All Chapters of Dipaksa Foto Tanpa Busana oleh Suami: Chapter 161 - Chapter 170

260 Chapters

161. Rinai Versus Jelita

"Udah berapa lama kamu pacaran sama Syabil kalau saya boleh tahu?" tanya Jelita saat Rinai yang hari ini mulai bekerja dan sedang memijat kaki Jelita."Udah lama, Nyonya. Sejak SD mungkin. SD kelas satu." Jelita terkejut."SD? Emangnya SD udah pacaran?" tanya Jelita bingung. Saat SD ia sibuk kursus ini itu. Les pelajaran ini dan itu, tidak mengerti yang namanya pacaran."Udah kalau saya dan Syabil, Nyonya." Rinai merah merona wajahnya. "Aduh, masih kecil kenapa pacaran? Emangnya gak dimarahin orang tua?" "Pacarannya di gubuk, Nyonya." "Hah, di gubuk?" Jelita menelan ludahnya. Syabil benar-benar buaya darat sejak ingusan. Awas kamu, Syabil!"Ngapain?" tanya Jelita penasaran. Ia membetulkan duduknya di sofa agar lebih tegak."Main monopoli. Kadang juga kupas kacang tanah dari kulitnya. Pernah juga bikin kerupuk.""Ooh, kirain!" Jelita menghela napas lega. Baru saja ia ingin memukuli Syabil, ternyata di gubuk hanya mainan anak-anak saja."Tapi kadang-kadang sambil pegang-pegang saya j
Read more

162. Biaya Administrasi

"Cepat masuk kolong!" Bisik Jelita sembari menekan tubuh Syabil agar bersembunyi di bawah ranjang kayu ukir miliknya. Untung saja seprei yang digunakan seprei rumbai yang menutup sampai bagian bawah, sehingga tidak akan tahu kalau ada yang bersembunyi di sana."Sebentar." Jelita berjalan untuk membukakan pintu. "Ini, Nyonya. Saya bawakan piringnya juga." Rinai memberikan makanan itu pada Jelita. "Makasih, Rinai, saya lupa tadi minta tolong lagi sama kamu. Tiba-tiba ingin makan bubur ayam yang mangkal di sebrang Indongaret. Tolong belikan lagi ya. Uangnya masih ada apa kurang?" Rinai memperlihatkan uang dua puluh ribu di tangannya."Nah, masih cukup. Beli bubur ayam setengah pakai sate telur puyuh. Sisa uangnya ambil kamu aja.""Baik, Nyonya, saya pamit beli bubur dulu.""Iya, makasih ya." Pintu itu kembali tertutup. Jelita menghela napas panjang. Lalu ia mengintip dari jendela untuk memastikan bahwa Rinai sudah pergi dari rumahnya."Syabil, Rinai udah pergi lagi. Udah keluar sekaran
Read more

163. Pinjam Duit

"Halo, Rana, Bapak pinjam duit sama mertua kamu seratus juta.""Hah, seratus juta? Buat apaan, Pak?" Rana gemetar mendengar kata seratus juta keluar dari bibir bapaknya."Buat cari Adis sama buat memenjarakan anak Juragan Andri. Bapak mau menuntut balas. Kamu kan disayang mertua, pasti mertua kam mau minjemin. Seratus juta itu bagaikan kotoran di ujung kuku mereka. Bapak butuh cepat, besok kalau bisa."Rana tertawa di seberang telepon sana."Pak, sebulan setengah lagi Rana udah jadi mantan menantu Bu Hera. Uang seratus juta dalam waktu sebelum setengah emangnya bisa Bapak kembalikan? Jangan aneh-aneh! Segala mau memenjarakan anak juragan. Bisa-bisa Bapak sama Mbak Adis masuk penjara dan saya gak bisa bebasin. Mertua Rana udah bantu kirim orang untuk mencari Mbak Adis, jadi gak perlu uang seratus juta. Bapak cukup bantu cari, jangan nambah masalah. Makanya anak jangan sembarangan diijinkan menikah, apalagi dengan bandit. Udah ya, Pak, Rana mau ke rumah sakit."Untunglah ibu mertuanya s
Read more

164. Rinai Memeluk Syabil

"Tolong bantu saya temukan Adis, Nyai. Adis tersesat di hutan. Saya tahu pasti anak saya disesatkan oleh jin penunggu hutan." Pak Ramdan memohon pada Nyai Larsih untuk menemukan putrinya. "Jin tidak akan iseng kalau orang baik yang tersesat. Sifat iri dan dengki Adis begitu kuat. Dari foto saja aku bisa baca aura sifat tidak baik anak sulung kamu itu. Aku gak bisa bantu kalau udah masuk ke hutan karena udah beda lagi timnya. Bukan masalah uang, tapi memang gak bisa. Minta tolong bantuan polisi saja. Kalau terlalu lama di hutan, khawatirnya tinggal bajunya saja yang compang-camping. Adis bisa dimakan hewan buas." Nyai Larsih menggelengkan kepala dengan tegas. Ia bukan tidak mau membantu, tetapi ia tidak bisa. Jin pemilik hutan sangat kuat dan tidak tertandingi, sehingga bukan tanahnya untuk mencari musuh dengan bangsa jin hutan."Jadi Nyai gak bisa bantu?" tanya Pak Ramdan yang lemas tak berdaya."Iya, usah sana kamu pulang dan cari Adis. Ini sudah sore, bentar lagi langit gelap. Hu
Read more

165. Dendam Luisa

"Pa, bagaimana, apa sudah ada kabar siapa yang menyekap Luisa?" tanya Nisa saat menghidangkan makan sore untuk suaminya. Pak Darmono menggelengkan kepala dengan lemah."Entah harus menunggu berapa bulan mungkin, baru ketahuan siapa yang menyekap Luisa. Sopir taksi online yang membawa Luisa pun belum diketahui ada di mana. Lelaki itu padahal kuncinya. Jika saja lelaki itu bisa ditangkap, maka akan ketahuan siapa bilang keladinya." Nisa pun hanya bisa menghela napas. "Kamu gak papa malam ini menunggui Luisa di rumah sakit?" tanya Pak Darmono."Pasien kita ada dua, Pa. Malam ini saya tungguin Luisa gak papa. Besok malam giliran Papa. Oh, iya, saya lupa waktu Non Luisa pernah hamil, apakah gampang stres juga?""Iya, pasti stres dengan utang suaminya. Makanya terus keguguran. Kalau yang ini sepertinya Luisa lebih semangat. Mudah-mudahan lusa sudah boleh turun dari ranjang. Luisa juga udah kangen sama suaminya. Mau ngajak ngobrol katanya.""Mudah-mudahan ya, Pa. Semoga Luisa lekas selesai
Read more

166. Air Mata Bu Hera

Rana dilarikan ke rumah sakit terdekat. Bukan rumah sakit besar tempat suaminya dirawat karena Bu Hera yang sudah terlanjur panik melihat darah ada di lantai dan pakaian tidur menantunya. Wanita itu bahkan menyetir sendiri sekuat tenaga tidak pingsan karena Rana yang berbaring meringkuk di kursi belakang mobil sambil merintih."Tolong menantu saya, Pak! Darurat!" Teriak Bu Hera begitu berhenti di depan lobi IGD. Dua orang perawat menggendong Rana dan meletakkan wanita itu di kursi. Bu Hera memarkirkan mobil dengan asal di parkiran depan lobi karena ia sudah panik."Dibawa ke mana menantu saya, Pak?" tanya Bu Hera pada petugas customer service yang berada di dekat lift."Ke ruangan tindakan atas, Bu. Kebetulan ada dokter yang baru menangani ibu melahirkan normal. Naik lift lantai empat ya, Bu.""Makasih." Bu Hera memencet lift. Tangan dan lututnya gemetaran. Keringat sebesar biji jagung membasahi kening dan juga leher. AC rumah sakit yang dingin tidak berasa apa-apa di tubuhnya karena
Read more

167. Adinda Mehra Putri Mananta

Almarhum bayi cantik Rana difoto oleh Bu Hera. Ia tidak mau melupakan bagaimana cantiknya cucu perempuannya yang belum sempat ia gendong dalam keadaan hidup. Namun, Bu Hera tidak pernah menyesal denga keputusannya yang memilih Rana. Tentu karena Ramat adalah menantunya yang baik. Rana berhak bahagia dengan kehidupan barunya nanti, sedangkan dirinya dan sang Putra memang harus menerima karma dari apa yang telah diperbuat selama ini. Pak Samsul mengadzankan bayi cantik yang diberi nama Adinda Mehra Putri Mananta oleh Bu Hera. Nama yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari. Ia sudah memberikan satu kata nama yang ia request pada Rana dan menantunya itu setuju. "Pasien ingin melihat bayinya dan pasien insyaallah dalam keadaan siap, " kata perawat pada Bu Hera dan Pak Samsul. Perawat mengambil Mehra untuk ia gendong erat dan ditutupi oleh kain pelindung. Belum, cucunya belum dikafani karena memang harus diandalkan terlebih dahulu. Nanti saat masuk ke dalam liang jahat, baru kembali diazank
Read more

168. Jelita Merajuk

Syabil binngung karena Jelita belum terlihat turun dari kamarnya sejak pagi. Ini sudah jam sembilan. Biasanya Jelita suka berdiri di balkon kamar sambil menghirup udara pagi, tetapi sampai siang, ia tidak melihat Jelita. Ponsel wanita itu pun tidak aktif sejak semalam ia menanyakan kabarnya. Tentu saja Syabil penasaran karena tidak biasanya Jelita bersikap aneh seperti ini."Mbok Nah, Non Jelita belum ada turun ya?" tanya Syabil setengah berbisik. Pria itu pura-pura mengambil air es dari dalam kulkas."Belum, sejak tadi Mbak Rinai saja yang diminta bolak-balik ambil makanan. Kata Non Rinai agak pucat." Syabil mulai cemas. Apa yang terjadi pada Jelita? Apa ini berkaitan dengan kehamilan wanita itu? Syabil bergumam dalam hati."Oh, gitu, suruh Rinai aja Non Jelita ke dokter, Mbok. Kalau memang lagi sakit, jangan dibiarkan lama. Saya kalau bilangin hak gak enak karena saya lelaki.""Iya, Mbok sih maklum karena emang Non Jelita lagi hamil anak cinta satu malam." Syabil tersenyum samar. "
Read more

169. Kecurigaa Rinai

Keduanya sampai di rumah sakit. Jelita tidur sepanjang jalan setelah mereka berdebat. Syabil mengetahui kenapa Jelita tidur dengan pulas, pasti karena semalaman wanita itu tidak tidur. Merajuk padanya karena bicara pada Rinai. Ditambah ada adegan pelukan yang dilakukan Rinai, semakin cemburu dan kesallah Jelita. Wanita memang selalu seperti itu. Seringkali menyimpulkan sendiri tanpa mau mengonfirmasi. Batin Syabil.. Ia menyentuh kenig Jelita, menyingkirkan anak rambut yang menempel di sana. Pemuda itu membukakan pintu mobil, lalu melepas seatbelt, barulah Jelita terbangun. "Ayo, turun! Periksa dulu!" Jelita menggosok kedua matanya. "Aku bilang tadi kan pulang aja.""Nggak, harus periksa dulu. Sejak di sini belum ada ke dokter kandungan kan? Ayo, jangan pake bantah! Makanya jangan aneh-aneh segala ngambek dan gak tidur. Pokoknya kudu nurut saya." Jelita terpaksa turun dari mobil. Syabil menuntun wanita tanpa make up itu menuju bagian pendaftaran. Setelah data diri diisi, Jelita dudu
Read more

170. Mencari Adis Part2

Pukul delapan malam, Jelita dan Syabil baru saja sampai rumah. Selain main ke pantai dan Seaworld, Syabil juga mengajak Jelita nonton pertunjukan lumba-lumba di Gelanggang Samudra. Apakah pakai uang Syabil? Tentu saja tidak semuanya. Ada yang menggunakan uang Jelita da nada juga dengan uang Syabil. Jelita paham bahwa Syabil tidak memiliki banyak uang untuk sekedar jalan-jalan have fun.Rinai menyambut keduanya dengan wajah yang sulit diartikan. Antara heran dan juga cemburu, tetapi ia ingat perkataan Yadi tadi sore, bahwa Syabil dan Jelita sudah dekat karena Syabil yang menemani majikannya itu operasi di luar negeri.“Malam, Nyonya, apa Nyonya butuh sesuatu sebelum istirahat?” tanya Rinai sopan, tanpa berani menoleh pada Syabil yang mengantar Jelita sampai ke depan pintu kamar.“Aku capek banget hari ini, Nai,” jawab Jelita dengan senyum. Ia ingat perkataan Syabil, bahwa bersikap biasa saja dengan Rinai, karena Rinai sudah bagian dari masa lalu pemuda itu dan tidak boleh memusu
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
26
DMCA.com Protection Status