Home / Pernikahan / Sebatas Pernikahan Bisnis / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Sebatas Pernikahan Bisnis: Chapter 91 - Chapter 100

120 Chapters

Cemas

Setelah menempuh perjalanan 24 jam, Arjuna tiba di Indonesia. Kakinya melangkah dengan cepat menuju sebuah bangsal rumah sakit ibu dan anak. Ia menyusuri koridor … jantungnya berdetak sangat cepat. Nafasnya memburu tak karuan. Dan tiba di kamar VVIP—Arjuna melihat seseorang terbaring lemah dengan tangan terhubung selang infus.Naomi duduk di tepi ranjang dengan kepala terbaring. Tangannya menggenggam erat sang sahabat yang juga sedang tertidur pulas. Tak tega membangunkan Naomi, Arjuna berdiri di sisi lain. Tubuhnya membungkuk mencium kening Anjani, lalu mengusap kepala gadis itu dengan kasih sayang.Beberapa menit berlalu, Arjuna memandangi wajah sang istri dengan nanar. Ada rasa bersalah ketika melihat Anjani tak berdaya di atas ranjang rumah sakit, sesal itu menumpuk di pundaknya karena merasa tak bisa jadi suami siaga yang selalu ada disisi gadis itu setiap saat.“Maafkan aku, Sayang … karena tak bisa selalu ada di sisimu.”Arjuna duduk di tepi ranjang. Tangannya bertumpu di dekat
Read more

Aku selalu dukung apa yang jadi keinginanmu

“Aku ingin bekerjasama denganmu,”Dahi Arjuna tampak berkerut. Sungguh mudah di tebak bahwa ada maksud tersembunyi saat Emilia menghubunginya secara langsung. “Jika ingin bekerjasama, maka hubungi asistenku atau sekretaris di kantor,”Arjuna hendak menutup telepon, namun, seketika tertahan oleh gadis di seberang sana.“Ada yang ingin aku katakan lebih lanjut tapi tidak bisa melalui telepon, bisakah …”“Silahkan appointment dengan sekretaris di kantor,”Tak ingin menanggapi gadis itu lebih lanjut, Arjuna menandaskan sambungan telepon. Kontan membuat Emilia terdengar menggerutu. Arjuna melempar ponsel ke sembarang sofa kemudian mengusap wajahnya dengan kasar. Sebelah tangannya bertolak pinggang. Ingatannya membawa Arjuna pada momen pertemuan pertama mereka. Tatapan serta gestur tubuh Emilia menunjukkan ketertarikan padanya, itulah sebabnya Arjuna mencoba bersikap dingin. Ia tak ingin kesalahan yang sama terulang, ketika dirinya menanggapi Kayla yang masih mencintainya.“Huh!” desah Arj
Read more

Kesepian

Aku selalu dukung apa yang jadi keinginanmu,” timpal Arjuna.Di bangsal rumah sakit itu, Arjuna meyakinkan Anjani bahwa dirinya tidak sendirian. Sesibuk apapun, Arjuna akan selalu memastikan keadaannya. Arjuna memeluk gadis itu dengan erat, mendekapnya seolah tak ingin terpisahkan. Arjuna tahu bagaimana rasanya kesepian dan dari sorot mata yang terpancar, nampaknya itulah yang tengah dirasakan gadis tersebut.“Bolehkah aku menemui Ibu Zivaa?” tanya Anjani lantas membuat usapan di punggungnya berhenti. Anjani merasakan bahwa kini suaminya tengah terkejut dengan pertanyaan itu, setelahnya, Arjuna menjauhkan diri lalu memandang matanya dengan lekat.“Untuk apa?” tanya balik pria itu.“Aku hanya ingin memastikan keadaannya,” jawab Anjani, ragu. Ia melihat ada pandangan tak suka.“Tak perlu!”Sesaat setelah itu, Arjuna memalingkan tatapannya dan menampakkan wajah tak suka. Anjani tahu benar bahwa pria itu belum bisa menerima sepenuhnya perbuatan Zivaa, namun bagaimanapun … hanya Zivaa satu
Read more

Sebuah Pertanda

Siang itu Anjani terduduk di tepi ranjang rumah sakit. Wajahnya tertunduk lesu dengan rona pucat pasi. Tak ada senyum ataupun kebahagiaan. Setelah tiga hari mendapat perawatan intensif—Anjani diizinkan untuk kembali ke rumah. Namun, terlihat dari apa yang nampak, gadis itu sama sekali tak senang atas kepulangannya.Sejak tiga puluh menit lalu, Anjani telah siap untuk pulang ke kediamannya. Tapi ketidak hadiran seseorang disana, membuat perasaan Anjani kembali berkecamuk. Padahal, ia baru merasakan kehadiran sosok itu semalam. Namun, ia harus menelan rasa kecewanya.“Lalu apa yang harus aku lakukan?”Arjuna mulai memelankan suaranya namun gadis itu tak memberi jawaban. Hatinya masih merasa terombang-ambing. Ia pun tak mengerti mengapa ia begitu sensitif akhir-akhir ini. Anjani tak ingin menyalahkan hormon kehamilannya, ia pun hanya bisa mengutuk dirinya sendiri atas apa yang terjadi baru-baru ini.“Kau tak harus melakukan apapun … aku hanya butuh izin darimu,” ujar Anjani mengarah pada
Read more

Tidak Bahagia?

Arjuna hampir saja menginjakkan kakinya ke dalam mobil, namun tertahan ketika seseorang menghampirinya. “Kita bertemu lagi, Tuan Arjuna,” Senyum mengulum di bibir gadis itu. Dengan riasan wajah yang nampak bold, membuat Arjuna menyipitkan mata, mengingat sosok yang sepertinya tak asing di pandangan. “Kau—”“Emilia Clarke,”Arjuna menutup pintu mobil itu. Ia berbalik pada seseorang yang terlihat tengah menantangnya. Untuk apa sebenarnya gadis itu datang. “Apa yang kau inginkan sebenarnya?”“Tidak ada—aku hanya ingin …” Emilia mendekat, membisikkan sesuatu di telinga Arjuna. “Lebih dekat denganmu,” gumam gadis itu membuat Arjuna bergidik ngeri. Benar saja, Arjuna menjauh. Kepalanya lantas menggeleng tak percaya. “Dasar gila!”Arjuna hendak membuka pintu mobil, namun tangannya tertahan. Sebuah jemari menindih tangannya disana. Bulu tengkuk Arjuna seketika berdiri. Tak pernah ia temui wanita seagresif itu terhadapnya. “Menjauhlah!” Arjuna menghentakkan tangannya hingga membuat E
Read more

Firasat Tak Berarti

Rama terdiam di tempat duduknya, setelah tiga puluh menit berlalu. Air mata tak mampu ia tahan, rasa sakit menyerbu ketika melihat kondisi sang ibu yang tidak baik-baik saja. Entah siapa yang harus disalahkan, namun, Rama hanya mampu menelan rasa kecewanya.“Kau baik-baik saja, Tuan?”Kevin menghampiri Rama. Melihat ada kesedihan di wajah pria itu, membuat Kevin jadi tak tega. Sebenarnya, Kevin ingin sekali menepuk bahu pria itu, memberinya kekuatan atas apa yang menimpa Rama, namun, ia sadar bahwa dirinya belum sedekat itu.“Kita pergi sekarang,”Rama mengusap wajahnya. Rasa sakit yang masih menghujam jantung tak ingin membuat dirinya terlihat lemah. Setelah itu, Rama beranjak … berlalu lebih dulu dari Kevin agar menutupi kesedihannya.***“Masih belum dapat kabar?”Dengan mata terpejam, punggung bersandar pada sofa, Arjuna memastikan Kris yang sepertinya masih belum mendapatkan kabar dari Naomi. Sesaat hening, Kris tak memberi jawaban. Ia menatap Arjuna dengan bibir gemetar.“Sepert
Read more

Bantuan Rama

Arjuna bangkit, ia duduk di sisi Anjani, lalu membawa gadis itu ke dalam dekapannya. Sesaat hening. Arjuna terus menatap gadis itu dengan lekat.“Anyway—kau bertengkar dengan Naomi?”Anjani diam seribu bahasa. Ia sendiri tak tahu apa yang terjadi diantara mereka. Anjani hanya sadar bahwa dirinya telah membuat Naomi kesal.Di tempat lain..Naomi mulai merasakan perih yang luar biasa di telapak kaki. Ia berhenti di pom bensin untuk menepi lalu memeriksanya.“Ya Tuhan …” ringis Naomi. Ia bergerak ke kanan dan ke kiri mencari sesuatu untuk membersihkan luka itu. Naomi menemukan gunting kuku dan tisu. Perlahan ia mengambil serpihan kaca yang menancap di tumit, setelah itu berpindah dekat ibu jari kakinya.“Akh!” pekik Naomi saat berhasil mengambil serpihan kaca tersebut. Rasa perih bercampur linu mendominasi telapaknya. Naomi tak sanggup melanjutkan perjalanan. Ia gegas mencari ponselnya untuk menghubungi seseorang. Ibarat pepatah mengatakan, pucuk dicinta ulam tiba—nama Kris muncul di lay
Read more

Bantuan Rama 2

Saat tengah berbincang melalui video konferensi, Arjuna meminta Rama untuk mencari tahu tentang gadis yang mengikutinya sampai ke resort itu. Suaranya hampir tak terdengar agar Anjani tak menguping percakapan mereka, namun, keadaan memang tak bisa di tebak, tiba-tiba Anjani telah berada di belakang pria itu. “Apa yang tidak boleh aku ketahui?”Arjuna terkesiap. Matanya menangkap layar desktop yang memantulkan bayangan Anjani. Setelahnya, Arjuna menoleh ke belakang dan mereka pun saling memandang dalam diam. Rama dari balik layar pun ikut diam, menunggu saat jika sang kakak tak mampu membela diri. Benar saja, hampir lima menit—Arjuna hanya diam tak bersuara. Mereka saling menatap dan membuat suasana menjadi canggung bagi Rama. “Sayang … apa yang tak boleh diketahui?” desak Anjani.Anjani melangkah perlahan hingga pijakannya berhenti ketika telah berada di sisi pria itu. “Itu—aku,” Arjuna masih berpikir alasan apa yang bisa membuat Anjani tak perlu khawatir. Sebab, sejak hamil Anjan
Read more

Luluhnya Hati Arjuna

Anjani duduk di kursi makan, menatap punggung sang suami yang tengah berjibaku menyiapkan sarapan. Tangannya bersiku di meja, menopang dagu sambil mengulum senyum. Sesungguhnya, Anjani bosan jika hanya menunggu, namun, Arjuna tak mengizinkannya turut andil dalam membuat sarapan itu. Akhirnya, Anjani hanya bisa menatap punggung sang suami dengan kagum. “Sejak kapan kau bisa masak?” tanya Anjani.“Sejak hidup sendiri di Negeri orang,” Bagaimana pun Arjuna pernah tinggal sendiri ketika studi di luar negeri dan saat itu ia telah terbiasa mengurus diri sendiri. Seperti tengah dejavu, Arjuna ingat saat Anjani membuatkannya pasta setelah pulang dari rumah sakit. Anjani beranjak. Memandang punggung sang suami, membuat Anjani teringat sebuah scene drama korea … ia lantas berdiri di belakang pria itu lalu memeluk Arjuna dari belakang. “Terima kasih, Arjuna—” ucapnya lembut sambil menyandarkan kepala di punggung pria itu. Aroma tubuh yang menelisik di hidung Anjani terasa begitu menenangkan.
Read more

Berakhir Bahagia

Hari demi hari dilewati dengan penuh kebahagiaan. Rama tak pernah tahu bagaimana cara membalas kebaikan Arjuna terhadapnya. Sejak pria itu memutuskan untuk membebaskan sang ibu, Rama sungguh tak mampu membalas meski dengan nyawa sekalipun. Arjuna banyak berubah. Sosok dingin dan ambisius itu, kini sudah berbesar hati melupakan serta memaafkan yang telah terjadi di masa lalu. Bahkan sebesar biji sawi pun, Arjuna tak lagi menaruh dendam pada Zivaa. Proses pembebasan bersyarat nyatanya tidak memakan waktu lama dan akhirnya Zivaa bebas dari tahanan. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, Zivaa mesti menjalani terapi mental. Dan beberapa kali Anjani menemani wanita paruh baya itu untuk kontrol kesehatannya. Saat itu—Zivaa benar-benar terlihat asing. Zivaa yang sekarang tak lagi menunjukkan keangkuhannya, bahkan wanita paruh baya itu cenderung pendiam. “Bagaimana keadaannya, Dok?” Anjani duduk di sisi Zivaa lalu berhadapan dengan dokter kejiwaan disana. Zivaa hanya duduk, diam, sam
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status