perempuan itu akan mau. "Nggi!" teriak Shofi. "Tunggu!" Shofi juga tidak mau menunggu di luar serupa orang hilang. Barangkali itu menjadi pengalaman untuk
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Panik

Wanita setengah tua itu berkali-kali memandang layar jendela, mengharap Shofi pulang menggiring langkahnya yang senantiasa terburu-buru. Sudah tiga hari semenjak dirinya menyuruh Shofi mampir ke pondok, anak perawannya tersebut tidak kunjung pulang. Sosok yang kerap dipanggil Bunda oleh Shofi itu mulai dikerubungi perasaan khawatir. Tidak seperti biasanya Shofi menginap di pabrik tanpa ijin. Memang pabrik roti yang dikerjai oleh Shofi juga menyediakan mess bagi karyawan, tetapi Shofi memilih datang dan pergi. Lebih dari itu rasanya mustahil jikalau Shofi menginap di pondok Yumna mencari ilmu, kecuali ada hal-hal urgent. Bunda mulai memastikan. Terdorong kontak Shofi yang tiba-tiba tidak bisa dihubungi, ia nekat datang ke tempat kerja Shofi. Sayangnya kabar yang digiring oleh buruh pabrik roti justru membuat suasana batinnya bertambah kacau. “Shofi sudah dua hari tidak berangkat kerja, bahkan tanpa keterangan, kami kira dia sakit!” tutur seorang rekan kerja hari itu. “Dia belum pulan
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bantuan Kemanusiaan

Konon alasannya sederhana, demi menghargai dan menghormati perasaan seorang ibu, maka Gus Farhan mulai mencampuri urusan orang lain yang bukan mahram-nya. Ia banyak belajar perihal kehidupan manusia yang memang diperintahkan saling bahu-membahu untuk memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan. Bukan hal aneh jika tiba-tiba Gus Farhan menawarkan untuk mengantar pulang Bunda Shofi. “Sebaiknya ibu saya antar pulang, tidak baik mengendarai sepeda motor dalam keadaan bimbang seperti itu, sepeda motor ibu biar diantar oleh santri saya, bagaimana?” tawar Gus Farhan. Bunda memandang wajah Gus Farhan yang seputih awan, menelusuri ketulusannya lebih dalam, menjangkau pikiran yang tidak bisa ia tebak bahkan meluruhkan segenap ketidakmampuannya kepada Gus Farhan. Untuk kali itu pemuda putra Abah Aziz tersebut merupakan sandaran sekaligus harapan. “Baiklah Farhan, mungkin itu jalan yang tepat. Pikiran saya memang sedang semrawut, ibu mana yang akan tenang jika putrinya tidak pulang?
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Karena Bunda

Malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Tiada gemerlap bintang yang mencuri pandang dari langit. Daun-daun pepohonan menampung kepenatan lelap yang bergerilya di pelupuk mata. Suasana detik itu menjadikan beberapa sisi kehidupan anak manusia terasa hening tanpa suara. Sementara di sisi lain, tepat pada dunia gemerlap Bos Bagong, malam yang bertambah pekat adalah nikmat. Lantai dipenuhi dengan hentakan kaki dari pemuda yang meneguk khilaf sebelum senja. Bir-bir terjual banyak. Meja-meja penuh dengan segerombol penongkrong yang hendak ngobrol omong-kosong. Semakin panjang usia malam maka musik DJ bertambah nyaring dan melengking menusuk sel-sel pendengaran. Bos Bagong sedang mengisap rokok dengan cerutu andalan, ia menerawang jauh nasib gadis yang sedang disekap di dalam gudang. Emosinya sungguh meletup-letup bagaikan petasan yang baru saja diledakkan. Ia marah karena Anggi mengirim gadis yang teramat kampungan. “Bos, mustahil ada yang mau pesan tiket untuk membeli wanita itu,” u
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

CCTV

Ruangan bertambah hening ketika santri-santri pondok Asmaul Husna saling siulkan dengkur. Detik itu Abah Aziz sedang berpergian ke luar kota ke daerah Jawa Timur. Sementara Gus Farhan berulang kali memutar rekaman CCTV demi memastikan kepergian Shofi. Asrama pondok menyisakan lelah aktivitas menimba ilmu sejak tadi pagi. Daun-daun nangka berguguran diembus angin malam. Beberapa kunang bersembunyi di balik semak-semak, seolah sedang mengintip kegiatan Gus Farhan dan Kang Zaki yang terkantuk-kantuk. "Sudahlah, Gus. Istirahat saja! Toh kita tidak mengenal Shofi, tidak ada tanggung jawab yang melekat pada diri kita, dia bukan santriwati pondok." "Kang, lihat mata pedih ibunya tidak?" Kang Zaki memberi anggukan. "Tetapi tetap saja Gus, anak itu bukan tanggung jawabmu. Setidaknya kau butuh istirahat, Gus. Ini sudah sangat larut, eman fisiknya, Gus!" "Ibu Shofi pasti sangat sedih, ia juga menaruh harapan serta kepercayaan kepada kita. Setidaknya berusaha terlebih dahulu, barangkali bisa
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Tidak Sinkron

Sore ketika matahari bertengger di belahan bumi barat, sementara rutinitas kaum adam mulai beranjak, Gus Farhan mengangsur langkah sepeda motor menuju rumah Shofi. Kebetulan sekali hari itu jumat, tidak ada jadwal mengajar baginya. Jam sorenya kosong, karena merasa tidak punya kegiatan ia datang ke rumah Bunda Shofi. "Apa ada perkembangan, Han?" tanya Bunda sedikit bersahabat. Gus Farhan menggelengkan leher, ia belum mengetahui kabar Shofi. "Hanya saja saya tadi bertemu dengan Anggi, teman yang waktu itu diajak ke pondok oleh Shofi," terang Gus Farhan sambil mengingat hingga kejadian yang telah lampau. "Oh Anggi, iya dia teman akrab Shofi selama di pabrik. Apa yang dia katakan?" selidik Bunda tidak sabaran. "Dia bilang, sempat pergi ke alun-alun kota bersama Shofi," seru Gus Farhan. "Sayangnya tidak ada bukti keberadaan Shofi di alun-alun waktu itu," jelasnya. Gus Farhan memandang layu ke arah jendela. Gorden tipis diombang-ambing angin sore. Udara terasa lebih dingin dari biasan
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Kebencian

Gus Farhan menunda laju kendaraan. Ia masih berada di depan pintu gerbang pabrik roti, sementara Koh Akong dan karyawan yang memberinya roti telah pergi ke tempat tanggung jawab masing-masing. Pemuda itu berambut sewarna malam, mengenakan kaos putih sehingga terlihat amat mencolok di tengah kegelapan. Ia mengikuti pergerakan Gus Farhan mulai dari rumah Bunda sampai ke pabrik roti. Menurutnya ada hal yang tidak semestinya dilakukan oleh Gus Farhan, terlebih dirinya adalah putra kyai. "... em, kenapa diam saja?" geretak pemuda itu —Agam. Adik kandung Shofi yang lama merantau keluar kota demi mencukupi kebutuhan hidupnya. "Maaf, Anda ini siapa?" "Nah, bahkan dirimu belum tahu betul latar belakang keluarga Shofi, kenapa berani bertindak senekad ini untuk mencari Shofi?" Agam memutar balik pertanyaan. "Mohon maaf, perkenalkan diri Anda terlebih dahulu agar saya bisa memberi alasan," tutur Gus Farhan dengan sabar. "Aku Agam, adik Shofi." Keterangan yang membuat Gus Farhan melenguh p
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more
DMCA.com Protection Status