Share

Prasangka Buruk

Lihatlah, Bunda tubuhnya serapuh kayu tua—kering sementara kulitnya mengkerut dan kisut. Ada lubang hitam di bawah kantung mata. Jilbab yang dikenakan menjadi kebesaran bahkan miring. Bunda tidak sesegar dahulu. Beningnya pun dipenuhi dengan kaca-kaca.

Gus Farhan telah tiba di kantor pondok, tidak lama kemudian disusul Abah Aziz.

"Ibu, apa kabar?"

Gus Farhan langsung membungkukkan badan, menyamakan tingginya dengan posisi Bunda yang duduk di atas kursi. Ia meraih tangan Bunda, mengecupnya sebagai bentuk penghormatan. Entah mengapa ia merasa perlu melakukan tersebut. Perasaannya teraduk-aduk ketika menyaksikan kepedihan masih terangkum kental di pelupuk mata Bunda.

"Alhamdulillah baik, Han. Katanya kamu tidak bisa keluar dan tidak bisa diganggu, Farhan."

"Siapa yang menyampaikan hal itu, Bu? Apakah Kang Zaki?"

Bunda mengangguk.

"Saya hanya sedang berpikir banyak."

"Perihal?"

Abah Aziz menarik napas panjang. Mengumpulkan segenap kesabaran supaya tidak salah mengucap kata-kata.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status