Home / Pernikahan / Sebatas Pernikahan Bisnis / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Sebatas Pernikahan Bisnis: Chapter 71 - Chapter 80

120 Chapters

Haruskah aku mengatakannya?

“Anda harus memperbanyak asupan gizi serta harus selalu bahagia … tak boleh stress, ya,” terang Mia menekankan kalimat ‘tak boleh stress’. Dan ketika itu pula Anjani tersenyum, mengingat bahwa Arjuna telah berubah, hatinya tak perlu khawatir tentang itu.“Tuan Arjuna, pasti sangat menyayangi anda … terlihat dari senyum yang tak kunjung pudar di wajah itu,” goda dokter Mia menandaskan penjelasannya.Anjani membawa langkah kakinya menjauh dari ruang dokter kandungan. Sejak kepergiannya tadi … Anjani tak berhenti memancarkan senyum bahagia. Hatinya begitu berbunga-bunga. Sesekali ia memandang sebuah hasil USG berwarna hitam putih. “I love you, Nak,” gumam Anjani sambil mencium potret jabang bayinya. Langkahnya gegas menuju lobi yang mana sebuah mobil telah menunggunya. Dalam perjalanan menuju kantor … Anjani masih hanyut dalam kebahagiaan, ia terus tersenyum sambil memandang hasil USG tersebut. Tanpa ia sadari, seorang pengawal, mengamatinya dari pantulan kaca spion, memandang istri sa
Read more

Curiga?

“Kau sudah kembali?” suara khas itu membuat Anjani terkejut, kontan tubuhnya melonjak, lantas ia gegas menaruh kembali amplop coklat di antara tumpukan berkas lain. Mata yang memandang … menaruh tatapan curiga, melihat gelagat aneh gadis tersebut, hingga ia menerka ada sesuatu yang tak beres.“Apa hasil kontrol tadi?” Anjani bangkit—ia tak membiarkan Arjuna menghampiri mejanya. Malah sebaliknya, gadis itu berjalan cepat ke arah sang suami yang berada tak jauh dari gawang pintu. Setelahnya, tersenyum. “Tidak ada masalah … dokter hanya menyarankan untuk rutin cek takut ada pergeseran saat … berhubungan,” terangnya yang jelas berbohong. Tubuhnya gemetar, terlihat sekali bahwa Anjani merasa gugup. Arjuna menatap mata sang istri yang tengah memainkan jas dirinya, tanpa berani menatap kembali matanya, hingga menimbulkan tanda tanya yang cukup besar. Tak ingin mengambil pusing, Arjuna lantas hanya memendam rasa curiga itu lalu membentuk O pada bibirnya. “Ada apa? Tidak biasanya kau datang?
Read more

Mencari Kebenaran

“Apa kau tahu tentang keadian … lima tahun lalu—” tanya pria itu menggantung dengan wajah datar.Naomi memandang tak mengerti. Tentang … kejadian lima tahun lalu? Naomi menerka, kepalanya miring ke kiri seolah mengingat apa yang terjadi lima tahun lalu. Ingatannya ketika memutar memori tentang tragedi yang menimpa kedua orangtua Anjani.“Tentang kedua orang tua Anjani,” ungkap Arjuna dengan lirih, tepat, menjawab apa yang ada di otak Naomi. Gadis itu mendekat lalu duduk di depan kursi kebesaran Arjuna. Ia menaruh dokumen yang baru saja ingin dilaporkan, lantas menyilangkan kaki kanannya. Memandang Arjuna dengan tatapan penuh tanya. “Kau tahu tentang itu?”Bukan memberinya jawaban, Naomi menghujani dengan pertanyaan-pertanyaan. Arjuna yang semula menopang kepala dengan kedua tangan, lantas duduk tegak, melihat sorot mata Naomi penuh makna. Arjuna pun mengangguk hingga membuat sahabatnya memandang kosong ke belakang. “Kebakaran yang menimpa keluarga gadis itu di kediamannya … tentu t
Read more

Menghilang…

Satu jam sebelum acara rapat dimulai, Anjani meraih dokumen yang sempat ia abaikan selama satu minggu, sejujurnya ia ragu, namun rasa penasaran terus bergelayut di pikirannya. Kau harus membaca dokumen tersebut sebelum rapat akhir tahun dimulai, Anjani. Terlebih lagi, Anjani teringat pesan yang dikirimkan oleh Zivaa dua puluh menit lalu … hingga berhasil menumbuhkan kembali rasa ingin tahu yang sempat tertunda. Sejak seminggu lalu, ia telah berusaha melupakannya, namun, melihat Zivaa begitu mendesaknya, membuat Anjani semakin penasaran. Ia bukan tidak tahu tentang kelicikan wanita itu, hanya saja, Anjani merasa perlu melihat dokumen tersebut, setidaknya, untuk mengetahui apa yang ingin disampaikan oleh Zivaa. Seharusnya tidak masalah bukan? Ia hanya perlu menolak, jika memang ternyata isi dokumen itu tidak masuk akal. Anjani menghela nafas—sebelum akhirnya ia memberanikan diri. Beberapa lembar kertas menyembul dari dalam amplop coklat itu, halaman pertama lembar kertas yang terliha
Read more

Luluh lantak?

Pukul 15.30 WIB setelah rapat tahunan berakhir, Arjuna duduk di kursi kebesarannya dengan emosi tertahan. Kris berjajar bersama lima pengawal dengan wajah tertunduk lesu. Mereka tak berani memandang mata yang kini tengah mengintimidasi. “Tuan—biar aku—”Kris menelan ludah, mencoba mengklarifikasi, namun, ucapannya tertahan. “Psssst!”Arjuna meletakkan satu ibu jari di depan bibirnya. Tatapan membunuh telah mengudara, membuat suhu ruangan yang dingin seketika memanas. “Jangan bicara sebelum aku perintahkan!” bentak Arjuna.Detik berlalu. Arjuna tak mengizinkan siapapun berbicara, tapi, berada dalam posisi seperti itu, membuat Kris dan lima pengawalnya seketika bergidik ngeri. Arjuna pasti akan membunuhnya karena telah membiarkan Anjani pergi entah kemana. Tak lama kemudian, Naomi melangkah, memasuki ruangan. Ekspresinya tak begitu terkejut melihat pria-pria yang berjajar disana, mengingat apa yang terjadi hari ini karena kelalaian mereka.“Kau tak perlu khawatir, Arjuna … Anjani bai
Read more

Keberadaan Anjani?

“Tuan … aku menemukan keberadaannya,” ujar Kris membawa angin segar bagi Arjuna saat itu, setelah seharian Arjuna merasa hatinya kosong. Kepergian Anjani yang begitu tiba-tiba membuat dirinya tak berhenti mencemaskan gadis itu.“Dimana?”Kris memberikan alamat hotel yang kini ditempati sang istri. Karena, Anjani memang tak memiliki tujuan. Orang tua—ia tak punya. Sanak saudara pun tak ada. Anjani hanya berdiri sendiri di atas pijakan kakinya. Semua beban yang dimiliki, seolah harus ia telan sendiri. Dengan rasa cemas, Arjuna beranjak, meraih jas di kursi lalu meninggalkan Kris. “Jangan ada yang mengikutiku!” titah Arjuna, berlalu dengan dingin. Kris memahami kekhawatiran Arjuna. Jika bukan karena pengawalnya yang lalai dalam menjalankan tugas, Arjuna tidak akan sedingin itu terhadapnya. Kris pun menghela nafas berat. “Maafkan aku, Arjuna,” gumam Kris menatap kepergian Arjuna. ***Tiba di hotel bintang lima—daerah kota hujan, Bogor, tempat persembunyian Anjani. Namun, seberapa jau
Read more

Kehilangan Jejak!

Arjuna mematung. Ia lantas beranjak sambil membelakangi sang istri yang masih terbaring. Sebelah tangannya tak henti memijat kepala yang dirasa mau pecah. Arjuna sungguh tak percaya. “Bagaimana bisa?”Setelah keterkejutannya—Arjuna merasa murka. Ada yang janggal terasa. Dan benar saja, Kris mengatakan bahwa kematian pria itu memang janggal. Jika bunuh diri, seharusnya mata dan lidah menjadi tak wajar. Namun—tidak dengan mendiang Arwan. Meski tubuhnya menggantung, tak ada tanda-tanda bahwa kematiannya terjadi karena bunuh diri. Arjuna menghela nafas kasar, memejamkan mata, menetralkan emosi yang memuncak. Saksi satu-satunya kejadian lima tahun lalu kini lenyap. Arjuna pun merutuki keterlambatannya. “Cari tahu penyebab kematiannya … dan jika perlu—minta pihak berwajib untuk melakukan otopsi.”“Baik,” tandas Kris mengakhiri sambungan telepon tersebut.Sayup-sayup Anjani mendengar kegentingan yang menusuk telinga. Ia melihat kegelisahan di wajah Arjuna yang tengah berlalu lalang di sis
Read more

Perpisahan?

Kediaman Nirwasita, sore hari.“Kau tak boleh masuk, Nyonya—”“Diam kalian!”Zivaa menerobos masuk ke dalam kediaman ibu mertuanya. Kini ia berhasil lolos dari pengawal di gawang pintu—dengan wajah penuh amarah. Pandangannya mengitari seluruh penjuru ruangan, mencari keberadaan nenek tua itu. “Bu … kau dimana? Aku ingin bicara!”Seperti kerasukan, Zivaa melangkah kesana kemari. Suara heels yang berderap, seolah memberi peringatan. Beberapa pengawal sudah berdiri di depan ruang kerja Nirwasita. Tak lama—wanita tua itu muncul dari balik ruang kerjanya.“Ada apa ini? Kegaduhan apa yang telah kau ciptakan disini?”Tok … tok … tok …Suara tongkat bergetar dibersamai langkah kaki Nirwasita. Mereka memandang dalam jarak satu meter.“Bukankah kau tahu maksud kedatanganku, Bu?”Nirwasita hanya diam. “Aku ingin mengambil semua milik mendiang Yudhistira, kurasa kau paham akan hal itu!”Saat berikutnya, Nirwasita tersenyum sinis. “Memangnya kau ini siapa?” tantang Nirwasita lantas disoroti oleh
Read more

Terungkap!

Hari itu—senyum mulai terpancar dari wajah Anjani. Hatinya seolah sejuk karena keberadaan Sinta disisinya. Lelucon dan bualan-bualan gadis itu membuat hari-hari Anjani lebih berharga, disaat Arjuna tak bisa menemaninya. Sinta kerap menguatkan Anjani, ia selalu berusaha membuka mata hati Anjani untuk bisa melihat segala kebaikan yang telah Arjuna berikan, sehingga kehidupan pernikahan mereka akan lebih harmonis. Gadis itu bisa menebak—bahwa Anjani dan Arjuna memang sedang tidak baik-baik saja. Hal itu karena isu pembunuhan yang dilakukan Barathaland Group terhadap kedua orang tuanya. Sinta menyesali itu. “Anjani—” panggil Sinta saat tengah mengupas buah apel di tepi ranjang. Dan saat itu pula Anjani menoleh, menyahut panggilan sahabatnya. Sinta terlihat ragu. Apakah baik-baik saja jika ia ungkapkan disaat kondisi Anjani seperti ini? Tapi, sudah tidak ada waktu untuk mengulurnya. Anjani pantas untuk bahagia. “Kau tahu—Tuan Arwan …”Sinta menggantungkan ucapan itu. Tatapannya memanda
Read more

Tertangkap!

Hari selanjutnya, Arjuna memasukkan laporan kejahatan Zivaa. Dengan bantuan Naomi dan bagian legal, semua dokumen yang ada di brangkas mendiang Arwan berserta surat sebelum kematiannya, diserahkan kepada pihak berwajib sebagai bukti. Kini, mereka hanya perlu menunggu tindakan hukum dijalankan. Sejak mengetahui kehamilan sang istri, Arjuna belum sempat memberi perhatian lebih karena suatu hal tak terduga. Tapi, takdir baik telah menghampiri. Arjuna dan Anjani tak lagi memikirkan kejadian lima tahun lalu. Biar proses hukum yang menyelesaikannya. Pagi itu, sinar mentari terlihat sangat cerah, meski telah menyusup dari celah-celah tirai kamar, tak membuat Anjani gegas beranjak dari ranjangnya. Kehamilannya ini sungguh telah membuat Anjani menjadi malas beraktifitas. Jika bisa, Anjani ingin sekali tidak lagi masuk ke kantor. Arjuna yang baru selesai dengan urusannya di kamar mandi, lantas menghampiri sang istri. Masih mengenakan bathrobe, Arjuna duduk di tepi ranjang, bersiku dengan seb
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status