Anjani duduk di kursi makan, menatap punggung sang suami yang tengah berjibaku menyiapkan sarapan. Tangannya bersiku di meja, menopang dagu sambil mengulum senyum. Sesungguhnya, Anjani bosan jika hanya menunggu, namun, Arjuna tak mengizinkannya turut andil dalam membuat sarapan itu. Akhirnya, Anjani hanya bisa menatap punggung sang suami dengan kagum. “Sejak kapan kau bisa masak?” tanya Anjani.“Sejak hidup sendiri di Negeri orang,” Bagaimana pun Arjuna pernah tinggal sendiri ketika studi di luar negeri dan saat itu ia telah terbiasa mengurus diri sendiri. Seperti tengah dejavu, Arjuna ingat saat Anjani membuatkannya pasta setelah pulang dari rumah sakit. Anjani beranjak. Memandang punggung sang suami, membuat Anjani teringat sebuah scene drama korea … ia lantas berdiri di belakang pria itu lalu memeluk Arjuna dari belakang. “Terima kasih, Arjuna—” ucapnya lembut sambil menyandarkan kepala di punggung pria itu. Aroma tubuh yang menelisik di hidung Anjani terasa begitu menenangkan.
Hari demi hari dilewati dengan penuh kebahagiaan. Rama tak pernah tahu bagaimana cara membalas kebaikan Arjuna terhadapnya. Sejak pria itu memutuskan untuk membebaskan sang ibu, Rama sungguh tak mampu membalas meski dengan nyawa sekalipun. Arjuna banyak berubah. Sosok dingin dan ambisius itu, kini sudah berbesar hati melupakan serta memaafkan yang telah terjadi di masa lalu. Bahkan sebesar biji sawi pun, Arjuna tak lagi menaruh dendam pada Zivaa. Proses pembebasan bersyarat nyatanya tidak memakan waktu lama dan akhirnya Zivaa bebas dari tahanan. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, Zivaa mesti menjalani terapi mental. Dan beberapa kali Anjani menemani wanita paruh baya itu untuk kontrol kesehatannya. Saat itu—Zivaa benar-benar terlihat asing. Zivaa yang sekarang tak lagi menunjukkan keangkuhannya, bahkan wanita paruh baya itu cenderung pendiam. “Bagaimana keadaannya, Dok?” Anjani duduk di sisi Zivaa lalu berhadapan dengan dokter kejiwaan disana. Zivaa hanya duduk, diam, sam
Satu tahun lalu…Setelah acara baby shower berakhir. Rama dengan segala keberaniannya mendekati Kayla yang tengah berbincang dengan Naomi. Seolah, hubungan mereka tak pernah ada yang salah. Senyum dan canda tawa mengiringi suasana yang begitu hangat di antara kedua gadis disana. “Kay—la, bisa kita bicara?”Senyum yang semula merekah, kini memudar, canggung. Matanya melirik Naomi dan Kris silih berganti. Baik Naomi maupun Kris, akhirnya memutuskan pergi, memberi ruang bagi Rama dan Kayla untuk menuntaskan apa yang belum selesai di masa lalu. “Hmmm.” Kayla berdeham. Sangkin canggung, Kayla mencairkan kegugupannya dengan mengaitkan anak rambut di balik telinga. Sesekali ia tertunduk tak berani menatap lawan bicara di hadapannya. “Apa kabar?” tanya Rama, masih mencoba mencairkan suasana yang canggung. Sungguh, hatinya tiba-tiba menciut. Ia tak sanggup mengungkapkan kebahagiaannya sebab bisa bertemu gadis itu. “Aku baik.”Kayla tersenyum tipis. Lagi-lagi ia tertunduk, malu.“Bagai—”“B
Cahaya mentari yang tengah bersinar cerah di peredaran poros, kini menembus seluruh penjuru ruangan di mansion tersebut. Setelah menghabiskan hari di acara baby shower, kediaman Arjuna tampaknya ramai oleh beberapa penghuni. Jika biasanya hanya ada pelayan dan pengawal. Saat ini, beberapa penghuni memadati laksana sebuah keluarga besar. Pagi itu, di tepi kolam. Arjuna menghampiri seorang wanita paruh baya yang tengah menikmati pemandangan. Wajahnya tampak bersinar dengan senyum yang menghiasi. “Ibu …” Wanita paruh baya itu menoleh, menatap seorang pria sebaya putranya. Ia lantas beranjak sementara pria itu semakin mendekat. “Ibu sedang apa?”Suasana rumah memang masih terlihat sepi, mengingat waktu baru saja menunjukkan pukul 6.30 wib. Namun, Arjuna penasaran dengan seseorang yang tengah duduk seorang diri di kolam belakang. “Nak Arjuna,” ucapnya, pelan.Arjuna mengikis jarak hingga tiba di hadapan Maryam yang masih menampakkan wajah berserinya. “Ibu sedang menikmati udara pagi,
Usia kandungan Anjani kini telah menginjak bulan ketujuh. Up and down secara signifikan dirasa oleh tubuhnya. Perubahan mood maupun kelelahan luar biasa ia alami meskipun dirinya tak melakukan pekerjaan yang berat. Sejak Arjuna memintanya tetap tinggal di rumah, sementara pria itu sibuk dengan dunianya … tentu membuat Anjani semakin merasa sangat kesepian. Terkadang, ia meminta Sinta ke rumah hanya untuk sekedar menemaninya padahal ia tahu bahwa pekerjaan gadis itu tidak main-main.“Hari ini kau menyuruh Sinta datang lagi?”Arjuna yang baru saja kembali, melepas dasi serta membuka kancing di tangannya. Wajahnya terlihat begitu suram, lelah, dan tak bersemangat. Sementara sang istri tampak sibuk menyiapkan air hangat untuk permandian Arjuna malam itu. “Hmmmmm.”“Kau tahu … bahwa divisinya sedang banyak masalah setelah dirimu pergi. Kalau kau selalu menyibukkannya dengan hal lain mungkin Jihan—”Dan ya, Sinta adalah asisten Jihan untuk saat ini, membantu Jihan dalam menyelesaikan peker
Mobil SUV hitam memasuki area seluas lima hektar. Saat mobil itu berhenti, Anjani gegas menuruni kursi penumpang, bahkan sebelum sang suami selesai melepaskan seatbelt. Melihat kebahagiaan gadis itu, Arjuna menggeleng sambil tersenyum manis. Ada kebanggaan tersendiri karena dirinya bisa meluangkan waktu untuk sang istri. Kesibukan serta penat yang melanda hampir beberapa bulan ini akhirnya bisa ia lalui dengan penuh perjuangan. Kini Arjuna tak lagi berjuang menarik kembali aset yang dialihkan oleh Dimension Realty. Hidupnya lambat laun pun normal. Tak ada perebutan tahta maupun konflik keluarga. Zivaa sudah mulai membaik, ia mulai mengenal kembali anak-anaknya, baik Rama, Arjuna, maupun Anjani—menantunya. Hidup mereka kini mulai berdampingan. Begitupun kisah cinta Rama dan Kayla yang tengah berada di fase paling bahagia. Pernikahan memang mereka harapkan secepatnya, namun, Rama yang belum lama menjabat sebagai CEO Semesta Resort, perlu menstabilkan apa yang ada di perusahaan itu, hing
Sinar mentari menyusup dari segala sisi ventilasi. Masih nyaman di atas ranjang, Anjani pun terpejam. Namun dalam tidur, ia seolah berada dalam sebuah tempat yang dipenuhi oleh berbagai masakan. Harum itu menelisik hidung Anjani hingga membuat tidur pun terusik.“Eung!” leguh Anjani. Saat ia bangkit dari baring, Anjani tak melihat sang suami. Ia menggerakan kepala tiada henti, mencari keberadaan sang Arjuna. “Dimana dia?”Anjani gegas menyingkap selimut yang menutupi tubuh. Dengan balutan lingerie putih nan tipis, Anjani melangkah dari ruang tersebut, menelusuri jejak harum yang telah mengusik tidurnya. Langkah kaki berderap lebih cepat ketika Anjani menuruni anak tangga. Dari sisi lain, seorang pria yang tengah menyiapkan sarapan menoleh saat mendengar langkah kaki yang tergesa-gesa.“Pelan-pelan, Sayang! Perutmu sudah membesar,” pinta Arjuna. Tak ada jawaban, gadis itu hanya terkekeh pelan. Sementara Arjuna kembali berjibaku dengan spatula dan penggorengan untuk menciptakan masa
Barathaland Group.Seorang wanita dengan heels tinggi memecah keheningan di pagi hari. Langkah kaki terdengar begitu tergesa, memasuki ruangan yang hanya ada satu penghuni yakni Kris. Gadis tersebut berdiri di hadapan sang pria dengan bibir mengerucut. Kebanyakan, gadis itu tengah berada dalam mood yang buruk. Kris paling tahu siapa yang membuat sang gadis seperti itu. “Tuanmu benar-benar menguji kesabaranku!” “Ada apa lagi?” “Pria itu memberikan tugas untuk memantau kinerja Jihan … dia pikir aku apa?! Aku ini sekretaris!” “Bukankah itu memang pekerjaanmu?” “Maksudmu?” Naomi tak setuju dengan pertanyaan terakhir dari sang kekasih. Bukan ia tak terima di suruh-suruh seperti babu, tapi ia lebih tahu pekerjaan yang lebih bermanfaat daripada hanya sekedar memantau kinerja orang lain. “Karena Arjuna percaya padamu, Sayang. Ia percaya kau mampu memberi informasi tentang gadis itu.” “Sejak awal aku memang tidak setuju dia yang menggantikan posisi Anjani!” Kini Naomi bersedekap tanga