Cahaya mentari yang tengah bersinar cerah di peredaran poros, kini menembus seluruh penjuru ruangan di mansion tersebut. Setelah menghabiskan hari di acara baby shower, kediaman Arjuna tampaknya ramai oleh beberapa penghuni. Jika biasanya hanya ada pelayan dan pengawal. Saat ini, beberapa penghuni memadati laksana sebuah keluarga besar. Pagi itu, di tepi kolam. Arjuna menghampiri seorang wanita paruh baya yang tengah menikmati pemandangan. Wajahnya tampak bersinar dengan senyum yang menghiasi. “Ibu …” Wanita paruh baya itu menoleh, menatap seorang pria sebaya putranya. Ia lantas beranjak sementara pria itu semakin mendekat. “Ibu sedang apa?”Suasana rumah memang masih terlihat sepi, mengingat waktu baru saja menunjukkan pukul 6.30 wib. Namun, Arjuna penasaran dengan seseorang yang tengah duduk seorang diri di kolam belakang. “Nak Arjuna,” ucapnya, pelan.Arjuna mengikis jarak hingga tiba di hadapan Maryam yang masih menampakkan wajah berserinya. “Ibu sedang menikmati udara pagi,
Usia kandungan Anjani kini telah menginjak bulan ketujuh. Up and down secara signifikan dirasa oleh tubuhnya. Perubahan mood maupun kelelahan luar biasa ia alami meskipun dirinya tak melakukan pekerjaan yang berat. Sejak Arjuna memintanya tetap tinggal di rumah, sementara pria itu sibuk dengan dunianya … tentu membuat Anjani semakin merasa sangat kesepian. Terkadang, ia meminta Sinta ke rumah hanya untuk sekedar menemaninya padahal ia tahu bahwa pekerjaan gadis itu tidak main-main.“Hari ini kau menyuruh Sinta datang lagi?”Arjuna yang baru saja kembali, melepas dasi serta membuka kancing di tangannya. Wajahnya terlihat begitu suram, lelah, dan tak bersemangat. Sementara sang istri tampak sibuk menyiapkan air hangat untuk permandian Arjuna malam itu. “Hmmmmm.”“Kau tahu … bahwa divisinya sedang banyak masalah setelah dirimu pergi. Kalau kau selalu menyibukkannya dengan hal lain mungkin Jihan—”Dan ya, Sinta adalah asisten Jihan untuk saat ini, membantu Jihan dalam menyelesaikan peker
Mobil SUV hitam memasuki area seluas lima hektar. Saat mobil itu berhenti, Anjani gegas menuruni kursi penumpang, bahkan sebelum sang suami selesai melepaskan seatbelt. Melihat kebahagiaan gadis itu, Arjuna menggeleng sambil tersenyum manis. Ada kebanggaan tersendiri karena dirinya bisa meluangkan waktu untuk sang istri. Kesibukan serta penat yang melanda hampir beberapa bulan ini akhirnya bisa ia lalui dengan penuh perjuangan. Kini Arjuna tak lagi berjuang menarik kembali aset yang dialihkan oleh Dimension Realty. Hidupnya lambat laun pun normal. Tak ada perebutan tahta maupun konflik keluarga. Zivaa sudah mulai membaik, ia mulai mengenal kembali anak-anaknya, baik Rama, Arjuna, maupun Anjani—menantunya. Hidup mereka kini mulai berdampingan. Begitupun kisah cinta Rama dan Kayla yang tengah berada di fase paling bahagia. Pernikahan memang mereka harapkan secepatnya, namun, Rama yang belum lama menjabat sebagai CEO Semesta Resort, perlu menstabilkan apa yang ada di perusahaan itu, hing
Sinar mentari menyusup dari segala sisi ventilasi. Masih nyaman di atas ranjang, Anjani pun terpejam. Namun dalam tidur, ia seolah berada dalam sebuah tempat yang dipenuhi oleh berbagai masakan. Harum itu menelisik hidung Anjani hingga membuat tidur pun terusik.“Eung!” leguh Anjani. Saat ia bangkit dari baring, Anjani tak melihat sang suami. Ia menggerakan kepala tiada henti, mencari keberadaan sang Arjuna. “Dimana dia?”Anjani gegas menyingkap selimut yang menutupi tubuh. Dengan balutan lingerie putih nan tipis, Anjani melangkah dari ruang tersebut, menelusuri jejak harum yang telah mengusik tidurnya. Langkah kaki berderap lebih cepat ketika Anjani menuruni anak tangga. Dari sisi lain, seorang pria yang tengah menyiapkan sarapan menoleh saat mendengar langkah kaki yang tergesa-gesa.“Pelan-pelan, Sayang! Perutmu sudah membesar,” pinta Arjuna. Tak ada jawaban, gadis itu hanya terkekeh pelan. Sementara Arjuna kembali berjibaku dengan spatula dan penggorengan untuk menciptakan masa
Barathaland Group.Seorang wanita dengan heels tinggi memecah keheningan di pagi hari. Langkah kaki terdengar begitu tergesa, memasuki ruangan yang hanya ada satu penghuni yakni Kris. Gadis tersebut berdiri di hadapan sang pria dengan bibir mengerucut. Kebanyakan, gadis itu tengah berada dalam mood yang buruk. Kris paling tahu siapa yang membuat sang gadis seperti itu. “Tuanmu benar-benar menguji kesabaranku!” “Ada apa lagi?” “Pria itu memberikan tugas untuk memantau kinerja Jihan … dia pikir aku apa?! Aku ini sekretaris!” “Bukankah itu memang pekerjaanmu?” “Maksudmu?” Naomi tak setuju dengan pertanyaan terakhir dari sang kekasih. Bukan ia tak terima di suruh-suruh seperti babu, tapi ia lebih tahu pekerjaan yang lebih bermanfaat daripada hanya sekedar memantau kinerja orang lain. “Karena Arjuna percaya padamu, Sayang. Ia percaya kau mampu memberi informasi tentang gadis itu.” “Sejak awal aku memang tidak setuju dia yang menggantikan posisi Anjani!” Kini Naomi bersedekap tanga
Seorang pria sejak tadi hanya diam membisu. Padahal, di hadapannya ada seorang gadis yang tengah menunggu. Sejak ibu dan ayah mereka memutuskan pergi bersama. Sepasang anak manusia disana hanya diam tanpa sepatah kata.Jika dipikir kembali, ini bukanlah pertemuan pertama mereka setelah terpisah lama. Bahkan, mereka telah menghabiskan waktu bersama dengan bertukar peluh seadanya. Tepat, saat Anjani mengadakan pesta baby shower.Astaga, apa yang mereka pikirkan?“Aku merindukanmu,” lirih Kayla. Disaat berikutnya, Kayla mendongak lalu mendaratkan kecupan di bibir Rama. Mendapat lampu hijau dan dibersamai rasa rindu yang menggebu, Rama melumat bibir itu dengan penuh hasrat. Di selasar kolam yang sepi, kedua bibir saling berpagutan, menyesap, dan berbagi rasa manis yang diciptakan oleh lipstik merah sang gadis. Sungguh memabukkan!Semakin lama ciuman itu semakin dalam. Keduanya lupa bahwa selasar itu bisa saja dilewati oleh beberapa tamu, namun karena rasa yang menggebu-gebu, akhirnya lan
Arjuna duduk di meja kebesarannya sejak sepuluh menit berlalu. Tatapan mata itu masih menusuk Kris yang berdiri di hadapannya. Ia tak habis pikir bagaimana bisa mereka melakukan itu di ruangan kantornya.“Hmmmmm.”Arjuna kembali berdehem seketika. Bahkan ia lupa harus melakukan apa setelah sampai kantor. Tidak!Tepatnya Kris yang masih membeku. Seharusnya sang asisten memberitahu jadwal kegiatan hari itu. Tapi karena insiden yang tak bisa dikendalikan olehnya, Kris justru membeku.“Tidak ada jadwal untukku hari ini?”Akhirnya Arjuna bertanya. Bahkan rasanya ia ingin sekali memukul kepala Kris hingga sadar dari lamunannya.“Eh? Iya apa, T-tuan?”“Setelah dua bulan cuti—apa tidak ada jadwal lagi untukku?”‘Tidak bisakah kau cuti lebih lama? Bahkan istrimu sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan. Harusnya kau masih cuti ‘kan?’Brak!Tiba-tiba meja mengeluarkan suara gebrakan. Tidak kencang, tapi cukup membuat Kris terlonjak kaget.“Astaga! Jantungku,” ucap Kris dengan wajah polos.“T
“Apa? Sudah ingin lahiran?”Jarvis dan Kris gegas menoleh ke arah pria itu.Arjuna yang masih membelakangi mereka, sesekali menoleh memastikan keadaan tuan Jarvis disana.“Baiklah, aku akan segera kesana.”Setelah Arjuna berbalik, pengawal Jarvis mendekat pada tuannya—lalu membisikkan sesuatu di telinga tersebut. Entah apa yang mereka bicarakan, Arjuna hanya bisa memandang raut wajah Jarvis yang menegang, lalu melirik pada Kris. Ketika sang pengawal menjauh, wajah Jarvis berubah penuh dengan senyuman.“Congrats, tuan Arjuna!” seru pria itu seraya berdiri.Dan saat itu pula Arjuna memandang Kris tak mengerti.“Apa istrimu baru akan lahiran?” Tanya Jarvis.“Ah! I-iya,” jawab pria itu seketika gugup.Ini pertama kali bahwa dua hal dalam hidupnya datang bersamaan. Bahkan Arjuna sendiri belum sempat menentukan perjanjian kontrak untuk pendanaan paradise. Namun, di sisi lain ia harus segera pergi untuk mengetahui kondisi sang istri. Sungguh dilema.“Ini akan menjadi proyek yang tak pernah a
Di tengah perbincangan yang santai, ketiga gadis yang saling bersahabat mulai mengarah pada Anjani. Salah satunya, Naomi. Setelah Raina tertidur di stroller, Naomi tak henti mengamati kedekatan Sadewa dan Chayra di sisi tembok yang sedang mereka warnai. Meski gadis cilik di hadapannya itu sangat terlihat tenang dan fokus terhadap aktivitasnya, tapi Sadewa sesekali menggoda dengan menggores tinta ke pipinya.“Sadewa!”Suster dari keluarga Hoover pun menenangkan sang majikan, ia berlutut dan mengelus dada gadis cilik tersebut.Naomi dibuat penasaran dengan kedekatan itu. Tak sekali dua kali pula Kris mengatakan tentang perjodohan keluarga Barathawardana dan Hoover.“Jadi, benar?”Naomi mencondongkan tubuhnya seraya bertanya pelan. Sementara Kayla hanya mengamati kedua orang yang sudah
“Sadewa apa yang kau lakukan! Kembalikan!”Seorang gadis cilik bermata biru mengerang kesal ketika anak laki-laki itu mengambil boneka dari tangannya lalu berlari mengelilingi ruangan tersebut. Wajahnya begitu bahagia mengerjai gadis sebaya yang rambutnya dikuncir dua.“Sadewa ….”Sang ibu yang tengah membantu bibi Sri di dapur mengingatkan dengan datar. Sementara ayah mereka tengah berdiskusi di ruang tamu. Ketika kedua anak itu saling berlari dan terus kejar mengejar melewati Arjuna dan Jarvis, senyum terbit diantara pria dewasa disana.Arjuna berhasil menangkap Sadewa yang melewati jalan kosong di hadapannya.“Hap! Tertangkap!” seru Arjuna.Sementara Chayra merajuk diatas pangkuan sang ayah.“Ayah ….”“Tidak apa-apa, Sayang. Sadewa hanya ingin bermain denganmu.”“Sadewa, kau tidak boleh seperti itu, ya, Nak.”Anjani yang baru
“Berjanjilah untuk bersikap hangat padaku ….”Di tengah nafas yang memburu, mata mereka saling memandang lekat.“Ya, aku berjanji!”Tak lama kemudian, Rama pun melanjutkan ciuman panas mereka. Bibir saling bertaut dibersamai saliva yang bertukar hangat membuat hasrat mereka kian membara. Rama tak lagi ingat bahwa ia takut akan sebuah komitmen. Gejolak primitifnya kian membara, membuat dirinya tak bisa mengendalikan naluri yang terus membawanya jauh. Mereka menyatu dengan cepat bersama suara indah yang menusuk ke telinga. Lambat laun, Kayla mulai merasa bahwa ia pun tak bisa menolak permainan itu. Jemarinya menyusuri kulit punggung sang pria, sesekali tanpa sadar ia mencakarnya kuat.“Ah!”Rama terus bergerak dengan tempo yang cepat seraya menciuminya tanpa ampun.“Hmmmmmp!”“I gonna crazy because of you, Kay ….”Di tengah desakan yang kian memunc
Kayla melangkah dengan tergesa ketika lift telah mengantarkannya ke lantai dasar. Ia gegas melangkah dengan tergesa. Beberapa pegawai yang melihatnya langsung menundukkan kepala seraya menghormati. Ketika berhasil melewati pintu lobi yang berputar dan hampir menarik handle pintu mobil yang terparkir disana, seseorang menahan jemarinya.“Biar aku antar,” ucap pria itu.Kayla menatap tangannya yang hangat dalam genggaman. Lalu, ia menatap pria itu dengan dalam. Sungguh! Ingin rasanya ia mencaci. Namun, ia tak mampu lakukan itu. Faktanya gengsi wanita memang lebih besar. Dan Kayla, menyingkirkan genggaman itu dengan tangannya yang lain.“Tidak perlu.”Gadis itu hendak menarik kembali handle pintu tersebut. Namun, lagi-lagi tertahan.“Jangan keras kepala!”“Tsk!”Kayla berdecih sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.“Jangan sok peduli!”
“Kau mau mandi bersama?”Kris mengerlingkan mata pada gadis yang kini telah resmi menyandang status sebagai istrinya. Naomi yang tengah berbaring disisinya, lantas menoleh. Pipi pun jadi merona seketika. Ini bukan kali pertama—tapi mendengar pertanyaan itu membuat gemuruh jantungnya berdetak hebat.“Eung …”Tak butuh jawaban dari wanita itu. Kris langsung beranjak lalu membopong gadis itu hingga Naomi terpekik karena gerakan yang begitu tiba-tiba.“Kyaaaaaaaa!”Meskipun begitu, Naomi begitu merasa dicintai. Tak pernah menyangka bahwa pria yang selama ini bekerjasama dengannya sebagai rekan kerja, menjadi pasangan seumur hidupnya.Waktu berlalu begitu saja—entah sejak kapan mereka telah berada dalam kondisi yang polos dan saling berpangkuan di atas bathup. Meski udara dingin menusuk tulang, keduanya justru dibasahi oleh peluh yang bercampur dengan air busa di bathup ters
“Apa kau sudah menikah?” Jantung Rama seketika diremas, setiap kali bertemu orang dan di usianya yang menginjak kepala tiga—pertanyaan tentang pernikahan selalu mengiang di telinganya. Padahal, mereka ke tempat itu untuk membicarakan soal bisnis. Tapi, Tuan Hoover seolah memancing adrenalin-nya. Rama melirik ke arah Arjuna yang tersenyum tipis, seperti orang yang sangat bahagia atas penderitaan orang lain. “I-tuuuu,” gumam Rama. Sebenarnya ia bisa saja menjawab bahwa sudah ada calon dan akan segera melangsungkan pernikahan. Tapi bibirnya terasa kaku. “Sayangnya, aku tak mungkin memberikan putriku untukmu, Rama ….” “Apa?” “Apa?” Kontan Arjuna dan Rama membeliak. “Karena Chayra sudah milik Sadewa.” Lelucon macam apa itu, Rama hampir mencelos mendengar pernyataan Jarvis. Ternyata ia hanya bergurau. ‘Ya Tuhan … lelucon macam apa itu.’ Rama bermonolog lalu tersenyum tipis. Di tengah makan mal
Memandang wajah Rama yang berubah pias membuat Kayla tersenyum dibalik Zivaa yang penuh mengisi layar ponsel itu. Zivaa dan Sadewa seolah sengaja membuat Rama tak berkutik dengan menggodanya.“Ayolah, Paman! Jangan membuat Bibi Kayla menunggu lebih lama lagi.”“Eung …”Di ujung panggilan video itu, terlihat Rama yang terus menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia terdengar menghela nafas berkali-kali.“Sudahlah, kalian jangan terus menerus menggoda Paman Rama.”Anjani meraih ponsel itu dari wajah Zivaa dan mengembalikannya pada Kayla. Ia lantas merebut Sadewa dalam genggaman sang ibu mertua.“Bu, biarkan Kayla berbicara dengan Rama. Mereka pasti saling merindukan,” goda Anjani.Lantas ia beranjak menuju kamar Sadewa.“Ayo, Bu!”Zivaa pun mengangguk dan berpindah dari ruang keluarga menuju kamar anak bayi itu. Setelah kedua orang itu berlalu dan menghilang dari pandangan. Kayla lantas menatap layar ponsel itu dengan senyum tak biasa.“Kau menertawakanku?” “Tidak. Hanya saja … lucu.”“Ap
Dalam perjalanan menuju bandara, Rama tak berhenti diam. Ia terus mendengus sambil sesekali mengecek ponselnya. Hasrat yang belum tuntas dan rasa rindu pun sudah menggebu bahkan sebelum ia benar-benar meninggalkan tanah air. Arjuna yang sedari tadi mengamati, hanya bisa menggelengkan kepala. Dasar si keras kepala itu. Ia tidak ingin cepat-cepat menikahi wanita yang sudah jelas dicintai.“Baru saja bertemu, kau sudah rindu?”Rama pun menoleh hingga matanya bersirobok di udara dengan Arjuna.“Ya?”“Kau itu terlalu gengsi!”“Apa?”Tak lama suara gelak tawa memenuhi penjuru mobil. Arjuna terlihat begitu puas menertawai sang adik yang jelas-jelas tengah dilanda frustasi.“Ada yang lucu?” tanya Rama kesal karena ditertawai begitu saja.“Sikapmu yang lucu! Kau tidak ingin menikahinya cepat-cepat, tapi kau dengan lihai melakukan permainan di kantor. Aku sampai merinding—hih!”“Shut up!”Meski mereka pernah berseteru, tapi setiap kali Arjuna mengolok-olok Rama, tak ada lagi kecanggungan dianta
“Apa kau setuju jika Sadewa dijodohkan dengan rekan bisnisku?”Mata gadis itu membola. Seketika Anjani terperanjat hingga tanpa sadar mendorong tubuh Arjuna menjauh.“Kau gila?”“Tenanglah!” seru Arjuna dengan senyum tak biasa, membuat Anjani semakin tak tenang. Bagaimana mungkin bayi yang belum genap sebulan sudah ingin dijodohkan? Apa suaminya ini gila?Anjani tak berhenti menggeleng sambil menatap mata sang suami dengan tajam.“Dia Tuan Hoover yang akan menginvestasikan dananya untuk proyek Paradise.”“Paradise?”“Ya, setelah semua sengketa clear tak ada alasan untuk menunda pembangunan bukan?”Anjani termangu. Tiba-tiba sorot matanya meredup. Bagaimanapun tanah itu, pernah berdiri sebuah bangunan yang penuh kenangan. Tapi, semua sudah berlalu. Anjani seharusnya tak lagi mengingat itu sementara ia sudah memiliki Arjuna dan Sadewa di sisinya.“Kenapa?”Arjuna seolah tahu apa yang dipikirkan oleh sang istri. Ia menengadahkan wajah sang istri lalu menangkup pipi serta mengusapnya lemb